29 Oktober 2011

Pelajaran Dari Kandang Sapi

Ini obrolanku dengan jagoanku Mirza saat kami sekeluarga berlibur kerumah orang tua suami. Saat itu aku dan dia sedang berada diluar kandang sapi. Karena orang tua suami punya usaha jagal sapi jadi harus punya stok sapi dikandang.

“Mama, kenapa sih kandangnya bau sekali?”

“karena banyak kotoran sapinya”

“Kok kotorannya nggak dibersihkan?”

“Nanti juga dibersihkan, mungkin pak tukangnya masih menyelesaikan pekerjaan lainnya”

“Tapi ini kan sudah banyak kotorannya, itu malah ada yang ditidurin sama sapinya. Ih jorok ya Ma?”

“Iya jorok, tapi pak tukangnya kan nggak tahu kapan sapinya mau buang kotoran, pekerjaannya kan nggak hanya bersihkan kotoran. Jadi dia punya jadwal kapan harus bersihkan kandangnya”

“Sapinya kok mau-maunya tiduran di kotorannya ya Ma?”

“Namanya juga hewan, punya otak tapi nggak diberi akal sama Allah jadi nggak tahu itu bersih atau kotor. Makanya jadi manusia itu harus bisa jaga kebersihan karena manusia itu selain diberi otak juga diberi akal oleh Allah supaya bisa berpikir dan bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk. Nah, kalau seandainya manusia nggak menggunakan akalnya, terus gimana dong kalau seperti sapi itu”

“Ih, jorok ih... nggak mau ah. Masak mau tiduran sama kotoran”

Aku tersenyum mendengar jawabannya, ternyata dari obrolan kami yang semula dia cuma menanyakan masalah “Kandang sapinya yang bau” bisa kuselipkan satu pelajaran tentang Allah yang meberikan akal, gunanya akal untuk berpikir supaya bisa membedakan baik dan buruk serta harus hidup bersih.

Info lomba

Bunda pasti sering mendapatkan pertanyaan dari buah hati baik itu tentang, ibadah, keluarga, sex, tentang alam, tentang tuhan dan tentang apa saja.tulis pertanyaan buah hati yang disertai jawaban dari bunda tentunya.

1.posting cerita di blog http://seuntaikatahati.blogspot.com/2011/09/lomba-1001-pertanyaan-anak.html minimal 150 kata boleh lebih.(sekitar 1 halaman )

2. bila gak punya blog, tulis cerita di notes beserta info lomba di fb masing-masing dengan mentag teman-teman sebanyak2nya beserta fb kontributor naskah parenting .

3. boleh kirim lebih dari satu cerita. akan dipilih 200 kisah utk dibukukan. jadi kemungkinan gak lolos kecil...

akan diseleksi 6 orang pemenang 3 pemenang utama akan mendapatkan reward uang tunai masing2 @100 ribu3 orang pemenang hiburan masing2 akan mendapatkan paket cantik ditunggu sampe akhir nop 2011 yah.

pengumuman awal tahun baru 2012 Insya allah semua pertanyaan anak akan ditawarkan ke penerbit mayor. namun tidak ada pembagian royalti bagi cerita yg terpilih

25 Oktober 2011

catatan perjalanan umroh Ramadhan kami-22

Malam Dua Tujuhnya Lewat


Setelah beberapa hari mencoba bertahan tak mengkonsumsi obat batuk, pilek dan antibiotik yang ditawarkan Atik, ternyata akhirnya aku harus menyerah juga karena sudah nggak kuat lagi dengan kondisi ingus yang meler tiada henti seperti keran bocor dan kepala yang nyut-nyutan terus-menerus apalagi kalau dipakai rukuk dan sujud, rasanya dari dahi, mata sampai tulang pipi mau copot saja. Kalau orang jawa bilangnya “Cumleng”. Bukan kok menyepelekan sakit atau tak percaya sama obat yang dia berikan, ini karena ada sebab lain. Takut maagku belum kuat kena obat, beberap hari sebelum berangkat umroh sempat sampai limbung gara-gara kebanyakan obat. Yang dirasa adalah mual dan muntah berkepanjangan sampai berhari-hari. Tapi sekarang terpaksa harus mengesampingkan rasa takut itu karena memang aku benar-benar sudah nggak tahan lagi dengan flu yang menyerangku. Tadinya mencoba tetap bertahan dengan hanya mengkonsumsi vitaminnya saja sambil makan dan minum yang banyak dengan harapan bisa mengurangi flu dan berangsur-angsur sembuh sendiri tanpa obat, ternyata yang kulakukan tak membuahkan hasil malah semakin parah. Ya bagaimana lagi dalam kondisi puasa tentunya makan dan minumnya terbatas saat sahur dan buka puasa saja serta waktu untuk istirahatnya juga tak cukup karena harus bolak-balik ke masjid untuk sholat lima waktu dan berjuang mendapatkan tempat yang menguras tenaga. Walau dalam keadaan tak enak badan, rasanya kok ya sayang melewati hari-hari untuk istirahat saja dikamar apalagi mengingat begitu istimewanya Ramadhan di sepuluh hari terakhir, juga niatan dari awal untuk mengkatamkan qur’an yang tak habis-habis halamannya. Ini juga yang membuatku betah berlama-lama di dalam masjid seusai sholat subuh dan baru balik ke hotel setelah dhuha.

Malam lailatul qadar adanya di sepuluh hari terakhir Ramadhan, aku tahu itu dari beberapa ceramah agama yang pernah kudengar. Adanya di salah satu malam di malam ganjil dan nilainya sama dengan seribu bulan, itu juga yang kudengar. Siapa yang tak menginginkan mendapatkannya? Tentunya semua berharap mendapatkannya ya, tapi untuk mendapatkan lailatul qadar tentunya harus didahului dengan persiapan sejak awal Ramadhan dan selalu ada peningkatan ibadahnya, iya kan? Kalau dari awal sudah malas-malasan, ngaji juga ogah, tarawihnya kadang-kadang saja, sholat malamnya apalagi, bagaimana bisa berharap akan mendapatkan lailatul qadar ya? Ah, semua berhak berharap, makanya setiap datangnya 10 malam terakhir Ramadhan, masjid-masjid banyak yang mengadakan kegiatan i’tikaf bersama-sama di sepertiga terakhir malam. Qiyamul lail, tadarus, dzikir, dan ceramah biasanya menghiasi akhir malamnya.

Masih ingat yang dikatakan Pak Helmy waktu menjemput kami untuk ziarah Mekah, katanya nanti kalau malam dua tujuh, diperkirakan jamaah akan sampai jembatan Mizfalah padahal jaraknya sekitar satu kilo dari masjidil haram. Lalu saat usai tarawih Ibu bilang kalau nanti malam akan ada kataman tahajut. Kenapa aku jadi tulalit ya... yang dikatakan Pak Helmy itu malam dua tujuh sedang ibu bilang nanti malam kataman sedang sekarang ini masih hari Jum’at, tanggalnya 26 Agustus 2011. Yang benar gimana sih menghitungnya? Pas tanggal 26nya apa tanggal 27nya? Ini sepertinya akibat obat yang kuminum ini, kok jadi error gini. Heheheheh...

Jam dua dini hari ibu sudah siap-siap akan berangkat ke masjid untuk sholat lail, aku tahu itu karena aku juga terbangun cuma mataku ini susah melek. Terdengar juga Ibu menanyakan apa mau ikut sholat lail? Mulutku bilang “Nggih” tapi aku malah memperbaiki selimut dan mata tetap saja terpejam. Mungkin karena aku nggak bangun-bangun malah menutupkan selimut sampai ke kepala, Ibu berangkat sendiri dan datang-datang sudah waktunya mau berangkat ke ruang makan untuk sahur. Aku bangun tapi masih tetap mengantuk sekali, ini memang akibat obat batuk, pilek dan antibiotik yang kuminum sebelum tidur. Begini ini akibatnya... mata susah sekali dimelekkan. Terus Ibu bercerita diantara kantukku dan siap-siapku. “Wah, rugi kamu nggak ikut tahajut tadi. Semua yang datang ini mengharapkan doa dari imam masjid, doanya panjang sekali, imamnya sampai nangis, jamaahnya juga nangis. Wes pokoknya senang banget kalau tadi ikut” Ada rasa sesal juga, kenapa bela-belain ngantuk sedang yang lainnya rela berjalan jauh dari penginapan, rela berdiri dalam udara yang dingin, benar-benar kalah tekat dan semangat sama Ibu. Tapi kemudian Ibu bilang “Nanti tarawih terakhir masih ada kesempatan ikut kataman di masjid” Ya Allah, semoga masih bisa menjumpai kataman tarawihnya. Namanya juga perempuan yah, takut ada halangan sehingga tak bisa ikut tarawih terakhirnya.

Kami sudah berada di ruang makan hotel untuk makan sahur bersama keluarga dan jamaah travel. Ada keceriaan menghiasi wajah Ibu dan beberapa orang yang sedang makan sahur bersama. Ah, wajah-wajah ceria ini pasti tadi baru saja selesai mengikuti sholat lail berjamaah dan mendapat kesempatan ikut doa kataman seperti Ibu dan suamiku, pikirku. Ah... aku ngiri sama mereka semua, tapi mau apalagi... waktu tak bisa diulang. Dan sekarang baru sadar kalau di sepertiga terakhir malam tadi, dimana dibacakan doa yang panjang oleh imam masjidil haram, hingga iman dan jamaah yang mengikutinya sesenggukan itu... ternyata sudah masuk tanggal 27. Aih....! Berharap saja kedepannya akan mendapat kesempatan lagi menjumpai Ramadhan dan berkesempatan berada di tanah haram lagi. Ya Allah, penuhilah harapanku berkunjung kembali di rumah-Mu yang agung ini di Ramadhan berikutnya. Amin Allahumma Amin.

23 Oktober 2011

catatan perjalanan umroh Ramadhan kami-21

“Masjidil Haram... Full”


“Umrah di bulan Ramadhan memang beda rasanya dengan umrah dibulan lainnya”, ini kesan dari beberapa jamaah yang pernah melakukan umrah di luar Ramadhan saat aku berbincang dengan mereka. Ya jelas saja beda, karena siang harinya puasa jadi kegiatan jalan-jalannya akan lebih sedikit, lebih baik waktunya dipakai istirahat dan ibadah. Katanya lagi, kalau ada rizki pengen datang lagi ke kesini saat Ramadhan. Iya, aku juga pengen berangkat lagi kalau ada rizki dan ada kesempatan. Tiap kali berdoa, yang terluncur juga salah satunya semoga diberi kesempatan secepatnya bisa datang kesini bersama keluargaku. Kalau bisa sesering mungkin, tak hanya dibulan Ramadhan. Sampai terbayang-bayang betapa nikmatnya menjalani kebersamaan beribadah bersama, berangkat dari penginapan menuju masjid bersama, tawaf bersama, sa’i bersama, i’tikaf bersama, tadarus bersama, ziarah bersama dan tentunya masih banyak lagi yang bisa kami lakukan bersama-sama. Ya Allah, meski saat ini kami masih berada di dalam masjid-Mu, tapi kerinduan untuk bisa beribadah bersama keluargaku disini sungguh sangat jelas terpatri di benakku. Semoga Engkau berkenan memperjalankan kami secepatnya. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Semua kegiatan begitu nikmat kami kerjakan walau sebenarnya yang kami kerjakan dari hari ke harinya itu-itu saja, hampir sama. Bangun pagi-pagi sekali untuk sahur bersama keluarga dan jamaah travel di ruang makan hotel dilanjutkan berangkat ke masjid untuk sholat subuh sampai waktu dhuha. Biasanya menunggu waktu dhuha ini kugunakan untuk mengkatamkan qur’an yang sebenarnya halamannya masih banyak sekali yang belum kubaca, pesimis juga sih apakah bisa menyelesaikannya sampai akhir Ramadhan nanti tapi tetap saja kuusahakan membaca ayat demi ayatnya, makanya aku suka berlama-lama di dalam masjid usai subuh. Bila rasa kantuk menyerang akan kubasuh mukaku dengan air zam zam yang selalu siap dibotol dan kusimpan didalam tas, kalau memang benar-benar tak tertahankan kantuknya atau kecapekan sekali aku akan istirahat dan tiduran sebentar diatas sajadahku, mengantri mengambil zam-zam dari keran-keran yang ada di dalam masjid untuk bekal buka puasa. Setelah sholat dhuha kira-kira jam sembilan kami kembali ke hotel dan istirahat. Mandi pagi biasanya nanti saja waktu mau ke masjid untuk sholat dhuhur. Jadi berangkatnya masih segar apalagi kalau diguyur dari kepala, akan mengurangi panasnya matahari saat berangkat. Untuk menghemat tenaga sengaja habis dhuhur kami tak balik hotel tapi nanti saja setelah ashar dan berangkat lagi menjelang buka puasa dan sholat magrib, biasanya ini ke Grand zam zam. Usai maghrib kembali ke hotel untuk menyempurnakan buka puasa dengan nasi, rasanya kalau hanya makan kurma, roti, air zam zam dan kopi arab kok ya nggak afdol. Setelah kenyang kami akan kembali lagi untuk sholat isya berjamaah serta sholat tarawih, ini juga biasanya ke Grand zam zam juga. Begitulah yang kami kerjakan setiap harinya, tapi kok ya nikmat-nikmat saja menjalaninya.

Nah kali ini kami mau berangkat ke masjid, niatnya sih mau sholat jum’at berjamaah di masjid. Ini hari ke enam kami di Mekah, Jum’at 26 Agustus 2011. Kami hanya akan menjumpai sholat Jum’at di Mekah sekali saja karena untuk minggu depan kami sudah balik ke tanah air, makanya kami niat banget berangkat ke masjid. Suami, Bapak dan Uul sudah berangkat lebih dulu mungkin sebelum jam sepuluh. Kupikir karena waktunya masih panjang dan penginapan kami kan dekat saja dengan masjidil haram, kami memutuskan untuk berangkat ya setengah jam lagi, paling lama ya sejam lagi dari mereka berangkat. Lagian aku dan bungsuku juga baru saja masuk kamar, baru saja balik dari masjid. Namanya juga perempuan, mau berangkat ke masjid saja ribet, tapi ini memang penting mengingat diluar panas sekali. Pakai sunblock itu pasti, masker juga, kacamata hitam ndak boleh ketinggalan, sebotol air untuk mengusap muka kalau kepanasan dan untuk jaga-jaga kalau batal wudhu, handuk kecil supaya kalau wudhu tidak mengotori masjid, qur’an, sajadah, juga dompet dengan isinya tentunya. Setelah kami berempat siap kami langsung turun ke lobby hotel dan menyerahkan kunci kamar ke penjaga resepsionis hotel.

Lobby hotel ini tidak luas, di depan pintu masuknya terdapat sofa panjang yang berhadapan yang ditengah-tengahnya ada sela untuk lalu lalang orang keluar masuk hotel, lebarnya kurang lebih 1,5 meter langsung menuju meja resepsionis. Disamping resepsionis ada dua lift dan di depan lift ada ruang seluas kurang lebih tiga meter persegi. Beberapa ibu dan bapak kami lihat masih duduk di sofa mungkin sedang menunggu teman atau familinya untuk berangkat ke masjid bareng-bareng. Kami lalui saja mereka. Beberapa orang duduk di tandakan pas di depan pintu keluar hotel sehingga untuk melewatinya rada-rada susah. Setelah kami berhasil keluar dan berada di jalan gang depan hotel, ternyata sepanjang lorong gang ini telah banyak orang duduk mepet ke dinding padahal kalau diamati sih tempatnya tak layak untuk duduk-duduk. Kenapa juga mereka nggak berangkat-berangkat ke masjid, kan laki-laki itu wajib sholat Jum’at tapi kok malah nggak cepat-cepat mencari tempat di masjid. Kami lalui saja mereka dan terus menuju jalan raya. Wah lalu lintasnya padat banget, semua berjalan menuju masjidil haram. Begitu keluar gang kami langsung berbaur dengan mereka. Jangan dikira gampang melewati jamaah didepan kami, lha untuk melangkah normal saja susahnya bukan main. Kalau orang jawa bilangnya mlaku thimik-thimik, saking melangkahnya kecil-kecil. Kapan sampainya kalau jalannya pelan banget. Ada beberapa meter kami berjalan, makin lama semakin susah malah macet. Sepertinya untuk sampai ke masjid tak bisa lagi karena memang sepertinya kami tak banyak bergerak. Apalagi kemudian kami lihat orang-orang yang badannya besar-besar pada balik arah sambil ngomong entah apa, sepertinya mereka tak bisa maju lagi makanya balik. Kami pikir lha yang orang yang gede-gede saja nggak sanggup nerusin ke masjid apalagi kami yang imut-imut semua. Bisa nggak sampai-sampai dan ketabrak-tabrak mereka yang pada balik arah. Maka kami putuskan kembali ke hotel saja toh sholat di hotel juga masih nyambung shafnya dengan asjidil haram. Kalau melihat ke jam, sebenarnya masih lama masuk waktu sholat Jum’atnya.

Kami masuk lagi ke hotel, ternyata sudah bertambah lagi yang duduk di lobby. Wah buru-buru ngambil tempat duduk sebelum kehabisan tempat. Tak berapa lama beberapa bapak-bapak entah dari negara mana mereka keluar dari lift, dengan pedenya langsung keluar hotel. Aku yakin mereka akan ke masjid, semoga saja mereka bisa berjuang mendapatkan tempat. Amin. Tambah lama tambah banyak juga yang ada di lobby. Daripada nggak kebagian tempat, kami lalu menyusun sajadah membentuk shaf di lobby. Baru saja kami menggelar sajadah, bapak-bapak yang dari negara mana tadi yang barusan keluar hotel dengan pedenya kembali masuk. Tanpa ba bi bu, tanpa permisi, tanpa ngomong apa-apa langsung saja menerobos shaf yang sudah terbentuk dan menginjak sajadah yang baru saja kami gelar. Weit! Nggak sopan. Kemudian entah ngomong apa mereka, intinya kami yang perempuan disuruh mundur, mereka lebih berhak menggunakan shafnya karena bagi laki-laki sholat jum’at itu wajib. “Hajjah! Hajjah!” sambil tangannya menyuruh kami berdiri dan meninggalkan tempat. Terpaksa kami mundur mengambil tempat di belakang padahal lobby ini ukurannya juga tak luas. Kami nyempil-nyempillah menggelar sajadah.

Banyak jamaah yang bukan penghuni hotel ini berusaha masuk mau ikutan sholat disini, tapi karena ruangan sempit dan tak muat lagi petugas hotel segera menyuruh mereka keluar. Ada televisi yang terpajang di dinding lobby, menyiarkan live dari masjidil haram. Kami bisa mengetahui seperti apa kondisi masjidil haram saat ini. Memang benar-benar penuh, baik di dalam sampai di halaman luar. Full! Pantas saja kalau banyak yang tak kebagian tempat dan sholat di aspal padahal matahari pas terik-teriknya. Adzan berkumandang dilanjutkan kotbah sholat jum’at. Kami mendengarkan dari televisi, walau tak mengerti artinya tapi kami tetap mendengarkan, begitu iqomah kami segera berdiri dan mengikuti sholat dengan imam masjidil haram. Yah, sholat jum’at kami di lobby hotel Baity Bakkah. Masjidil haramnya full ! sampai sepanjang jalan beraspal di dekat hotelpun full.

19 Oktober 2011

Kalau Remaja Bertanya

Lain cara bertanyanya lain pula cara menjawabnya. Itu bedanya balita, kanak-kanak dan remaja. Balita atau kanak-kanak biasanya bertanya to the pint dari apa yang dilihat atau didengarnya. Biasanya “Apa atau kenapa” jadi pembuka pertanyaannya. Kalau tak bisa menjawab saat itu juga, kita akan cari cara menunda menjawab sambil mencari jawaban yang sesuai. Kali ini aku dibuat pusing oleh massage yang ditinggalkan putriku yang sekolah di SMU boarding school di Jawa. Begini isinya,

Ah, Abin lebay Mah, kadang Sofi kesel gara-gara Sofi terlalu over protect. Posesif banget... Tadi kan Sofi minta tambahan bimbel, baru selesai jam 06.20 terus ambil duit di ATM, ngantri kan lama banget. Baru selesai dari ATM jam setengah tujuh lebih. Kalo pulang ke asrama kan pasti gak sempet ikut makan malam, jadinya aku makan di luar baru selesai jam setengah delapan karena rame banget. Sampai asrama kan jam delapan. Aku rame-rame sama temen-temen. Abin marah-marah katanya aku bohong soalnya tadi pagi aku bilang ke dia kalo habis bimbel langsung pulang. Tapi aku kan ada kepentingan ambil duit, terus dia bilang kalo aku udah gak mau dinasehatin lagi. Gak tau ih lebay Abin mah... Gimana dong?Emang fatal banget ya mah?Kesel ih dimarah-marahin gini.... huuuuuuuuh

Wah dia lagi jutek berat sama pacarnya, harus hati-hati menjawabnya. Bagaimana membuatnya tenang dan mengerti posisinya. Lalu kubalas massagenya,

“Sofi sayang... kalau mama baca tulisan Sofi ini, memang sikap Abin ke Sofi berlebihan, terlalu mengatur, tidak mau mengerti kesulitan, kebutuhan dan hak Sofi. Abin tidak boleh bersikap seperti itu, membatasi gerak dan kebebasan Sofi. Abin tidak punya hak melarang yang menjadi kepentingan Sofi. Sofi kan masih panjang perjalanannya, masih perlu berkembang, masih harus terus maju.

Sekarang Sofi berusaha saja supaya Abin bisa mengerti kondisi ini, kalau memang Abin nggak bisa mau mengerti.. ya sudah, itu haknya Abin, tapi itu kurang / tidak bagus. Tapi, usaha Sofi untuk "memengertikan Abin" jangan sampai menjadi beban Sofi.

Apa yang terbaik menurut Sofi untuk maju, untuk berkembang, untuk memenuhi kebutuhan Sofi.. lakukan saja. Tidak boleh dibatasi oleh Abin maupun teman-teman Sofi. Tentunya temen-teman Sofi laki maupun perempuan juga memiliki kebebasan seperti Sofi untuk menimba ilmu atau beraktifitas yang positif kemana saja.

Mudah-mudahan semua bisa kembali baik lagi, tidak ada yang merasa benar, tidak ada yang merasa disalahkan. Semua hak dan kebutuhan Sofi bisa terpenuhi dan Sofi bisa maju. Jadi apa yang dibilang Abin "Sofi bohong" itu tidak benar.

Pesen mama, peristiwa-peristiwa semacam ini jangan sampai menjadi beban Sofi yang bisa mengganggu belajar Sofi. Sofi harus tetep semangat, tetep ceria, rajin belajar, optimis. Mudah2an Allah SWT selalu melindungi dan membimbing Sofi untuk menjadi lebih baik dan sukses. Amin YRA

Selamat menjalani mid semester ya... mudah2an diberi kemudahan dan kelancaran mempersiapkan dan mengerjakan, mendapatkan nilai yang memuaskan. Dijauhkan dari kesulitan dan gangguan.

Peluk & cium sayang mama”

Alhamdulillah, jawaban yang kuberikan bisa menenangkannya dan dia kembali ceria. Jadi ingat kata-kata bijak dari psikolog saat mendengarkan ceramahnya berkaitan dengan tingkat emosi remaja yang belum stabil. “Masa remaja masa yang paling indah, paling menyedihkan, paling ingin dikenang, dan paling ingin dilupakan”.

LOMBA AUDISI 1001 PERTANYAAN ANAK - DL AKHIR NOVEMBER 2011

Info lomba

Bunda pasti sering mendapatkan pertanyaan dari buah hati baik itu tentang, ibadah, keluarga, sex, tentang alam, tentang tuhan dan tentang apa saja.tulis pertanyaan buah hati yang disertai jawaban dari bunda tentunya.

1.posting cerita di blog http://seuntaikatahati.blogspot.com/2011/09/lomba-1001-perta
nyaan-anak.html minimal 150 kata boleh lebih.(sekitar 1 halaman )
2. bila gak punya blog, tulis cerita di notes beserta info lomba di fb masing-masing dengan mentag teman-teman sebanyak2nya beserta fb kontributor naskah parenting .
3. boleh kirim lebih dari satu cerita. akan dipilih 200 kisah utk dibukukan. jadi kemungkinan gak lolos kecil...

akan diseleksi 6 orang pemenang 3 pemenang utama akan mendapatkan reward uang tunai masing2 @100 ribu3 orang pemenang hiburan masing2 akan mendapatkan paket cantik ditunggu sampe akhir nop 2011 yah.

pengumuman awal tahun baru 2012 Insya allah semua pertanyaan anak akan ditawarkan ke penerbit mayor. namun tidak ada pembagian royalti bagi cerita yg terpilih

18 Oktober 2011

catatan perjalanan umrah Ramadhan kami-20

Ziarah dan jalan kaki, wah... mantab


Setelah ditunggu-tunggu akhirnya ada kabar juga kapan biro akan mengajak kami ziarah ke tempat-tempat bersejaran di Mekah. Walau sebenarnya pernah mengunjunginya tak ada salahnya kalau ikut lagi, apalagi sekarang ada bungsuku yang baru sekalinya kesini. Pasti akan ada cerita dan kenangan buat dia setelah pulang nanti. Semoga saja cerita dan kenangannya akan menjadikannya lebih semangat dan lebih rajin beribadah. Amin.

Hari ini Kamis 25 Agustus 2011, rencananya kami berangkat dari hotel jam 08.00. Paslah waktunya, tidak kepagian dan tidak kesiangan. Tepat jam 08.00 kami sudah berada di lobby. Kali ini kami cuma berempat yaitu aku, suamiku, bungsuku, dan Atik yang ikut ziarah. Ibu tak bisa ikut karena kondisi batuknya agak berat dan sepertinya juga sudah mulai terserang flu. Sebaiknya memang istirahat saja karena perjalanan ibadah kami masih ada lima hari. Sayang kalau sampai ambruk terus nggak bisa ngelaksanain jamaah di masjid. Bapak juga tidak ikut karena memang harus istirahat, kondisi kesehatannya memang mengharuskan tidak boleh kecapekan. Tapi kenapa juga Uul nggak ikutan ya? Ee... ternyata dia juga mulai terserang flu. Aku sebenarnya juga sudah kena dan udah meler-meler, kepala juga sebenarnya nyut-nyutan tapi sayang kalau nggak ikut. Sepertinya fluku ini gara-gara kalap buka puasa beberapa hari lalu, semua masuk mulut, hi hi hi... dasar drembo. Gak tahan sih ngelihat soft drink dingin, ice cream, orane juice dingin dan air putih dingin. Gimana lagi, udara memang benar-benar panas waktu itu. Sebenarnya sudah ada persiapan obatnya cuma untuk meminumnya harus kutunda dulu, takut lambungku terserang lagi. Ketakutan ini ada sebabnya karena beberapa hari sebelum berangkat umroh lambungku bermasalah cukup berat akibat kebanyakan minum obat. Cerita terserangnya lambung nanti aja ya...

Tak berapa lama pak Helmy dari biro datang berpakaian ihrom. Weh, pak Helmy mau umroh sunah hari ini. Setelah memberi salam pak Helmy duduk disalah satu sofa yang beradapan dengan kami. “Nggak ada yang mau umroh sunah?” katanya begitu melihat suami berpakaian biasa. “Nggak ada Pak” terus katanya lagi “ Saya juga cuma siap-siap saja kalau memang ada yang mau umroh nanti saya antarkan, kalau tidak ada ya tidak apa-apa”. Sebenarnya sayang juga kalau waktu yang ada ini tak kami gunakan untuk umroh sunah, mumpung sudah sampai di tanah haram. Kalau sudah sampai tanah air lagi kan harus biaya lagi. Paling juga Cuma beberapa jam saja menyelesaikannya, tapi gimana lagi kondisi kami saat ini memang kurang siap untuk melaksanakan umroh sunah, eh... kurang siap atau kami saja yang kurang semangat ya..., he he he... dengan kata lain malas. Ah, enggak juga kalau dibilang malas. Buktinya setiap datang waktu sholat wajib, kami tetap semangat berangkat untuk berjamaah. Tapi kalau umroh memang butuh tanaga yang besar untuk towafnya dan untuk sa’inya. Kurang vit sih kesehatan kami, jadi kami harus benar-benar jaga kesehatan untuk melampaui hari-hari yang tersisa di tanah haram ini, masih ada lima hari lagi lhoh.

Bus yang kami tunggu tak juga datang padahal sudah lewat dari waktu yang dijanjikan. Pak Helmy lalu menghubungi seseorang lewat hand phonenya, entah siapa yang dihubungi. Yang jelas setelah hand phonenya ditutup dia jelaskan kalau busnya belum bisa masuk, kami diminta menunggu saja di hotel dan akan dihubungi lagi. Sambil menunggu bus jemputan kami ngobrol macam-macam. Tentang jamaah Zidni Silma yang harus pindah apartemen karena saat ada pemeriksaan ternyata tak memiliki alat pemadam kebakarannya, maka secepatnya jamaah harus dipindahkan. Padahal untuk mencari tempat di sepuluh hari terakhir Ramadhan susahnya bukan main apalagi ini butuhnya banyak. Otomatis biro kerja keras mendapatkannya. Meski akhirnya dapat tempat tapi kasihan, tempatnya lebih jauh dan agak naik bukit padahal jamaahnya banyak yang sudah tua. Katanya lagi, Jamaah kalau ditanyain dimana menginapnya. Jamaah akan menjawab “Disana” sambil jarinya menunjuk ke atas membentuk sudut 60o. Sehingga untuk bolak-balik ke masjid benar-benar perjuangan. Kami bincang-bincang juga mengenai menu buka puasa dan sahur, ternyata kami bisa order masakan selama ada bahannya dan sesuai biayanya. “Sebutin aja beberapa menu yang dimaui mbak, nanti catering akan mengusahakan kalau bahan-bahannya ada. Mereka suka kok kalau ada masukan dari jamaah” kata pak Helmy. Terus kata Atik nih, dia pengen dimasakin sayur asem, lodeh sama ikan asin, kalau bisa ikan asinnya tiap hari. Haiyah Tik... Mau jadi pus?. “Nggak apa-apa mbak, nanti bilang saja ke masnya yang di ruang makan, nanti saya juga akan sampaikan mudah-mudahan saja mereka bisa menyediakan” Jawab pak Helmy. Kami juga bincang-bincang tentang kemungkinan jamaah yang akan datang ke masjid besok Jum’at. Kebetulan Jum’at besok itu malam 27 Ramadhan, diperkirakan jamaah akan sampai di jembatan Mizfalah. Wao! Kurang lebih sekiloan itu jaraknya dari masjidil haram. Banyak banget!

Sudah jam sembilan kurang seperempat, belum juga ada kabar kapan kami berangkat, semakin siang berangkat semakin panas dan sempit waktu ziarahnya. Bisa-bisa hanya beberapa tempat saja yang bisa kami kunjungi, nggak asik donk. Pak Helmy lalu telpon lagi. “Busnya sekarang ada dimana, kalau memang nggak bisa masuk biar kami saja yang kesana” lalu telpon ditutup. “Mari Pak, mbak... kita jalan kesana saja, sepertinya busnya nggak akan bisa masuk”

Begitu kami sudah sampai dan masuk ke dalam bus, ternyata sudah banyak penumpangnya. Mereka dari biro yang sama dengan kami juga sih cuma beda tempat menginapnya saja. Kami kembali bertemu pak Khotip yang dulu mengantar kami ziarah di Madinah dan sekarang dia juga yang akan mengantar kami ziarah Mekah. “Kita kemana aja Pak?” “Banyak yang bisa kita kunjungi, ada Jabal tsur yang ada gua tsurnya, Jabal Nur yang ada gua Hironya, Jabal Rahmah, masjid Taneem, dan masih banyak lagi. Kalau waktunya nggak cukup ya nanti kita lewat saja”. Setelah semua oke, buspun melaju, tujuan pertama ke Jabal Tsur.

Kami sudah berada di kaki gunung Jabal Tsur, minibus lalu menepi. Kami dipersilahkan turun dan melihat-lihat. “Sepuluh menit saja ya kita disini, masih banyak tujuan kita” kata pak Khotib. Memandang dari bawah bersama orang-orang yang juga sedang menikmati Jabal Tsur yang tingginya mencapai 1.400 meter ini benar-benar membuat takjub. Bagaimana tidak, ini berkaitan dengan sejarah perjuangan Rosulullah. Dipuncak itu terdapat gua yang tidak besar ukurannya, untuk mendakinya dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam. Selain berat pendakiannya, untuk masuk kedalam gua tersebut harus dengan posisi tiarap dan setelah masuk hanya dapat duduk saja. Di gua itulah Rosulullah dan Abu Bakar pernah berlindung dan bersembunyi dari kejaran kaum Quraiys. Tapi upaya kaum Quraiys untuk menemukan Rasulullah gagal walau mereka sudah berada di depan gua karena pintu gua telah tertutup jaring laba-laba dan sarang merpati. Tak ingin melewatkan kesempatan mengenang tempat bersejarah ini, kuambil camera dan berfoto sebelum melanjutkan ziarah ketempat lainnya. Ah, ini juga fotonya dari bawah bukan naik ke guanya.

Setelah puas berfoto kami kembali ke minibus, perjalanan dilanjutkan. Kami melewati satu daerah yang sangat luas bernama Muzdalifah. Tempat mabitnya jamaah haji setelah wukuf di Arafah dan mengambil kerikil untuk melempar jumroh di Mina. Ada juga kami melihat proyek monorel yang dibangun dengan tujuan untuk mengangkut jamaah dari Mekah ke Arafah. Kebetulan lagi kok ya pas kereta apinya lewat. Sayangnya sopir bus tak mengurangi kecepatan jadi foto-foto yang kami ambil ya sekenanya saja dan hasilnya kurang bagus, begitu juga saat melewati masjid Namira, mina dengan tenda-tenda tahan apinya dan Jabal Nur yang ada gua Hira. Gua dimana Rosulullah mendapat wahyu pertama kalinya melalui malaikat Jibril. Bus terus melaju sampai akhirnya berhenti di satu tempat di Arafah, di jabal Rahmah. Dibukit inilah Adam dan Hawa bertemu setelah beberapa tahun berpisah. Ada sebuah monumen dibangun dipuncaknya. Sayang kami tak sempat naik keatasnya dikarenakan waktu yang sempit dan kami puasa. Kami hanya mengambil foto dari bawah saja tapi lumayanlah masih kelihatan tugu monumennya dan sempat juga foto onta berhiasnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10.30, kami harus segera kembali ke kendaraan karena diantara kami ada yang akan melaksanakan umrah sunah. Kami harus ke Taneem dulu mengantarkan jamaah untuk mengambil miqat. Taneem, tempat miqat terdekat dari Mekah. Setelah dari Taneem kami kembali ke Mekah. Cuma sayangnya saat sampai di Mekah didepan ada polisi yang jaga yang sedang memblokir jalan. Sopir sudah panik dan minta pak Khotib turun, minta supaya kendaraan kami bisa lewat karena membawa jamaah. Pak Khotibpun turun dan bicara dengan polisi sebentar kemudian balik lagi kekendaraan. Katanya “Kita harus memutar”, Kalau memutar berarti jauh lagi perjalanannya. Sopir lalu mengambil jalan lain, sebelum masuk terowongan bus ditepikan kekanan lalu atret. Tapi tak bisa jauh karena kondisi jalan yang ramai. Disinilah kami turun dan kembali ke penginapan dengan jalan kaki dibawah terik matahari yang menyengat walau matahari belum tepat ditengah-tengah. Tapi panasnya luar biasa dan jauhnya itu loh, lebih jauh dari waktu mau berangkat tadi. Mau gimana lagi?

16 Oktober 2011

catatan perjalanan umroh Ramadhan kami-19

Sahur Zam Zam


Ini sudah hari ketiga kami di Mekah untuk mengerjakan sholat tarawih, kami sudah lumayan tahulah tempat-tempat mana diseputar masjid yang penuh dan berdesak-desakan saat berlangsungnya sholat tarawih karena kami melewatinya setiap waktu sholat datang. Mulai trotoar dan dipinggir jalan menuju masjid, di Grand Zam Zam baik di selasar lantai bawah, di halaman depannya, dan di dalamnya, lalu di hotel Hilton dan masih banyak lagil. Kalau berangkatnya sendiri-sendiri sih mungkin masih gampang cari tampat, tapi kalau datangnya rombongan ya lain cerita... kecuali kalau mau terpisah-pisah. Kalau untuk di dalam dan di halaman luar masjidil haram ya jangan ditanya lagi, itu pasti fullnya. Apalagi kalau berangkatnya sesudah buka puasa di hotel ya nggak bakal kebagian tempat, kemungkinan dapetnya kecil. Memang ada sebagian yang pulang setelah sholat maghrib seperti kami tapi lebih banyak yang tidak pulang karena sayang meninggalkan tempat yang sudah didapat . Belum lagi jamaah yang membentuk shaf dadakan di lalu lintas jalannya jamaah, pasti akan segera bangkit dan meneruskan menuju masjid dan ini juga tidak sedikit jumlahnya. Di dalam masjid sendiri tempat untuk jamaah perempuan tidak begitu luas ada pembatas pagar besinya, memang ada beberapa lokasi tapi lokasi satu dengan lainnya terpisah jauh. Sholat pasti juga dalam keadaan bertumpuk-tumpuk shafnya, untuk sujud susah untuk duduk susah apalagi duduk tahiyat akhirnya dan ini berlangsungnya hingga jam sebelas malam. Hedeuw! Maka untuk hari ketiga ini kami langsung saja menuju Grand Zam Zam tak coba-coba lagi menuju masjid, inipun kami harus lewat jalan lain karena jalan yang biasa kami lewati sudah ditutup dari kemarin.

Saat kami sudah sampai di dalam gedung Grand Zam Zam ternyata kami harus nyari eskalator lain karena eskalator yang biasa kami pakai tak bisa digunakan, semua terkondisikan gerak menurun sedang kami harus naik. Haiyah! kami lari-lari nyari eskalator terdekat lainnya dan parahnya lagi kami belum tahu eskalator terdekat ada dimana, ada banyak orang yang searah dengan kami. Kalau sampai nggak ketemu ya lewatlah sholat berjamaahnya. Tapi untungnya kami cepat menemukan dan segera bergabung dengan jamaah yang shafnya sudah panjang ke belakang, yeee... saatnya berburu tempat disela-sela jamaah dan ngos-ngosan mengatur nafas setelah berlari-lari. Yaah.... idep-idep olahraga malam. Heheheh...

Walau kami sholat di Grand zam zam tetap ada kenikmatannya kok, karena shafnya masih terhubung langsung dengan jamaah di masjidil haram, suara imam syeikh Sudais dan imam penggantinya ketika membaca surat terdengar sangat jelas. Sound systemnya oke punya deh. Kenikmatan lain kenapa kami sholat tarawih di Grand zam zam, selain terhubung langsung dengan masjidil haram, tempatnya juga bersih, luas, dingin karena ada ACnya, serta tak berdesak-desakan jadi gerakan rukuk dan sujudnya bisa sempurna, ada satu lagi... bebas bawa makanan dan mudah cari pengganjal mata. Apa itu pengganjal matanya? Sesuatu yang bikin nggak ngantuk tentunya. Banyak yang menjual makanan dan minuman disini. Memang saat sholat isya’ mereka tak melayani pembeli tapi untuk tarawih mereka tetap buka, padahal mereka jualannya disamping jamaah yang sedang sholat. Yang mengantri juga banyak. Jadi hanya untuk mendapatkan segelas capucino atau espreso bisa sampai terlewat satu salam sholat tarawihnya. Hehehhe...

Tentunya tidak hanya ini saja pengganjal matanya. Ada yang bisa dilakukan selain minum kopi atau yang lainnya. Tapi sebenarnya memang wajar saja kok kalau ngantuk saat mengikuti sholat tarawih di masjidil haram, selain surat yang dibaca panjang-panjang, kitanya juga tidak tahu yang dibacanya sehingga nggak bisa ngikuti membaca dan lebih-lebih artinya. Target sampai akhir tarawih adalah khatam qur’an, jadi paling tidak tiap kali tarawih menyelesaikan satu juz. Bisa dibayangkan berapa lamanya kan, selain ngantuk kaki juga pegal. Biasa sholat tarawih dengan bacaan surat pendek saja kadang juga ngantuk, lha ini ya kudu berusaha keras supaya bisa mengikuti sampai selesai. “kalau nggak nyimak ya ngantuk, makanya bawa qur’an supaya bisa ngikuti yang dibaca imam” kata Ibu. Sejak itu setiap tarawih pasti bawa qur’an untuk menyimak bacaan imam. Dengan begitu jadi bisa menikmati ayat-ayat Allah yang dilantunkan dengan indah sampai akhir tarawih, rasa kantukpun lewat.

Selesai sudah tarawih yang kami kerjakan hari ini, kami segera balik ke hotel untuk istirahat karena besok masih harus bangun pagi-pagi untuk makan sahur. Dan seperti biasanya begitu pintu kamar terbuka kami segera melompat ke tempat tidur masing-masing sambil mendesahkan nafas kelegaan “huuh...” dan beberapa saat kemudian kami sudah terlelap, entah siapa yang duluan terbang ke alam mimpi.

“jam piro?”, jam berapa tanya Ibu saat melihatku membuka selimut yang menutupi kepalaku. Kulihat jam tangan yang selalu kupakai walau sedang tidur.

“Empat kurang seperempat”

“Lhoh kok Hpku wes setengah limo punjul...”, Hpku kok sudah setengah lima lebih kata Ibu mengoreksiku. Aku kembali melihat jam tanganku, meyakinkan apa yang kulihat tadi.

“Enggak Bu, Jam empat kurang seperempat kok”

Entah apa yang dikerjakan Ibu selanjutnya, yang jelas aku kembali memperbaiki posisi tidur. Baru saja selesai memperbaiki posisi tidur, pintu kamar diketuk. Ah, ini pasti salah satu dari penghuni kamar sebelah. Kalau nggak suamiku ya Bapak atau Uul. Aku segera beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu. Kulihat suamiku sudah membawa tas seperti siap mau ke masjid.

“Berangkat ke masjid dulu ya” katanya kemudian

“Lhoh sudah sahur?”

“Sudah, semua sudah mau ke masjid, sudah mau subuh ini”

“Ha! Waduh!”

Aku langsung gedandapan (panik), segera kubangunkan semua untuk cepat-cepat sahur sebelum adzan subuh berkumandang dari masjidil haram. Semua panik mencari-cari apa yang bisa dikonsumsi. Kucari di kulkas apa yang bisa dimakan bungsuku. Lumayan ada biskuit isi selai strowberry dan air zam-zam lalu kuberikan padanya supaya cepat dimakan, walau ngantuk-ngantuk akhirnya makan juga dia. Lalu kucari obat penunda haidku, ini harus diminum setiap hari, tak boleh terlewatkan sekali saja. Alhamdulillah dapat obatnya, segera kuminum dengan zam zam. Tiba-tiba adzan subuh berkumandang, kami harus menghentikan aktivitas memasukkan apapun ke mulut. Kami saling berpandangan, geli. Jadi sahurnya apa?

“zam zam plus obat batuk, antibiotik dan vitamin” untuk Ibu

“zam zam plus biskuit” untuk bungsuku

“zam zam plus obat penunda haid dan vitamin” untukku

“zam zam” untuk Atik

Ini artinya semua sahur zam zam, semoga Allah memberi kekuatan puasa kami sehari ini walau hanya zam zam yang kami konsumsi. Eh, tapi benar lhoh zam zam itu tergantung niat atau maksud peminumnya. Akan mengenyangkan untuk yang meniatkannya sebagai makanan, akan menyembuhkan untuk yang meniatkannya sebagai obat.

Seperti yang diriwayatkan Bukhari-Muslim, disebutkan bahwa setelah Rasulullah SAW meminum air dari sumur zam-zam, beliau bersabda :"Ia (air zam-zam) penuh berkah, ia (air zam-zam) adalah makanan yang mengenyangkan dan obat bagi penyakit".

Jadi nggak perlu takut menghadapi sepanjang hari kedepan hanya dengan mengkonsumsi zam zam, walau cuaca di tanah haram ini luar biasa panasnya. Enjoy aja lagi.

Posisi jarum pendek yang seperti ini nih yang suka bikin bingung antara jam empat kuraang seperempat dengan jam lima kurang seperempat, ini jam berapa hayo? Ah... untung masih inget tanggalnya walau tak tercantum di jamnya, 24 Agustus 2011


14 Oktober 2011

catatan perjalanan umroh Ramadhan kami-18

Ada yang kurang, tapi apa ya?


Kukemasi barang-barang bawaan setelah sholat sunah ba’diyah maghrib sambil melihat-lihat keadaan sekelilingku. Dalam benakku, aku ingin sekali masih berlama-lama berada disini, duduk menghadap ka’bah dengan jari-jariku yang tak berhenti bergerak menghitung ruas-ruasnya sambil berucap tasbih, tahmid dan tahlil, menikmati perilaku orang-orang kebanyakan, mendengarkan sesama jamaah bercakap-cakap walau sebenarnya aku tak mengerti apa yang diperbincangkannya, hanya melihat ekspresi wajahnya dan tangan yang senantiasa bergerak saat bicara. Apalagi masih banyak jamaah yang duduk dengan khusuk berdzikir, berdoa dengan tangan menengadah serta mata terpejam, bahkan ada yang berlinangan air mata saking sungguh-sungguhnya bermunajat pada sang Khalik, serta masih banyak juga yang menikmati kembali bekal puasanya. Ada sih, tak sedikit yang berdiri lalu meninggalkan tempat dan menghilang ditelan kerumunan jamaah yang lalu lalang, tapi kulihat jamaah yang baru datang dan mengalir masuk ke tempat ini juga banyak. Pasti susana tempat ini akan tetap semarak. Apa boleh dikata, keadaan tak memberiku pilihan lain, aku harus kembali ke hotel selepas maghrib untuk buka puasa bersama keluarga. Lalu kulihat seseorang berbaju hitam dari ujung kepala sampai lantai tapi kulitnya nggak hitam, berdiri mengawasiku dari jarak dua meteran, lalu bicara dengan bahasa isyarat seolah menanyakan “apa kamu akan meninggalkan tempat sholatmu, kalau iya aku kesitu ya gantiin tempatmu....” Mungkin ini karena dia melihat aku mengemasi barang-barang dan memasukkannya ke tas. Aku mengiyakan tentunya juga dengan bahasa isyaratku, ya iyalah... masak mau ngomong pake bahasa tanah air. Kulihat dia tersenyum lalu buru-buru melompati orang-orang yang duduk menuju kearahku. Belum selesai kukemasi barang-barangku dia sudah berdiri persis didepanku hingga membuat gerakku sedikit terganggu “sukron! Sukron!” katanya, badannya yang lumayan besar, lebih besar dati akulah membuat lahan ini semakin sempit, ah... mungkin takut kedahuluan yang lain menempati tempatku ini. Kumaklumi saja karena semua sedang mencari tempat yang lebih longgar dari saat sholat maghrib tadi apalagi jamaah terus saja mengalir, jadi semakin cepat berebut tempat. Setelah semua beres kucangklongkan tas bordir warna pink pemberian bulek Yah ini ke bahu, aku berpamitan pada ibu yang sedari tadi ada disebelahku, kalau ini orang Indonesia asalnya dari Kalimantan Barat. Katanya mbak yang tadi memberi aku tempat (teman si ibu dari Kalimantan Barat) ini akan menemaninya sebelum maghrib, tapi sampai usai maghrib ternyata tak jua datang. Mungkin kejebak macet dan nggak bisa masuk masjid lagi. Maaf ibu, terpaksa harus kutinggalkan disini bersama jamaah dari berbagai negara, semoga saja teman ibu ini segera datang menemani. Lalu aku melangkah menjauhinya, kutinggalkan juga tempat yang sedari dhuhur hingga maghrib menjadi lahan ibadahku, semoga tempat dan seluruh yang ada disini menjadi saksi di akherat nanti dan memperberat amal ibadahku. Amin Allahumma Amin. Seorang wanita berbaju hitam dari kepala sampai lantai tapi kulitnya tidak hitam kini yang menggantikan tempatku.

Aku berjalan diantara jamaah yang begitu banyak, laki-laki dan perempuan berbaur jadi satu. Ini yang membuat langkah suka tak bebas. Ada yang berjalan searah denganku tapi banyak pula yang berlawanan arah hingga jalan menjadi semrawut, tersendat-sendat melangkah. Tapi aku berjalan lebih cepat dari biasanya (kok bisa?) iya, karena jarak yang ditempuh kali ini lebih jauh dari biasanya selepas sholat maghrib dan kini aku berjalan sendiri, jadi untuk cepat sampai ketujuan aku harus mempercepat langkah. Barangkali saja saat aku masih dijalan ini, yang lain sudah sampai di ruang makan.

Aku sudah sampai diluar masjid, sandal yang kusimpan di dalam tas segera kukeluarkan dan kupakai. Baru terasa “kok sepertinya ada yang kurang ya?” Tas yang kubawa ini kok ringan sekali, pasti ada yang kurang dan aku yakin ada yang kurang, tapi apa ya. Ada sesuatu yang sepertinya tertinggal di tempat shaf jamaah perempuan yang letaknya dekat sa’i tadi, iya sepertinya aku meninggalkan salah satu dari yang kubawa. Lalu mulai kuamati diri. Masih ada jam tangan di pergelangan tanganku, ada masker yang menutup hidung dan mulutku. Aku terus berjalan sambil mencari-cari kekurangan. Lalu kubuka tas bordir warna pink pemberian bulek Yah yang selalu menemani perjalanan ibadahku. Dompet masih ada, kaca mata baca, qur’an, handuk kecil, buku tulis, pensil, kaos kaki juga ada, bahkan botol air mineral yang isinya tinggal sedikit ada di tas juga, tak ketinggalan. Tapi kok tetap saja ada yang kurang ya. Karena tak juga tahu apa kekurangan aku lanjut saja berjalan menuju hotel.

Sampai juga aku di ruang makan hotel, begitu membuka pintu ruang makan bisa kulihat semua sudah berkumpul disana duduk di depan meja dengan sepiring nasi beserta lauk-pauk dan segelas minuman didepannya. Riuh suasananya, semua menikmati menu buka puasa yang dihidangkan dari biro, bahkan sudah ada yang selesai. Sendok beradu dengan piring dan gemuruh percakapan dari sekian banyak jamaah melengkapi ramainya suasana, entah apa yang dibicarakan tapi semua bicara bersahut-sahutan. Aku baru sampai dan kulihat masih ada kursi kosong. Tak mau kalah sama yang lain dong, segera kutaruh perlengkapan yang kubawa dikursi yang tadi kosong, ini tandanya kalau kursi ini sekarang ada yang menempati biar nggak dipake yang lain saat aku mengambil makan. Lalu aku beranjak ke buffe mengambil piring, nasi sambil memilih-milih lauk yang disajikan. Akan sempurna juga nih akhirnya buka puasaku hari ini. Aku kembali ke meja makan bergabung dengan keluarga. Disinilah kami bertemu semuanya, sambil makan sambil bercerita apa saja. Diruang makan inilah memang saatnya kami berbagi cerita, informasi dan rencana. Bercerita apa saja yang kami lalui seharian ini, atau bercerita omong kosong saja. Dan yang pasti diruang makan inilah juga saatnya atau jadwalnya minum obat dan vitamin yang tak boleh dilupakan. Hayo! Siapa yang harus minum obat?

Dari ngomong-ngomong di ruang makan inilah, kami tahu kalau setiap makanan yang disajikan baik untuk buka puasa maupun untuk sahur pasti baru. Jadi tak ada makanan sisa yang disajikan lagi. Padahal dari hari pertama makan diruang makan selalu berlebih masaknya dan sisanya banyak sekali, ya nasinya, ya lauk-pauknya. Cukuplah kalau untuk dimakan beberapa keluarga. Terus diapakan makanan sisa ini? Apa ada yang ngambil atau disumbangkan? Tidak, sisanya ya dibuang aja. Duh sayangnya... Jadi ingat masyarakat di tanah air yang tak bisa makan.. kalau saja dekat yah, bisa dibungkus dan dibagi ke mereka.

Hidangan buka puasa sudah kami nikmati, kami sudah punya tenaga lagi untuk mengikuti sholat isya’ dan tarawih di masjid. Kami segera berkemas meningalkan ruang makan dan kembali ke kamar sebentar untuk mempersiapkan diri. Ya kekamar mandi dululah kalau memang diperlukan atau untuk memperbaharui wudhu. Kuambil tas bordir warna pink yang ada disandaran kursi lalu kucari alas sholatku yang biasanya kuselempangkan di alas kursi jika sedang makan. Lhoh kok nggak ada, kucari dibawah kursi barangkali tak sengaja jatuh saat kubersandar waktu makan tadi. Tapi tetap tak ada. Yah... ternyata ketinggalan di masjid tempat shaf perempuan dekat sa’i. Ini mungkin karena orang yang mau memakai tempatku tiba-tiba sudah ada didepanku persis sehingga membuat gerakku terganggu saat beres-beres barang bawaanku. Makanya kok tadi seperti ada yang kurang. Ini toh yang ketinggalan. Mau diambil sekarang ya nggak mungkin lagi, jamaah di dalam masjid pasti sudah penuh sekali saat ini, lagian tempatnya jauh. Ya sudahlah diikhlaskan saja.

Ini lhoh Phasmina yang jadi alas sholatku yang ketinggalan