15 Juni 2011

macam-macamnya orang

Pukul 08.45, pengeras suara menyuarakan pengumuman bahwa pesawat ke Jogjakarta ditunda keberangkatannya. Desahan sebagian besar orang yang menunggu begitu kentara. Beberapa orang terlihat langsung mengamati jam tangannya, menghitung-hitung kapan akan benar-benar berangkat pesawat yang ditunggunya. Ada juga yang langsung memperbaiki posisi duduknya, membuat senyaman mungkin, ada yang berdiri bereaksi seperti jengkel. Orang-orang ini sebenarnya baru saja datang dibandingkan kedatanganku di Airport hari ini. Sudah dua jam aku duduk menunggu pesawatku yang tak muncul-muncul. Tapi aku tenang saja karena sejak awal aku sudah diberitahu kalau pesawat akan diundur keberangkatannya dua jam dari jadwal.

Kalau sesuai jadwal penerbangan, sebenarnya pesawat ini akan terbang pukul 08.55 wita. Sedang aku bersama putri bungsuku sudah sampai di Airport ini pukul 06.01 wita, saat keadaan bandara masih sepi. Suara kopor yang kami tarik saja begitu jelas terdengar melewati garis-garis petak lantai. Gludik, gludik, gludik. Semakin cepat kami menarik, semakin cepat suara gludik-gludiknya. Apa yang harus kami lakukan sepagi ini. Pak Partono belum kelihatan, orang yang harus kami temui, orang yang menguruskan tiket kami. Sebaiknya kami menghangatkan badan saja dengan teh atau kopi panas. Langkah kami berhenti di pasundan, kami masuk dan memesan susu coklat dan teh manis. Bungsuku hebat, dia memesan nasi rawon. hehehe... bukannya hebat, karena semalam dia tak makan malam. Aku sebenarnya juga tak sempat makan malam, tak sempat apa tak sempat ya? ah, kebiasaan ini. Tapi kok untuk makan sepagi ini? enggaklah, biar bungsuku saja. Susu coklat, yah, sepertinya sudah cukup untuk menghangatkan tubuh di pagi yang dingin ini. Tak berapa lama, segelas susu coklat, segelas teh, dan sepiring nasi rawon telah habis. Setelah membayar 48.000 rupiah kamipun keluar.

Setengah jam kemudian kami bertemu pak Partono, orang yang menguruskan tiket kami dan disinilah kutahu pesawat kami akan ditunda keberangkatannya. Kami bertiga menuju ke dalam bandara, mengurus keberangkatan. Setelah semuanya beres dan boarding pass sudah ditangan, kamipun berpisah dengan pak Partono. Aku dan bungsuku masuk ke ruang tunggu. Keadaan masih sepi, masih banyak kursi kosong, jadi kami masih bebas memilih mau duduk disebelah mana yang menurut kami nyaman.

Duduk berdua dengan bungsuku, menunggu keberangkatan yang masih tiga jam lagi, menyaksikan orang-orang melewati pintu keluar menuju pesawat yang berangkat. Garuda tujuan Jogjakarta telah berangkat, Lion tujuan Jakartapun menyusul, Batavia berikutnya dan masih banyak lagi pesawat telah berangkat. Kami tetap menunggu. Bungsuku asik dengan BBnya. Beberapa kali kusenggol lengannya.

"Mboknya berdoa, dzikir, mosok tat-tut, tat-tut terus"

Bungsuku mengawasiku sebentar, tapi kembali lagi memencet huruf-huruf di BBnya. Anaaak... anak... Kulihat sekeliling, ah, tak hanya anakku kok yang sibuk memencet perangkat kecil berbentuk segi empat itu. Hampir semuanya asik dengan dunianya, dunia kotak kecil.

Mata kupejamkan, tapi tak bisa lama-lama, beberapa kali terbuka, kalau saja bisa terlelap pasti enak sekali. Tapi bagaimana bisa terlelap? derap langkah dan suara kopor-kopor yang ditarik melewatiku mengganggu kenyamanan dudukku. Beberapa kali harus kuperbaiki letak duduk tapi tetap mata kupejamkan. Waktu berlalu, entah berapa lama mata ini kupejamkan, setiap bungsuku bertanya atau mengajak bicara, kujawab denga mata terus terpejam. Asma Ilahi yang menemaniku, terus saja kusuarakan dalam setiap desah nafasku, lirih dalam batinku, hanya aku yang mendengar.

Saat mata ini terbuka yang keberapa kali ya, wow.. sudah mulai penuh manusia di ruang tunggu ini. walau suara keberangkatan dan kedatangan terus saja dikumandangkan, ruang tunggu ini terus saja semakin penuh. Sudah tak menyerupai ruang tunggu bandara, ini sudah seperti terminal bus atau stasiun kereta api. Sudah terlalu penuh dan akhirnya kesannya jadi kumuh.

Akhirnya waktu yang dinanti sampai juga, jam menunjukkan pukul 11.05 wita. Terdengar suara bahwa penumpang pesawat jurusan Jogjakarta dengan penerbangan SJ 231 segera menuju ke pintu A2. Alhamdulillah, akhirnya berangkat juga. Aku dan bungsuku segera mengemasi barang bawaan dan segera menuju pintu A2. Kami mengantri berderet-deret. Telah kusiapkan boarding pass. Kuamati orang-orang didepanku kembali duduk sambil membawa kotak merah. Weh, ada perubahan pembagian konsumsi rupanya. Konsumsi tak dibagikan diatas pesawat, pikirku. Kini giliranku mengambil konsumsi, kuserahkan boarding passku, petugas memberi tanda dan memberiku dua kotak konsumsi. Saat kutanyakan keberangkatan pesawat, oooo... ternyata ini tadi pembagian konsumsi karena pesawat ditunda. Begonya aku, aku dan bungsuku duduk lagi. Kulihat orang-orang mulai membuka kotak konsumsi dan menikmati isinya. Bungsuku juga membukanya, menyantapnya dengan lahap. Sepertinya dia suka sekali.

"Lagi dik"

"Mama?"

"Kalau kamu suka ya makan saja"

"Ya, untuk nanti ya" Dia tersenyum, diletakkannya kotak konsumsiku disebelahnya, nanti akan dimakannya.

Waktu berlalu, belum ada tanda-tanda pesawat yang akan membawa kami datang. Kegelisahan jelas sekali terlihat. Anak-anak mulai rewel karena mengantuk, capek. Ibunya juga mulai emosi dengan tingkah anaknya yang rewel. Beberapa orang berdiri, berjalan mondar-mandir melemaskan otot kaki, tulang duduk, punggung. Wajah-wajah lesu, kuyu, mengantuk. Tangan sudah mulai diangkat ke sandaran kursi, menyangga kepala, menggantikan leher yang sudah mulai pegal sedari pagi tegang. Jari-jari mulai memijit kening, memijit leher bagian belakang, menggeliat, memutar tubuh kekiri-kekanan, dan masih banyak lagi. Kata bungsuku,

"Kenapa sih pesawatnya kok bisa terlambat?"

"Ya macam-macam alasannya dik, mungkin saja karena cuaca yang nggak bersahabat, mungkin saja ada kesalahan administrasi, banyak deh alasannya"

"O..."

Lalu dia diam lagi, menikmati musik di kotak ajaibnya sambil sesekali memencet huruf-hurufnya. Kembali suara mengudara di ruang tunggu, semua mendengarkan dan bersiap-siap walau tidak pasti apa pemgumumannya. Karena memang ini sudah kelewat lama sekali menunggunya. Dan suara "HUUUUU...!!!" serempak dari penumpang yang sudah terlalu capek saat pengumuman menyuarakan kalau pesawat akan diberangkatkan pukul 12.30 wita. Mundur lagi, menunggu lagi, sampai kapan? apa benar nanti akan jadi berangkat pukul 12.30? Apa tidak akan mundur lagi? Komentarpun langsung keluar dari mulut para calon penumpang yang katanya lain kali nggak usah naik ini lagi, sudah disesuaikan dengan jadwal penerbangan supaya nyambung, kalau gini kan lebih baik ambil yang lain, dan masih banyak lagi omelan-omelan yang kudengar. Aku? tipe apa ya aku ini? tetap saja diam, menerima saja keadaan, walau mata ini juga mengantuk, walau badan ini juga keju kemeng semua, walau dudukku juga tak nyaman karena sepertinya tulang ekorku agak bermasalah untuk duduk berlama-lama. Tapi aku tetap saja berusaha tenang, duduk dengan mulut terkatup rapat dengan suara batin hanya mendendangkan asma Ilahi. Menurutku, mengumpatpun tak akan menyelesaikan masalah, tak akan merubah jadwal penerbangan menjadi tak tertunda,tapi ya.. itu hak mereka dan mungkin saja aku berusaha tenang ini, ketenanganku akan menenangkan bungsuku juga, pikirku.

Sampai akhirnya pengumuman keberangkatan diudarakan, semua langsung menghela nafas lega. Semua berdiri, mengemasi barang bawaannya segera menuju pintu keberangkatan dan melesat ke pesawat yang terparkir dengan mesin sudah menyala. Satu-satu penumpang akhirnya melewati pintu pesawat dan duduk ditempatnya masing-masing. Berkali-kali pramugari dan pramugara menghitung jumlah penumpang, sepertinya ada masalah. Kupasang teling, menguping pembicaraan, ow... ada dua penumpang yang belum masuk. Pramugari melaporkan jumlah penumpang, entah apa yang dibicarakan, tapi sepertinya ada kesalahan administrasi, atau mungkin ada yang salah masuk pesawat. Lagi-lagi kami harus menunggu, kali ini menunggu di dalam pesawat. Ada setengah jam pengecekan penumpang dilakukan, lalu kuberitahu ke bungsuku,

"Ini juga salah satu penyebab kelambatan pesawat dik, jadi banyak sekali alasannya kenapa pesawat yang harusnya berangkat tak bisa berangkat sesuai jadwal"

"O..." itu lagi komentarnya

Bermacam-macam orang menyikapi keadaan, kali ini karena keterlambatan keberangkatan pesawat, ada yang marah, jengkel, meradang, menerima saja. Pilih yang mana?