25 September 2011

catatan perjalanan umroh Ramadhan kami-8

Kemana ya Adikku?


Bus yang membuat perut terkocok-kocok dari mulai berangkat dan menelan korban satu orang mabuk kendaraan, harus terhoek-hoek yaitu Atik adikku, akhirnya parkir juga. Alhamdulillah... meskipun ini juga parkirnya butuh perjuangan karena harus ngantri dari begitu banyaknya bus yang juga mau parkir, semua ingin lebih dekat ke masjid. Nah ini dia yang bikin tambah mual, karena supirnya super-super- super nggak enak. Tiap kali maju sedikit langsung jret ngerem mendadak, tiap kali mundur juga begitu. Weh, lha pinter banget permainan gas remnya. Tobil.... tobil....

Tapi syukurlah, akhirnya kami turun juga dari bus yang memabukkan. Lega bisa menghirup udara bebas meski kondisi udara saat ini begitu panas dan kering, eh... padahal ini sudah jam empatan lho. Kini saatnya menitik situasi dimana bus kami parkir, disebelah mananya masjid dan disisi parkir mana agar setelah kami keluar dari masjid nanti tidak kebingungan mencarinya. Bus kami warna keseluruhannya abu-abu dengan polesan ungu sedikit dibagian sisi depan dan di kaca depan sebelah kanan ada tulisan “BUS 2”, yah... diingat-ingat ya... jangan sampai lupa jalan dan busnya. Kami berjalan beberapa langkah dari bus, disebelah kanan ada kios temporer yang menjual barang-barang kebutuhan umroh, ada sandal, kain ihrom untuk bapak-bapak, sabuk, gunting, dan masih banyak lagi. Setelah itu barulah kami sampai ke bangunan atau tembok masjid. Sekali lagi kami menoleh ke bus, semoga saja kami tak susah mencarinya nanti.

“Bapak-Ibu, kita jalan ke sebelah sini ya, disini pintu masuknya” teriak salah satu pembimbing, entah siapa.

Kami satu rombongan lalu berjalan mengikuti pembimbing yang sudah berjalan di depan, tentunya tetap sambil melihat situasi dan mengingat-ingat tempatnya. Kalau dilihat dari parkirnya bus berarti kami berjalan ke arah sebelah kiri bus. Nah, kini kami telah sampai, saatnya melewati pintu gerbang masjid.

“Ibu-ibu, kalau mau wudhu atau ke kamar mandi silahkan, tempatnya ada disebelah kanan khusus untuk jamaah wanita”

Kamipun mengikuti arahannya, ke sebelah kanan untuk wudhu kemudian masuk ke masjid untuk sholat sunah dan berniat umroh. Butuh waktu sebentar saja mengerjakan semua itu, kurang lebih sepuluh sampai lima belas menit. Kami lihat sekeliling ruang masjid diantara orang-orang yang sedang sholat. Atik adikku tak ada disini, mungkin masih dikamar mandi. Ganti pakaian atau membersihkan diri dari kena muntahan, mungkin saja ya. Kami bertiga (aku, Ibu dan Bungsuku) lalu keluar masjid dan kembali ke sisi masjid yang berdekatan dengan keluar masuknya jamaah dari kamar mandi menuju masjid. Siapapun yang meninggalkan kamar mandi dan menuju masjid bisa terlihat dari sini.

Menit demi menit berlalu. Tiap jamaah yang keluar bergerombol dari kamar mandi kami teliti apa ada adikku diantara mereka, tapi kok tidak ada ya, kemana dianya. Kami terus saja duduk menunggu, padahal kalau menurut waktu yang diminta dari biro, kami hanya diberi waktu dua puluh menit saja, lha ini sudah setengah jam lebih. Kemana dikau Tik?

Sementara itu bungsuku dari tadi ingin beli minuman bersoda di kios-kios yang berderet di selasar masjid. Katanya untuk buka puasa nanti, weh... buka puasa kok minum yang bersoda apalagi cuacanya ekstrim gini. Nanti kalau batuk gimana, Duh bisa drop nih kalau sampai sakit, tapi semoga saja tidak. Ingat, perjalanan ibadah masih baru mau dimulai. Tapi ya sudah, akhirnya aku mengalah dari pada ngeributin terus dengan satu syarat minumnya nanti kalau perut sudah terisi. Aku mengantar bungsuku sekalian cari-cari kalau ada yang bisa dibeli. Oh iya aku mau cari tisu, sedang ibu pilih tetap duduk di pojokan masjid menunggu Atik.

Minuman bersoda sudah kami dapatkan, tapi dari sepanjang kios yang berjejer tak satupun yang menjual tisu. Weleh-weleh... kok ya nggak ada yang jual ya. Terpaksa kembali dengan tangan kosong, hanya minuman bersoda saja yang kami bawa.

“Mbak, ditunggu Bapak disana” Kata bu Zaenal sambil menunjuk arah saat berpapasan denganku.

Aku mempercepat langkah diikuti bungsuku menuju tempat Ibu menunggu tadi. Yang terpikir adalah Atik sudah ditemukan dan sudah bersama Ibu, kami bisa segera bergabung dengan jamaah lain di bus dan segera berangkat ke Mekah. Tapi saat aku dan bungsuku sampai, sosok Atik belum ada. Hanya ada Bapak, Suami dan Uul iparku bersama Ibu. Lhoh dimana Atik, belum kembali juga? Kemana toh ya.... ya.... Berenam kami mengamati sekeliling pelataran masjid, mencari disela-sela setiap jamaah yang lewat. Apa kami terlewat pandangan saat dia melintasi ya? Sepertinya tidak. Sejak dari turun bus, dia terlihat buru-buru dan langsung masuk gerbang masjid. Bisa dilihat dari mukena yang dipakainya. Kebetulan kami memakai mukena yang sama, mukena bordir motif bunga-bunga besar, cuma beda warna saja. Jadi kalau sekelebat lewat, mudah dikenali. Jadi ingat cerita perjalanan umroh Bapak dan Ibu tahun lalu yang membawa cucu-cucunya. Waktu itu Bapak yang hilang, tapi syukurnya Bapak bawa hand phone jadi mudah ditemukan. Lha sekarang ini Atik tak bawa HP, bagaimana menghubunginya. Beberapa kali orang biro mendekat dan menanyakan apa sudah ketemu dan kami jawab belum. Baiklah..., aku masuk ke kamar mandi saja mencarinya, siapa tahu masih ada di dalam. Pasti jamaah sudah pada naik bus semua ini, tinggal menunggu kami bertujuh. Duh..., jadi nggak enak sama yang lain. Dimana toh kamu Tik... Tik? Kok ya tadi langsung pergi gitu aja, nggak ngomong-ngomong apa, mau apa... gitu. Kalau gini kan jadi bingung semua.

Ruangan yang besar, malah bisa dibilang sangat besar untuk ukuran kamar mandi ini terbagi dua blok (kanan dan kiri) dengan susunan sama. Harus kumulai dari mana ini mencarinya? Aku melangkah menuju ruang wudhu sebelah kanan. Kuamati betul satu-satu, tak ada diantara mereka. Lalu kesebelah kiri... juga tak ada. Aku melangkah lebih masuk lagi, ada banyak lorong disini. Aku masuk ke lorong pertama. Suara shower dari tiap-tiap kamar mandi dan orang-orang yang bicaranya kenceng-kenceng bikin gaduh suasananya. Kupanggil “Tik... Atik... kamu dimana?”, tak ada jawaban. Lebih kukeraskan lagi suaraku, tetap tak ada jawaban. Kumasuki lorong-lorong lainnya dan kupanggil lagi, juga tak ada jawaban. Kemana anak ini, kok raib begitu saja. Aku keluar ruangan, Ibu langsung menemukanku. Pandangannya mengatakan “Gimana, ada?”, aku langsung menggeleng. Aku menuju ruangan besar satunya yang susunan ruang-ruangnya sama dengan ruangan besar yang kumasuki tadi, tetap tak ada. Aku kembali ke tempat Ibu duduk. Kami sudah tak tahu lagi harus mencari dimana, kami tetap duduk di pojokan masjid sambil terus berharap semoga Atik cepat kembali bersama kami.

Tengtorenggg!!! Tiba-tiba saja Atik keluar dari bangunan besar yang didalamnya terdapat banyak kamar mandi yang tadi sudah kumasuki, yang tadi sudah kucari-cari dan kuteriaki. Kok bisa-bisanya tadi kupanggil nggak menjawab. Katanya nggak dengar, karena didalam berisik sekali. Iya... memang berisik sekali, pantas saja kalau tidak mendengar. Tapi kok kamu lama sekali di dalam, ngapain aja?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar