12 November 2010

Puzzle Idul Adha


Di spanduk tertulis hari pelaksanaan “Idul Adha”, ada yang menyebutnya “Idul Qurban”. Dalam percakapan sehari-harinya, ibu-ibu biasa menyebutnya “Lebaran Haji”. Dan ditanah kelahiranku, kampung halamanku, tanah air beta.. masih terngiang jelas menyebutnya “Bakdo Besar”. Aiiih, sama saja maksudnya. Semua bermuara pada contoh sejarah nabi Ibrahim dan nabi Ismail. Sejarahnya yang telah sering terdengar saat pengajian di masjid maupun di musolla, sejarah yang diajarkan di sekolah umum sebagai pelajaran agama, sejarah yang diceritakan di sekolah mengaji sore anak-anak sebagai dongengnya. Buku-buku cerita juga banyak terjual, dan untuk menarik minat baca, banyak diterbitkan dalam bentuk komik untuk anak-anak. Hayuk kita buktikan, apa anak-anak kita telah tahu sejarahnya...

Mendekati hari raya Idul Adha, bahkan sebulan sebelumnya, di masjid-masjid telah dibentuk panitia pelaksanaan Qurban, mulai dari pengadaan sampai penyaluran daging qurbannya. Untuk memudahkan, para pequrban tinggal setor saja ke panitia uangnya sejumlah yang tertera, berapa rupiah untuk seekor kambing dan 1/7 bagian sapi. Begitu dimudahkannya, saat hari H tiba, tinggal melihat hewan qurban menunggu antrian kapan disembelih, dikumpulkan dengan yang lain, dipotong, ditimbang, dimasukkan dalam tas plastik dan siap dibagikan ke masyarakat sekitar. Tak perlu datang sendiri ke penjual, tak perlu menaksir umur, melihat keutuhan fisik, kesehatan, dan tak perlu tawar menawar. Semua sudah dimudahkan panitia. Qurban yang telah disembelih akan dikirim kerumah sebagian atau sebagai bagian pequrban untuk dinikmati sekeluarga atau mungkin akan dibagikan lagi pada orang-orang yang diinginkannya. Enaknya dimasak apa ya? sate, gule, tengkleng, sup? Waaaahhh lha kalau ini tergantung juru masaknya.. bisanya masak apa...

Kini saatnya Idul qurban di kampung halaman. Suasana yang selalu kurindukan. Biasanya hewan qurban yang dikelola masjid telah ada dua sampai tiga hari sebelum hari H, yah.. paling lama seminggu. Itu seingatku. Kalau lebih lama lagi mungkin akan merepotkan mengurusnya. Harus ngasih makan, ngasih minum. Apalagi kalau cuaca tak mendukung seperti hujan. Bisa-bisa hewan qurban sakit dan bisa mati. Maklum, semua nggak ada pengalaman pelihara kambing maupun sapi. Wallah wallah... jadi repot semua, belum lagi.. masjid harus mengganti hewan qurban. Tekor dong masjidnya.

Satu pekarangan yang lumayan luas, milik warga dipakai menampung hewan qurban, tentunya dengan meminta ijin si pemilik. Terpal sebagai pelindung dari cuaca panas dan hujan terpasang. Kambing-kambing dan sapi ditambatkan pada tiang, pada pohon, pada apa saja yang bisa digunakan. Anak-anak senang melihat sekumpulan hewan qurban yang lehernya terpasang tali memanjang ke beberapa tiang. Setiap sore menyambangi, mengelus-elus kepala kambing, memegang tanduknya, berusaha memasukkan daun kemulutnya. Ingin memberi makan.

“Itu kambingku, itu lhoh yang tanduknya melungker. Wuih tadi itu.. masak.. diseruduk sama kambing yang hitam jelek itu. Nakal itu kambing yang hitam itu”

“Iya, aku tadi juga lihat kok. Yok nggak usah dikasih makan yok, nggak usah deket-deket yang hitam. Ngeri aku, nanti kalau aku diseruduk”

Anak-anak, celotehnya selalu lucu-lucu. Mbing... mbing... ada yang nggak suka sama kamu lhoh. Makanya jangan nakal, jangan main seruduk. Tuh, kamu nggak dikasih makan sama mereka..

Tak hanya anak-anak yang datang melihat, bapak-bapakpun asik menaikkan anaknya ke punggung salah satu kambing, padahal anaknya sudah meronta-ronta nggak mau dinaikkan karena takut.

“Nggak papa.. nggak papa.. lhoo nggak papaa.. lihat tooo... nggak papa ini” si bapak... mbok ya sudah, wong anaknya sudak kejer gitu kok dipaksa, nanti malah trouma lhoh. Nyali anak kok disamakan dengan nyali bapaknya...

Ibu-ibu juga nggak kalah serunya, sambil menggendong anaknya mencari hiburan untuk anaknya supaya mau disuapi.

“Dik... dik.. itu lhoh dik kambingnya makan, yuk.. adik makan juga.. hak, hak, hak... haemmmm” slupruuutt... akhirnya satu suapan masuk kemulut.

Ternyata berkah qurban sudah dirasakan beberapa hari menjelang hari H. Semua menikmati kehadiran hewan qurban, mendapat hiburan, mendapat kesenangan, dan saatnya hari H nanti.. semua akan menikmati dagingnya..

***

Sehabis sholat isya’, anak-anak siap diarak oleh beberapa remaja masjid untuk takbir keliling kampung, obor kecil dari bambu dinyalakan dan dibawa oleh yang sudah agak besar. Mereka berbaris di depan masjid. Beberapa orang tua ikut berbaris dibelakang, akan ikut berkeliling kampung. Selain menjaga anaknya yang ikut dalam barisan, ternyata mereka juga senang. Saat barisan benar-benar diberangkatkan, takbir, tahlil dan tahmid berkumandang tiada henti. Remaja memimpin “Allaahu akbar.. Allaahu akbar.. Allaahu akbar, Laailaaha illallaahu Allaahu akbar, Allaahu akbar walillaahilhamud” disahut dari barisan dengan penuh semangat dengan lafal yang sama. Ada yang sampai terlihat benar otot lehernya saking semangatnya menyuarakan. Barisanpun berjalan menjauh, makin lama makin tak terdengar suaranya dan akhirnya barisanpun tak kelihatan karena berjalan kearah belokan gang kampung. Syiar islam menggema dari mulut-mulut mungil anak-anak kecil yang dengan senang melakukan perjalanan keliling kampung. Suaramu menjadi saksi di akherat kelak anak-anakku sayang.. Sedang sebagian lain. Remaja yang lain bersama pengurus masjid dan para sesepuh duduk dalam masjid, duduk bersila menghadap kiblat, dengan khusuk juga mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid. Semua siap menyambut hari raya Idul Adha esok hari.

Rute takbir keliling tak jauh mengingat dalam barisan adalah anak-anak, anak-anak SD, TK, bahkan ada yang belum sekolahpun ikut dalam barisan. Maka sebentar saja barisan sudah sampai ke halaman masjid lagi. Remaja memberi komando untuk masuk ke masjid. Anak-anak melepas sendal, masuk ke dalam dan duduk menunggu pembagian minuman pelepas dahaga, kue yang sudah disediakan ibu-ibu dibagikan, anak-anak menyambut dengan senang. Lihat senyumnya yang tulus menerima pembagian.. tak ada gumam mengeluhkan jenis kue atau jenis minuman. Semua menerima, membuka dan menikmati. Semoga Allah memberi keberkahan dari hidangan yang termakan. Amin. Kemudian anak-anakpun pulang dengan kebanggaan “Aku ikut takbir keliling”

Malam telah semakin larut, masjidpun akhirnya dikosongkan. Bapak-bapak pulang, remaja dan pengurus masjid pun pulang. Menyusun tenaga untuk pekerjaan besar esok hari.

***

Hari besar, hari yang ditunggu-tunggu. Setelah melaksanakan sholat Idul Adha berjamaah di pelataran masjid yang termasuk jalan kampung ini. Hewan-hewan qurban siap disembelih. Beberapa petugas yang akan menyembelih telah siap dengan pisaunya yang tajam, sekali tebas.. putuslah urat leher. Gilirannya penyamak kulit siap dengan keahliannya. Kambing yg telah mati digantung terbalik. Kepala dipisah dari badannya, badan dikuliti, dibelah perutnya, diambil bagian dalamnya. Hati, limpa dipisahkan, usus dan babat dipisahkan siap dibersihkan kotorannya. Kemudian seonggok daging dipindah ke terpal untuk dipotong-potong, ditimbang, dimasukkan ke kresek. Kerja sama yang hebat!

Ibu-ibu siap di dapur buatan, dapur sementara dipelataran masjid. Ada yang memasak nasi, ada yang meracik bumbu, ada yang meracik acar, ada yang menyiapkan piring, sendok dan gelas, ada yang menyayat daging kecil-kecil untuk dibuat sate dan gule. Semua terlihat sibuk membantu menyiapkan masakan dari sebagian daging qurban untuk makan siang panitia dan sebagian warga yang kebetulan lewat. Siapapun boleh menikmatinya.

Waktu berlalu, pekerjaan membagi qurban telah selesai dilaksanakan, terpal sudah kembali bersih, panitia juga sudah dalam keadaan bersih. Setelah sholat dhuhur, piring-piring ditata di dalam masjid, makanan siap disajikan dan semua menikmati hidangan yang dimasak ibu-ibu secara gotong royong. Alhamdulillah.. tugas mulia hari ini telah terlaksana. Semoga Allah meridhoi dan mencatat amal baiknya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar