15 September 2011

catatan perjalanan umroh Ramadhan kami-2

Ayam jago di perutku sudah kukuruyuk dari tadi


Jadwal sudah dibagikan, disitu tertulis bahwa pesawat Garuda jurusan Solo-Jakarta yang kami tumpangi berangkat tanggal 18 Agustus 2011 pukul 07.45 wib. Kami diminta sudah tiba di bandara Adi Sumarmo Solo satu jam sebelum keberangkatan. Mengingat jarak rumah dengan bandara biasa ditempuh dalam waktu 30 menit, maka kami harus segera bersiap-siap karena kami hanya punya sisa waktu satu setengah jam saja usai sholat Subuh. Kami segera mandi dan mempersiapkan diri, mengenakan seragam batik warna coklat biru yang bertabur nama biro perjalanan “Zidni Silma”, mengecek kembali kopor yang akan kami bawa lalu menguncinya. Untuk lebih amannya kami tambahin gembog kecil, ini penting ini. Wallah... koyo isinya apa ya? Padahal ya cuma baju ganti selama perjalanan, hehehe.... Tapi ini penting lho, kalau di tempat tujuan nggak punya baju ganti kan repot. Pasti akan disibukkan dengan urusan cuci-mencuci disana. Selanjutnya kopor kami atur ke mobil. Setelah semua siap kami pamitan sama orang rumah dan tetangga yang kebetulan menyempatkan datang kerumah, lalu kami naik ke mobil dan menuju bandara.

Walau kami berangkat di jam sibuk kantor, tapi Alhamdulillah perjalanan ke Air Port lancar dan kami sampai di bandara tepat waktu. Satu-persatu jamaah yang sama seragamnya dengan kami juga mulai berdatangan. Kopor-kopor yang kami bawa diminta segera dikumpulkan, akan diurus secara kolektif oleh biro perjalanan dan katanya kami akan bertemu lagi dengan kopor-kopor ini setelah sampai hotel di Madinah. Masih dipelataran bandara, kami dibagi tanda pengenal yang dikalungkan, pin, boarding pass dan paspor. Tanda pengenal yang dikalungkan ini satu sisinya tercetak foto dan nama kami serta nama biro, disebaliknya tertera beberapa nama dan nomor telepon yang bisa dihubungi bila sewaktu-waktu kami butuhkan.

Selesai urusan tiket dan bagasi, kami diminta segera masuk. Inilah saatnya ulur sambut jabat tangan dan cipika-cipiki berlangsung. Kami berpamitan, minta maaf sepenuh hati dan mohon doa restu dengan famili yang mengantar. Seiring lambaian tangan, kami melangkah masuk ke Bandara menuju pesawat dengan keyakinan dan harapan, semoga perjalanan kami diberikan kelancaran, keselamatan dan diberi kemudahan menjalani seluruh rangkaian ibadah. Amin ya Robbal ‘alamin.

Anak tangga kami naiki satu-satu sambil membawa tas cangklong dan tas tentengan yang lumayan mengeluarkan tenaga membawanya, lalu berjalan menyusuri lorong kabin mencari nomor tempat duduk. Setelah ketemu kami segera mengatur barang bawaan, barulah bisa duduk dengan nyaman. Kebetulan kami (aku, suami dan bungsuku) duduk dalam satu deret. Sesaat kemudian pintu pesawat ditutup dan mesin pesawat dinyalakan. Pramugari dengan suaranya yang khas mengucapkan selamat datang dan ucapan terimakasih telah terbang dengan pesawatnya, mengenalkan pilotnya dan kemudian menjelaskan tentang keamanan dan keselamatan penumpang dalam pesawat. Bagaimana memakai, mengencangkan dan melepas kembali sabuk pengaman, bagaimana memakai pelampung, berapa ketinggian jelajah pesawat dan masih banyak lagi. Kemudian..., pesawatpun segera tinggal landas meninggalkan bandara Adi Sumarmo Solo tepat pukul 07.45 wib.

Setelah pesawat sampai pada posisi ketinggian yang diinginkan dan kondisi telah stabil maka isyarat lampu tanda memakai sabuk pengaman dimatikan, secepatnya daku sederetan nyari posisi yang nyaman yaitu mendorong kursi kebelakang, melepas sabuk pengaman dan menegakkan sandaran lengan. Sebenarnya dalam keadaan duduk dianjurkan tetap memakai sabuk pengaman, tapi rasanya kalau pakai sabuk pengaman kok susah bergerak yah, jadi kami abaikan anjuran ini. Tak hanya kami yang melakukan ini. Beberapa kursi penumpang yang sempat kulihat juga demikian keadaannya, tak terkecuali didepanku. Cuaca sepanjang Solo sampai Jakarta cerah, ini bisa dirasakan sepanjang perjalanan tak ada goncangan dan beberapa menit sebelum mendaratpun Pilot juga menjelaskan bahwa cuaca sekitar Jakarta cukup cerah. Lalu saat pesawat bersiap-siap akan mendarat Pramugari mengulang lagi kondisi cuaca kemudian meminta pada seluruh penumpang untuk kembali ketempat, menegakkan sandaran kursi, melipat meja dan memakai kembali sabuk pengaman. Pendaratanpun mulus dilakukan, Pilotnya emang pinter ini. Alhamdulillah, kami telah sampai di bandara Sekarno-Hatta, kami turun dari pesawat, menyusuri jalan yang lumayan panjang dan akan berganti pesawat “Saudi Arabian Airlines”.

Menurut jadwal penerbangan yang tercetak di boarding pass, pesawat akan berangkat pukul 13.15 wib. Wah berarti kami harus menunggu agak lama ini. Masalahnya sekarang kami mau nunggu dimana karena ruang tunggu keberangkatan belum dibuka. Lalu setelah kami rundingkan, kami sepakat sebaiknya menunggu di Musholla saja agar bisa beristirahat lebih nyaman, bisa selonjoran, rebahan, bahkan kalau mau tidur juga bisa, beneran, asli tidur beneran ini, banyak yang terlihat tidur nyenyak. Selain itu kami juga bisa mengerjakan yang lainnya, sholat dhuha, baca Qur’an dan menunggu sholat Dhuhur. Apalagi ini bulan Ramadhan, sepertinya pas-pas saja atau sah-sah saja dimana-mana membaca Qur’an, bahkan diruang tunggupun tak masalah. Banyak pemandangan seperti ini.

Waktu menunjuk ke lebih dari jam dua belas, adzan Dhuhurpun berkumandang dari muadzin di musholla ini, kami segera mengambil atau memperbaharui wudhu dan sholat dhuhur berjamaah. Setelah itu kami segera menuju ke ruang tunggu karena pukul 13.15 pesawat akan segera diberangkatkan. Kamipun bergabung dengan Jamaah dari daerah lain.

Dunia memang sempit adanya, saat kami baru tiba di bandara Soekarno Hatta tadi pagi dan berada diruang pengecekan tiket dan bagasi, kami dikejutkan dengan pertemuan yang tak terduga. Kami bertemu dua sahabat dari perusahaan dimana suami bekerja yang juga akan berangkat Umroh. Dan sekarang saat diruang tunggu kami bertemu lagi, ternyata kami akan berangkat dengan pesawat yang sama menuju Jedah. Sahabat kami namanya Pak Ramji Abdullah dan Pak Dhalil, mereka berangkat bersama istri. Menurut penuturan mereka, seharusnya mereka berangkat sehari sebelumnya dengan pesawat yang sama “Saudi Arabian Airlines”, tapi karena ada gangguan mesin pesawat maka penerbangannya diundur padahal pesawat sudah sempat terbang dan akhirnya kami akan dalam satu pesawat. Apa ini pesawat yang sama yang rusak mesinnya kemarin ya? Semoga saja tidak akan terjadi apa-apa hingga kami sampai ketujuan. Amin. Kami akan dalam satu pesawat sahabat, dalam satu perjuangan menuju Jedah dan kalau Allah berkehendak kemungkinan nanti juga bisa dipertemukan di Madinah maupun Masjidil Haram. Semoga Allah memberi keselamatan pada kami semua. Amin.

Pesawat terbagi dalam dua lantai dan kami berada di lantai atas badan pesawat. Aku, suami dan bungsuku duduk dalam satu deret, no duduk kami 20 A, B C. Bapak, Ibu, Atik duduk didepan kami, sedang Uul iparku, duduk diseberang kami. Dimasing-masing tempat duduk telah tersedia bantal dan selimut. Melihat yang demikian... rasanya ingin langsung berenang di alam mimpi. Maklum puasa-puasa bawaannya mau tidur terus, apalagi suhu ruang pesawat yang super dingin. Dan memang iya, setelah Pramugari selesai memperagakan bagaimana memakai sabuk pengaman dan sebagainya, lampu bergambar sabuk pengaman dan dilarang merokok dimatikan, kamipun langsung memposisikan badan senyaman mungkin dan menutup jendela supaya lebih nyaman. Hayuk tidur yuk...

Satu-persatu jendela susul-menyusul ditutup. Ruang pesawat kini menjadi gelap seperti malam hari, lampu-lampu kecil dinyalakan membuat suasana menjadi temaram dan semakin membulatkan niat kami untuk tidur lagi, hehehe.. bukan salah kami dong kalau bawaannya jadi pengen tidur, tapi ke-a-da-an... yang memaksa kami, iya kan?. Entah berapa lama kami pulas dalam lelap tidur. Kami terbangun gara-gara mencium bau makanan yang disajikan dan karena suasana yang tidak sepi lagi. Beberapa penumpang sedang sibuk membuka kotak makan dan menikmatinya, malah ada yang sudah selesai. Apa sudah waktunya buka puasa ya? Tapi kami bertiga dalam satu deretan kursi tak ada satupun yang mendapatkannya. Apa karena kami tidur sehingga kami tak mendapatkan bagian? Tapi setelah membuka jendela dan melihat keadaan diluar, ternyata langit masih terang-benderang. Ow, masih siang, masih puasa dong, Pramugaripun pasti juga yakin kalau kami sedang berpuasa jadi tak dibangunkan dan tak diberi bagian.

Waktu terus berlalu, kini giliran pembagian makanan yang ke dua. Entah ini jam berapa, yang jelas langit diluar pesawat masih terang benderang. Berarti masih bukan saatnya buka puasa. Kalau tadi kami tak kebagian jatah makanan karena tidur, maka kali ini jatah makan kami minta walau tak dimakan saat ini karena kami masih puasa. Tapi kan ini bisa buat bekal buka puasa saat bedug magrib tiba nanti. Weh, masih berapa jam lagi ya? Sedang jam di tangan sudah menunjuk ke waktu buka puasa di tanah air, bahkan lebih. Kami masih bertahan dengan puasa kami walau perut kami sudah mulai keroncongan dan tenggorokan kami sudah mulai mengering. Ayo, bertahan, sebentar lagi sampai. Eh, sebentar lagi? Sebentarnya sampai berapa lama lagi ya? Heuheuheu… Tiap kali mendengar plastik pembungkus sendoknya disobek dan aroma masakan yang menggiurkan, kami hanya menerka, ada berapa banyak lagi yang tidak puasa ya?. Memang kalau sedang puasa, apapun terasa enak terlihat dan tecium. Melihat kerupuk saja enaknya bukan main, apalagi ini mencium aroma masakan yang sepertinya lezat. Sekali lagi pandangan kami dipameri oleh Pramugari yang menawarkan minuman panas atau dingin, bersoda atau sari buah, hoaaa.... godaan banget. Tapi tiga paket makanan yang dibagikan, yang masih hangat, malah cenderung agak panas tak juga kami buka, kami tetap bertahan dengan puasa kami, kami tak ingin membatalkannya sampai akhirnya aluminium sebagai pembungkusnya terasa dingin.

Jam tangan memperlihatkan waktunya padaku, jarum menunjuk ke angka 10 dan panjangnya di 6. Pantas saja ayam jago diperutku sudah kukuruyuk. Lha ini sudah jam setengah sebelas malam di tanah air, sudah selesai tarawih dan biasanya diriku juga sudah berlayar ke pulau kapuk. Tapi baru saja Pramugari memberitahukan bahwa Pesawat yang kami tumpangi telah mendarat di bandara King Abdul Aziz dan waktu Jedah adalah jam 18.30 dan belum saatnya buka puasa. Hoaaa... masih nunggu lagi ya? Dari jendela terlihat matahari telah condong ke barat, langitnya sudah kuning. Kami turuni anak tangga pesawat berganti bus menuju ruang tunggu kedatangan. Kami duduk diruang kedatangan, menunggu dibukanya loket pemeriksaan paspor sambil menunggu bedug magrib. Informasi resmi kapan bedug Magrib tiba belum kami dapatkan, kami menunggu dan menunggu bedug magrib yang tak kunjung datang. Kami harus bisa bertahan walau perut kami semakin keroncongan dan kerongkongan kami juga semakin kering. Menelan ludah saja susah. Secara sudah hampir jam sebelas malam waktu tanah air.

Beberapa orang membuka makanan, dan menikmatinya. Lhoh... memangnya sudah Magrib ya? Kok kami tak mendengar apa-apa. Apa memang mereka tidak puasa sejak di pesawat atau sejak berangkat? Kami tak ikut-ikutan membuka, kami kan masih puasa. Baru setelah ada pengumuman resmi dan adzan magrib dikumandangkan, kamipun segera berdoa, doa buka puasa dan menikmati makanan yang kami bawa dari pesawat. Alhamdulillah, setelah kami menunggu 4 jam dari waktu seharusnya di tanah air, kamipun bisa menikmati bekal yang kami bawa. Hilang sudah dahaga kami hari ini, hilang sudah rasa lapar kami. Alhamdulillahirobbil’alamin. Betapa nikmatnya buka puasa hari ini setelah kelaparan dan kehausan yang tiada tara. Bagaimana yang tak bisa mendapatkan makan sampai seharian penuh ya? Bagaimana puasa Nabi dan para sahabat waktu itu ya? Ya Allah, cukupilah rizki kami dan keturunan kami. Jangan biarkan kami kelaparan dan kekurangan. Ringankanlah kedua tangan kami untuk membantu saudara-saudara kami yang membutuhkan. Amin Allahumma Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar