10 November 2011

catatan perjalanan umrah Ramadhan kami-24

Perpisahan Ini Terasa Berat

Mengingat kesehatan Bapak yang butuh perhatian khusus dan nyaman untuk semuanya maka kami perlu bicarakan kapan sebaiknya waktu yang tepat mengerjakan tawaf wada’. Bagaimanapun mengerjakan tawaf itu butuh tenaga yang tak sedikit meskipun hanya berjalan santai. Yang kami pikirkan jangan sampai setelah tawaf malah dehidrasi dan nggak bisa melanjutkan puasa, sayang kan kalau sampai batal. Untuk itu kami berembug dan mengadakan pertemuan di Grand Zam Zam sekalian buka puasa disana. Dari pembicaraan yang rada-rada alot, hallah..., akhirnya kami sepakat kalau kami semua akan mengerjakan tawaf setelah makan sahur, dengan alasan setelah selesai tawaf masih ada waktu karena belum masuk waktu imsak jadi yang masih ingin minum silahkan minum, mumpung masih ada waktu. Deal kan dengan keputusan ini? Deal!

Usai shalat maghrib kami kembali ke hotel untuk menyempurnakan buka puasa di ruang makan hotel. Waktu yang sangat sedikit ini kami gunakan sebaik-baiknya dan saling mengingatkan kembali rencana yang sudah kami susun sebelum kami berpisah lagi untuk shalat isya’ dan tarawih. Intinya kami akan berangkat bersama-sama setelah makan sahur di hotel.

Tarawih malam ini ternyata lebih lama dari tarawih sebelumnya karena malam ini ternyata malam kataman tarawih. Sebelumnya kami tak tahu kalau malam ini malam terakhir tarawih bahkan menurut kami kataman masih besok tanggal 29 dan kami tak bisa ikut kataman. Wah, ternyata perkiraan kami meleset. Di rakaat kedua setelah imam membaca surat, imam melanjutkan dengan doa yang sangat panjang, kamipun serempak mengaminkannya. Ada kurang lebih satu jam kami berdiri mengaminkan doanya. Kami berusaha tetap berdiri dan berusaha tak bergerak walau kaki sudah pegal dan telapak kaki rasanya sudah menebal dan panas. Untung saja kami tadi telah sepakat kalau kami akan mengerjakan tawaf wada’ usai makan sahur, kalau saja tadi kesepakatannya setelah tarawih... waduh, tak bisa membayangkan bakal seperti apa capeknya malam ini nanti.

Rencananya setelah tarawih kami akan langsung kembali ke hotel, mengemas perbekalan yang sudah tak dipakai lagi dan istirahat. Tapi begitu sampai di jalan dan melihat begitu ramai suasananya kamipun mengurungkan niat. Ini suasana paling padat dari sepanjang malam yang pernah kami lihat dan pemandangan seperti ini tak akan bisa kami nikmati lagi karena besok kami sudah harus meninggalkan Mekah, mungkin malam tarawih akan kami lalui di bandara Jedah atau mungkin kami sudah didalam pesawat. Beberapa saat kami berdiri di pinggir jalan sambil mengamati seluruh penjuru yang mampu kami lihat. Tak ingin melewatkan suasanya maka langsung kuambil camera yang selalu ada di tas lalu kubidikkan beberapa kali. Malam ini akan jadi kenangan yang indah dan akan jadi salah satu ceritaku nanti saat sampai di tanah air.

Rasanya baru saja kami menapakkan kaki ke masjidil haram untuk mengerjakan rukun, wajib dan sunah umrah, duduk berlama-lama di masjid sambil menunggu waktu dhuha seraya jari ini terus membalik lembar demi lembar kalam Ilahi dan sesekali membasahi wajah dengan zam zam agar kantuk lenyap terganti kesegaran. Rasanya baru saja kami mengantri berdesak-desakan di keran yang berjejer di tempat-tempat tertentu di dalam masjid untuk sebotol zam zam dan rasanya juga baru saja mengantarkan bungsuku memegang ka’bah, ke multazam dan ke hajar aswad lalu shalat di hijir ismail dan di belakang makam ibrahim. Ternyata hari yang kami lalui berjalan amatlah cepat, tak terasa beberapa saat lagi kami sudah harus meninggalkan tanah haram. Kami harus segera mengemasi barang-barang perbekalan untuk dipak dan dibawa kembali ke tanah air. Sekarang tinggal menunggu waktu mengerjakan tawaf wada’ sebagai perpisahan dengan ka’bah dan masjidil haram.

Usai makan sahur kami langsung berangkat ke masjidil haram, kali ini tanpa Bapak karena Bapak sudah mengerjakan tawaf wada’nya semalam saat kami sedang tarawih. Itulah Bapakku, yang merasa sehat padahal kami mengkhawatirkan kondisinya. Obatnya juga jarang diminum, kalau kami ingatkan kenapa nggak minum obatnya, dijawabnya besok saja didobel. Kemaki kan? Merasa sehat wal’afiat padahal harus konsumsi obat tiap hari. Ini yang kadang bikin yang lain getem-getem apalagi kalau melihat pola makannya yang nggak ada kata diet. Tapi Alhamdulillah, nyatanya tawaf wada’ bisa dikerjakannya dengan baik dan Bapak masih dalam keadaan sehat. Alhamdulillah.

Kami telah berada di masjidil haram, berjalan menuju pelataran dan berusaha lebih mendekat ke ka’bah. Kupandangi terus dari atas ke bawah seakan tak mau lepas pandangan ini sambil kaki terus melangkah pelan menuju hajar aswad sebagai start tawaf wada’ku. Akhirnya sampai juga saatnya berpisah dengan Baitullah, perasaan sedih, haru dan penuh harap bercampur jadi satu. Betapa nikmatnya berada dekat-dekat denganmu, memandangmu, berjalan mengelilingimu, apalagi kalau saat ini aku mampu menyentuhmu, mendekatkan pipi ini dan bisa menciummu serta dapat berlama-lama memanjatkan do’a disekitarmu. Akankah dapat kunikmati lagi dan sedekat ini lagi denganmu dilain waktu? Disetiap langkahku, aku larut dalam doa dan disetiap satu putaran selesai.. perasaan sedih makin terasa, semakin dekat saja perpisahan ini hingga tak terbendung lagi air mataku. Yah... karena begitu puaran ke tujuh selesai, begitulah aku akan segera meninggalkanmu, berjalan membelakangimu tanpa menengok lagi ke arahmu dan setelah itu aku hanya dapat melihat gambarmu di album fotoku, di televisi, di gambar-gambar yang terpajang didinding sebagai hiasan dan juga di sajadahku. Kapankah sampai waktuku mengunjungimu lagi setelah kepulanganku ke tanah air? Ku berharap secepatnya dapat kembali kesini, berada dekat-dekat denganmu lagi, memandangmu lagi dan berjalan mengelilimu, aku akan berusaha lagi mendekatkan pipiku dan berusaha lagi menciummu serta berlama-lama memanjatkan do’a di sekitarmu. Ya Allah, penuhilah harapanku ini, perjalankanlah aku beserta seluruh keluargaku untuk kembali datang ke rumah-Mu secepatnya baik untuk berhaji maupun umrah. Amin Allahumma Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar