30 September 2011

catatan perjalanan umroh Ramadhan kami-10

Alhamdulillah, selesai sudah rangkaian ibadah umroh kami

Sudah beberapa jam kami berada didalam bus yang melaju di jalan raya, pinggang terasa pegal sekali, beberapa kali menggeliat dan mencari posisi nyaman. Tak juga mengurangi kepenatan. Menyelonjorkan kaki dibawah tempat duduk didepan kami juga kurang nyaman karena tak bisa lurus karena didalam kolong ada tas jinjing kami. Serba salah, duduk terus... panas dipantat, pinggang cemut-cemut, berdiri... nggak mungkin lah, secara busnya kencang banget, ini membahayakan diri namanya. Sopir bus lalu mengambil arah belok ke kanan ke jalan tol katanya supaya lebih cepat sampai dan terhindar dari kemacetan. Alhamdulillah... akhirnya kami sudah hampir memasuki kota Mekah. Ini tahunya juga karena Pak Helmy mengumumkan dengan pengeras suara lalu memimpin doa masuk kota Mekah.

Kota mekah, dengan begitu banyak keutamaan yang dimilikinya, diantaranya: Allah telah memilihnya sebagai tempat dibangunnya rumah Allah (Baitullah), juga sebagai kota kelahiran dan kenabian Muhammad Rasulullah. Selain itu sebagai tempat yang dijadikan Allah sebagai Tanah Suci yang aman yang tidak boleh ada pertumpahan darah dan tempat yang dimaksudkan untuk menghapus dosa-dosa. Begitu juga sebagai tempat yang Allah mensyariatkan kepada manusia untuk bertawaf di Ka’bah, juga sebagai tempat yang Allah mewajibkan bagi orang-orang yang mampu untuk mengunjunginya. Masih ada lagi, sebagai tempat dimana tidak ada sejengkal bumi pun yang Allah wajibkan hamba-hamba-Nya untuk menghadap & melambaikan tangan kecuali kepada Ka’bah, Hajar aswad, dan Rukun yamani, serta sebagai tempat di mana orang sholat di dalamnya maka pahalanya akan dilipatgandakan 100.000 dari sholat ditempat lain. Dan masih banyak lagi keutamaan kota Mekah. Subhanallah.

Tepat jam 02.00, sudah masuk hari Minggu. Bus merapat dipinggir jalan. Entah apa nama jalannya, jika lurus saja akan sampai ke masjidil haram, sebelah kanan dan kiri jalan adalah Grand zam zam dan Hilton. Kami bertujuh turun disini dengan tas-tas tentengan kami, sedang kopor-kopor kami akan diurus sesudahnya oleh biro. Eh ada orang lain gak yah yang juga turun sini tadi? Kok kami kurang memperhatikan. Yang jelas ada Pak Galih dari biro yang menunjukkan jalan sampai hotel. Sedang jamaah lainnya yang satu bus dengan kami melanjutkan perjalanan menuju apartemen. Kami memang berbeda tempat menginapnya meskipun dari satu biro. Mereka mengikuti program umroh yang satu bulan, sedang kami hanya ikut yang di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Kami harus jalan untuk sampai ke hotel karena bus tak mungkin lagi lebih masuk , jalan sudah di blok, didepan sudah padat jamaah dan kendaraan harus balik arah. Sampai di hotel kami tidak langsung ke kamar tapi diarahkan ke ruang makan, turun satu lantai dari lobby. Sengaja kami menuruni tangga karena mengandalkan lif lebih lama, harus ngantri dengan sesama jamaah. Lawong cuma satu lantai saja kok, ya nggak papa toh. Katanya ini makan malam. Wah, kalau sudah jam dua gini ya bukan makan malam lagi, ini sekalian sahur saja supaya bisa segera istirahat dan bisa segera mengurus diri untuk bisa lanjut ke masjidil haram.

Saat yang ditunggu tiba, berenam kami turun kelobby sedang Atik tidak ikut. Meski sudah berihrom dan niat umroh, dia harus menundanya karena masih berhalangan. Di lobby sudah menunggu Pak Achmat pemandu kami dan dua orang jamaah lengkap dengan pakaian ihrom. Kami segera berangkat ke masjid. Sepanjang jalan menuju masjid sudah penuh jamaah baik yang searah dengan kami menuju masjid maupun yang berlawanan. Kami terus melangkah mengikuti yang didepan sambil sekali-kali melihat kebelakang, jangan sampai rombongan kecil kami ada yang terlepas, atau tertinggal apalagi sampai tak kelihatan.

Puji syukur yang tak terkirakan kami panjatkan untukmu ya Allah, kini tinggal beberapa langkah lagi kami akan menuju masjidmu yang agung. Dinding-dinding megah berwarna abu-abu telah nampak jelas dihadapan kami. Tak sabar ingin segera menginjakkan kaki dan memasuki pintu gerbangnya. Kami lalu menuju ke pintu nomor satu, pintu King Abdul Aziz. Kami lintasi tiang-tiang kokoh yang jumlahnya tak terhitung. Dada berdegup tak percaya kalau telah menginjak lantai masjid. Ya Allah, benar-benar saat ini telah sampai langkah kami di masjid yang agung, masjid yang dirindukan setiap muslim. Kami lalu berjalan lagi lebih kedalam sampai ke anak tangga, aku memandang ke bangunan persegi yang terbalut kain hitam. Tak hanya aku yang memandang, kami semua memandangi bangunan kubus itu. Ya Allah, inilah saat yang tepat mengobati kerinduan yang telah lama terpendam. Kulihat ribuan manusia yang sedang bertawaf memutarinya dan pasti mereka tenggelam dalam doa-doa terbaiknya. Kami lalu memanjatkan doa bersama-sama dipimpin Pak Achmad sambil terus menghadap ka’bah. Kemudian kami menuruni tangga dan berjalan, berusaha mendekati ka’bah dengan cara ikut berputar mengikuti arus bersama orang-orang yang sedang towaf. Sampai di garis sejajar dengan Hajar Aswad kami memulai towaf. Kami mengangkat tangan ke arah Hajar Aswad sambil membaca “Bismillahi Allahu Akbar” lalu mencium tangan kami. Kami berdoa mengikuti doa yang dibaca Pak Achmad sambil terus melangkah memutari ka’bah. Jamaah begitu banyak disekeliling kami, semua menyerukan doa, hingga pendengaranku, mungkin juga yang lain campur aduk antara doa yang dibaca Pak Achmad dengan doa yang dibaca jamaah disekeliling kami, karena tiap kali Pak Achmad membaca doa kami tak bisa mengikuti bacaan seutuhnya. Akhirnya kuputuskan untuk membaca doa sendiri saja, aku kan bawa bukunya jadi aku bisa membacanya dan memanjatkan doa-doa lain semampuku, banyak-banyak istighfar dan dzikir.

Alhamdulillahirobbil’alamin, tujuh putaran towaf telah selesai kami kerjakan. Walau baju kami basah karena keringat dan telapak kaki kami terasa panas, tapi tak menyurutkan langkah kami untuk segera mengerjakan rukun selanjutnya. Kami segera menuju ketempat sa’i, tapi sebelumnya kami mampir dulu di tempat zam-zam sebelum adzan subuh berkumandang. Kami minum dan sedikit mengguyur muka kami agar lebih segar. Rombongan yang tadinya bersepuluh telah terpecah-pecah karena keadaan. Pertama saat towaf. Kami harus berpisah dengan Bapak karena beliau batal, Bapak harus mengambil wudhu lagi. Terpaksa harus meninggalkan tempat towaf sedang kami tetap meneruskan towaf. Kemudian saat kami ditempat zam-zam, saat sedang minum kami (aku, Ibu dan bungsuku) sudah disuruh meninggalkan tempat tersebut oleh askar-askar karena sebentar ladi masuk waktu subuh. Sudah tidak boleh ada jamaah perempuan ditempat itu. Terpaksa kami meninggalkan rombongan dan langsung menuju ke bukit sofa untuk memulai sa’i.

Doa kami panjatkan sebelum melangkah, tangan kami terangkat ke arah Hajar Aswad sambil berucap “Bismillahi Allahu Akbar”. Mengingat jarak yang akan kami tempuh cukup jauh, dari bukit Sofa ke bukit Marwa kurang lebih 400 m dan kami harus bolak-balik sebanyak 7 kali, maka kami melangkah setengah pelan apalagi kami dalam keadaan puasa. Kami harus bisa mengukur kemampuan kami. Inipun juga sudah bercucuran keringat, apalagi kami baru saja menyelesaikan towaf dan langsung sa’i. Baru selesai satu setengah, bungsuku mengeluh mau buang air kecil.

“Waduh entar ya dik ya, bisa diempet kan... udah mau nyampai di bukit Sofa kok, habis itu kita langsung ke kamar mandi”.

Pergi ke kamar mandi sama bungsuku berarti harus meninggalkan Ibu sendirian di tempat sa’i, duh gimana ini? Tapi ternyata ibu ambil keputusan menunda menyelesaikan sa’inya dan ikut mengantar kami.

Bangunan toilet dengan papan berukuran besar bergambar orang bercadar menandakan itu toilet perempuan sudah kelihatan, sementara itu Adzan subuh sudah terdengar. Wah, bakalan nggak dapet sholat subuh berjamaah nih karena kelihatannya banyak juga orang yang menuju toilet. Ibu memutuskan tak melanjutkan ke kamar mandi, selain kamar mandinya sudah dekat dan sudah kelihatan dan sebentar lagi sholat subuh dimulai, maka ibu memilih mencari tempat, bergabung dengan shaf perempuan untuk sholat berjamaah. Kami janjian akan bertemu lagi di tempat yang kami tandai. Benar saja, setelah kami keluar toilet ternyata sholat subuh sudah selesai. Jamaah sudah pada berdiri dan berhambur. Mencari ibu kok ya sulit ya diantara orang lalu lalang, padahal tadi sudah janjian yang kami tandai. Mungkin karena tergeser dari jamaah lain atau pandangan yang terhalang jamaah menjadikan tak mudah menemukan Ibu. Untung saja kami mengenakan mukena yang mudah dikenali walau dari jarak jauh. Saat jamaah tergeser kami bisa langsung melihatnya. Akhirnya kami kembali bersama lagi. Namun kali ini aku dan bungsuku harus sholat subuh dulu. Nah... ini yang susah nyari tempatnya. Kalau dihalaman ini rasanya nggak mungkin lagi untuk sholat karena jamaah sudah mulai lalu lalang. Kami kembali masuk ke masjid, ke bukit Sofa dan mengerjakan sholat subuh disana kemudian melanjutkan mengerjakan sa’i yang tertunda, masih kurang lima.

Akhirnya selesai sudah kami mengerjakan sai, kini saatnya tahalul memotong paling sedikit tiga helai rambut, memotong lhoh ya... bukan mencabut. Nah itu dia, kami tak bawa peralatan untuk potong rambut. Mau potong pakai apa nih atau pinjam siapa ya? E... kok ya tiba-tiba aja ada yang menyodorkan gunting ke Ibu. Kemudian Ibu memotong rambutnya lalu memotong rambutku dan bungsuku... aku yang memotongnya. Selesai sudah rangkaian ibadah umroh kami. Alhamdulillahirrohmanirrohim. Kamipun kembali ke hotel, istirahat, nanti siang kembali ke masjid untuk sholat dhuhur berjamaah. Semoga Allah memberikan kesehatan dan kekuatan pada kami untuk mengunjungi masjid sampai hari terakhir kami di Mekah. Amin Allahumma Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar