8 Mei 2009

Akhirnya Kami Punya Tanah Juga

Menempati rumah perusahaan yang lumayan besar dengan fasilitas air dan listrik gratis, tanpa batas pemakaian. Dengan perabotan yang sudah disediakan juga, dari perabotan kamar tidur, perabotan ruang tamu, perabotan ruang makan, perabotan dapur dan masih banyak lagi fasilitas lain. Membuat hidup seakan dalam khayalan. Karena kalau tidak pandai-pandai mengatur pendapatan, setelah pensiun akan kaget, kok tidak punya apa-apa atau kok belum punya apa-apa.

Banyak pengalaman teman-teman yang ketika menghadapi masa akan pensiun kaget. Karena dulunya, jauh sebelum pensiun kehidupannya hura-hura tanpa perhitungan, seolah-olah hidup akan selamanya di perumahan dengan berbagai fasilitasnya. Akhirnya pendapatan setiap bulan hanya untuk membeli barang-barang kebutuhan skunder. Sebut saja membeli baju, sepatu, tas, crystal, perlengkapan dapur yang harganya jutaan. Belum lagi ganti mobil setiap ada yang baru. Setiap bulan selalu menambah koleksi, seakan-akan tidak mau kalah dengan yang lain. Sampai-sampai lupa bahwa tinggal satu tahun lagi harus meninggalkan itu semua, sedang rumah yang semestinya akan ditinggali selanjutnya belum punya. Akhirnya uang pesangon dari perusahaan yang seharusnya digunakan untuk bekal dihari tua setelah pensiun terkuras untuk membeli rumah yang nilainya selalu naik dari tahun ke tahun.

Ada juga sebenarnya teman yang bijaksana, bisa membuat pos-pos pengeluaran dengan teratur. Sehingga ketika anaknya harus masuk perguruan tinggi, tidak kalang kabut. Ketika Emergency dan harus mengeluarkan uang extra tidak kesulitan. Dan ketika akan pensiun tidak bingung karena sudah punya tujuan akan menempati rumah pribadinya.

Keinginan membeli tanah atau rumah muncul waktu itu ketika teman-teman yang senior atau yang beberapa tahun lebih dulu bekerja dibanding suami, bercerita tentang tanahnya yang di Malang, rumahnya yang di Surabaya, anaknya yang kuliah di Jogja tinggal di rumah sendiri, malah ada teman yang mempunyai rumah lebih dari satu, ada juga yang disewakan, juga kakak yang sedang membangun tanahnya yang rencana untuk ditempati setelah pensiun. Hati kami tambah tergelitik lagi ketika teman yang sebaya suami juga sudah memiliki rumah. Ah, kami juga harus bisa membeli rumah atau tanah. Dari pada uang disimpan di Bank, lebih baik memang dibelikan rumah kecil-kecilan atau sebidang tanah. Karena tanah atau rumah harganya akan selalu naik setiap tahun.

Kami kemudian mulai membicarakan dengan orang tua, siapa tahu orang tua punya pandangan yang lebih bagus. Dari orang tuaku maupun orang tua suami memberi pandangan kalau memang akan membeli sebaiknya membeli tanah saja, mengingat masa pensiun suami masih lama, masih dua puluhan tahun. Nanti saja kalau sudah mendekati pensiun baru dibangun, supaya bangunannya baru dan model juga tidak ketinggalan jaman. Benar juga. Memang orang tua lebih berpengalaman. Akhirnya kami memutuskan untuk membeli tanah saja.
Nah, sekarang yang jadi pemikiran, mau beli dimana? Beberapa brosur real estate kami dapatkan, baik mencari sendiri maupun dari teman. Kalau seandainya beli di Surabaya, ini bisa untuk jaga-jaga kalau anak nanti kuliah di ITS, maklum suami alumni ITS jadi pengennya anaknya masuk ITS, padahal waktu itu anakku masih umur 6 tahun berarti masih SD kelas 1. Lalu apa beli di Jakarta ya, supaya nanti kalau pensiun bisa kerja lagi buka-buka konsultan atau apalah. Kalau di Solo kayaknya suami kurang tertarik. Aku sih iya aja mau beli dimana.
Akhirnya kami memutuskan untuk membeli tanah di Surabaya saja. Kami menghubungi orang tua, minta tolong untuk dicarikan. Kebetulan adik-adik suami masih kuliah di Surabaya, jadi hayo aja ketika dimintai pertolongan.

Beberapa waktu kami menanti kabar. Ada tanah bahkan rumah ditawarkan pada kami. Mungkin karena tidak jodoh, ada saja yang membuat kami tidak jadi membelinya. Kemudian kabar baik datang. Bapak telpon kalau tanah sepupu kami akan dijual. Bapak dan adik yang waktu itu diajak melihat sepertinya suka. Kemudian ketika suami ada keperluan ke Surabaya disempatkan mampir untuk melihat lokasi tanah yang ditawarkan. Sepertinya suami senang. Tejadilah tawar menawar dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembelian seperti pajak sudah lunas dan sudah balik nama. Deal!

Alhamdulillah, akhirnya tercapai juga membeli sebidang tanah. Yah, kami sekarang sudah memiliki tanah seluas 275m2 di Surabaya. Harganya seratus juta rupiah. Hasil tabungan kami selama 4 tahun. Angka yang tidak sedikit untuk waktu itu. Ini menghabiskan uang simpanan kami. Mudah-mudahan akan nada tanah-tanah selanjutnya yang akan jadi milik kami. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar