3 November 2011

catatan perjalanan umroh Ramadhan kami-23

Begitu nikmatnya malam ini

Malam dua tujuh Ramadhannya sudah lewat, doa panjang di malam tahajudnya tak sempat kunikmati karena mata ini terasa lebih berat dan tak juga cepat bisa dibuka yang akibatnya Ibu berangkat sendiri karena aku tak juga segera membuka selimut. Sebenarnya sudah diusahakan niat bangun dari sebelum tidur tapi kok ya nggak mempan juga, sudah diusahakan membuka mata saat Ibu mengajak mau ikutan nggak tahajut... kok susah sekali membukanya, kepala kok berat diangkat dan posisi yang paling nyaman itu kok ya tiduran sambil memejamkan mata, jadi paslah kalau mata ini akhirnya tak juga bisa dibuka. Lagi-lagi menyalahkan obat batuk pilek yang diberi Atik, dia yang jadi kambing hitamnya, dia yang jadi terdakwanya. Eh salah, bukan obatnya yang salah tapi yang memberi obat jadi ini semua gara-gara Atik, dialah yang jadi terdakwanya, obatnya bikin pada nggak bisa bangun. Dan Atik lagi-lagi juga mengelak dan menyalahkan yang ngasih resepnya, katanya dia kan cuma nurut apa kata pak dokternya. Benar... benar... sekarang ayo kita salahkan pak dokternya, dia yang kasih resepnya, gara-gara dia kita-kita nggak ikutan tahajut dan nggak sempat ikut do’a malam terakhirnya. Nanti kalau kita pulang mari kita salahkan pak dokternya. Pokoknya ini semua akibat dia ngasih resep yang bikin ngantuk, apa nggak ada resep obat yang nggak bikin ngantuk. Ah... Rasanya aksi mencari kambing hitam itu enak sekali ya, hehehehe... bukannya berterima kasih sudah dibantu diringankan sakitnya malah protes. Malas bangun saja pakai seribu alasan, berasa nggak bersalah dan nggak menyesal lagi nggak ikutan tahajud tapi benar kok ini semua gara-gara obatnya, hi hi hi hi.... masih berusaha ngeles.

Beberapa kali Ibu bercerita suasana malam dua tujuh, beberapa kali itu pula ada rasa kosong dan ada rasa terlewatkan, yah... waktu tak bisa diulang. Tapi beberapa kali pula Ibu menghibur kami, masih ada kesempatan ikut do’a, nanti pas malam terakhir tarawih ada doa kataman tarawih, cuma kapan tarawih terakhirnya kami-kami belum tahu. Kalau menurut waktu di tanah air, lebaran versi Muhammadiyah tanggal 30 Agustus 2011 sedang pemerintah tanggal 1. Nah lhoh Mekah ikutan yang mana ya? Kalau hitung-hitungan sisa surat qur’an yang belum dibaca masih panjang, jangan-jangan katamannya atau tarawih terakhirnya tanggal 29 Agustus, wah berarti tak ada kesempatan lagi mengikuti doanya karena kami tanggal 29 sudah meninggalkan Mekah menuju Jedah. Yah, apa memang harus diulang lagi perjalan umrahnya tahun depan?

Malam ini tanggal 28 Agustus 2011 kami sudah berada di Grand zam zam untuk sholat tarawaih, suasana disini sudah benar-benar ribut saking banyaknya yang datang. Ini sudah terjadi sejak dua harian yang lalu. Ini sepertinya penduduk setempat yang sudah mulai keluar rumah. Beberapa membawa anggota keluarga, yang remaja, anak-anak bahkan bayi-bayipun dibawanya serta. Diletakkan di stroller sementara ibunya shalat disampingnya. Yang bikin gaduh jika yang kanak-kanak ribut main atau menangis entah apa yang dimauinya. Belum lagi mesin pembersih lantai yang dijalankan saat jamaah sedang melaksanakan shalat, wah benar-benar mengganggu konsentrasi shalat. Bagaimana bisa mendengarkan bacaan surat imam masjid dengan jelas kalau mesin pembersih ada disamping dengan bunyinya yang super bising. Ditambah lagi polisi-polisi yang bicara keras-keras malah bisa dibilang teriak-teriak karena bicaranya dalam jarak berjauhan. Haiyah... ini gimana toh ya... ya..., mbok ya mbersihinnya nanti setelah shalat selesai atau pak polisinya kalau ngomong mbok dipelankan suaranya supaya yang lagi shalat bisa tenang mengerjakannya.

Tarawih masjidil haram mengambil dua puluh rakaat sedang witirnya bisa dikerjakan sendiri atau nanti setelah tahajut berjamaah. Untuk tarawihnya tiap dua rakaat salam, kadang menghitungnya bisa pas kadang suka kacau padahal sudah menandai dengan menggeser atau menekuk jari-jari untuk menghitung ini sudah rakaat yang keberapa ya, hehehhe... Tapi ya namanya lupa, akhirnya nggak tahu dan ngikut saja sama imam. Saat imam sudah membaca juz ‘amma berarti ini sudah tarawih terakhir bersiap-siaplah mendengarkan doa dari imam dan mengaminkannya. Saat dirakaat kedua dibaca surat-surat pendek dilanjutkan dengan doa, Qur’an yang tadi kubaca untuk menyimak bacaan imam kini kudekap lalu kuaminkan doa yang dibaca imam. Menit demi menit berlalu, imam membaca doa dengan lantang dan jamaah dengan riuh serempak mengaminkannya. Isak tangis terdengar dari berbagai penjuru jamaah, semua larut dalam doa yang dibacanya. Beberapa kali imam terhenti membaca karena sesenggukan yang tak bisa dihindarinya. Berlinangan air mata kesedihan meninggalkan ramadhan dan entah apakah akan sampai waktu menjumpainya lagi. Berlinangan air mata karena merasa kurang apa yang kami usahakan dalam mengisi ramadhan. Berlinangan air mata memohonkan kebaikan untuk semua umat. Semua doa yang ada di qur’an keluar dalam doa malam ini. Begitu indah doa yang terpanjat malam ini dan kami mengaminkannya.

Kaki ini begitu pegal, tumit ini sudah panas, lutut rasanya sudah tak bisa digerakkan lagi bahkan untuk menggeser sedikit saja. Tapi kucoba tetap bertahan dalam posisiku, yang teringat hanyalah bagaimana rasanya Rosulullah berdiri dalam shalat hingga kakinya bengkak. Ya Allah aku belum ada apa-apanya, ini baru beberapa menit saja sedang Rosulullah berdiri sepanjang malam. Ya Allah kuatkanlah kakiku menyangga badanku ini hingga ruku’ tiba nanti. Catatlah dalam kebaikan amal ibadahku malam ini. Mungkin ada satu jam kami berdiri dalam doa ditambah lagi bacaan surat waktu rakaat ke dua tadi. Ya Allah, baru sekali-sekalinya ini aku berdiri dalam shalat yang begitu lama hingga tumit terasa panas dan tebal, hingga lutut menjadi kaku tak bisa digerakkan, hingga raga ini seakan terasa melayang tak menyentuh lantai karena telapak kaki terasa tebal dan berat.

Hingga kemudian “Allahu Akbar”, imam memimpin ruku’. Kami mengikuti gerakan ruku’. Apa yang terjadi? Haduuh! Urat-urat lutut bagian belakang ini rasanya mau putus, sakiit... sekali. Harus pelan-pelan mengerakkannya, begitupun gerakan i’didal dan sujud, sekujur tubuh rasanya sakit semua. Sampai kemudian dibacanya salam tanda usai sudah tarawih malam ini. Yah, selesai sudah tarawih sebulan ini, inilah puncak dari semua tarawih yang pernah kualami dengan bacaan surat-suratnya yang panjang dan doa yang juga begitu panjang, betapa nikmatnya melalui semua ini. Kini tinggal puasa sehari lagi yaitu besok kemudian lebaran. Ah... kapan lagi akan kurasakan kenikmatan malam kataman tarawih di masjidil haram seperti malam ini, tahun depankah? Semoga Engkau perkenankan kami menjalani ramadhan disii lagi tahun depan. Amin Allahumma Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar