14 September 2011

catatan perjalanan umroh Ramadhan kami-1

Segala puji untuk-Mu Ya Allah yang mengatur perjalan kami


Beberapa kali Bapak mengingatkan, bahwa jadwal perjalanan Umroh Ramadhan sudah keluar, sudah pasti berangkat tanggal 18 Agustus 2011 dan kembali tanggal 29 Agustus 2011. Jadi sebenarnya kami (aku, suami dan bungsuku) sudah bisa memperkirakan kapan akan berangkat meninggalkan Bontang. Tapi karena pekerjaan yang masih banyak, masih menumpuk dan semuanya harus selesai, serta sekolah juga belum mulai libur untuk libur lebaran, maka kami belum tahu pasti kapan akan berangkat. Padahal semakin mendekati lebaran, tiket penerbangan pasti penuh, harga menjulang tinggi dan kemungkinan mendapatkannya juga kecil. Apalagi kami butuh empat tiket. Tapi apa boleh buat, tak mungkin meninggalkan pekerjaan dan tanggung jawab yang belum selesai begitu saja. Yah... Optimis sajalah akan mendapatkan tiketnya.

Hari berganti, seperti dikejar waktu rasanya. Pekerjaan tak jua habis sampai hari semakin dekat dengan hari keberangkatan Umroh. Alhasil merondapun jadi kebiasaan, jam tidurpun jadi semakin larut bahkan menjelang pagi. Mata rasanya pedas menatapi layar laptop, pantat semakin panas karena bertahan duduk di depan meja. Maha suci Allah yang telah memberi kesehatan pada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan satu per satu pekerjaan. Hingga akhirnya kami bisa memutuskan untuk berangkat tanggal 17 Agustus 2011 dengan pertimbangan pekerjaan yang tadinya menumpuk semakin susut dan akan bisa kami selesaikan pada waktunya, meski ada satu ganjalan, jadwal libur sekolah belum mulai. Semoga tidak menjadikan ketertinggalan buat bungsuku, hanya dua hari saja kok ijin tidak masuk sekolahnya, hehehe… Ini jadwal yang terbaik menurut kami, jadi ini yang paling paslah untuk keberangkatan kami.

Perjalanan keberangkatan ini akan terasa panjang dan melelahkan, itu pasti. Mengingat, pekerjaan kami belum sepenuhnya selesai, jadi jadwal merondapun masih berlaku sampai sehari menjelang hari H keberangkatan. Dan lagi, tanggal 17 Agustus 2011 bertepatan dengan hari Proklamasi Kemerdekaan RI, tanggal merah, libur nasional. Berarti jadwal pesawat dari Bontang ke Balikpapan tidak ada. Terpaksa kami jalan darat. Hmm… butuh waktu kurang lebih lima jam untuk sampai ke Balikpapan. Sedang pesawat ke Jogjakarta dijadwalkan jam sembilan kurang seperempat. Jadi paling lambat kami harus berangkat jam tiga dini hari. Pas berat-beratnya mata atau pas ngantuk-ngantuknya. Harusnya kami bisa memanfaatkan sisa waktu ini untuk tidur, melepaskan kepenatan yang menumpuk beberapa hari.

Suami sudah menghubungi Doni untuk sewa kendaraan, ini kami lakukan supaya kami bisa istirahat dalam perjalanan. Dan sesuai kesepakatan, kami akan dijemput tanggal 17 Agustus 2011, jam dua dini hari. Dengan maksud agar perjalanan Bontang – Balikpapan bisa agak santai. Maklum saja, penumpang yang akan menggunakan jasa transportasi ini punya kelemahan, biasa mabuk darat bila sopir tak hati-hati mengendarainya. Apalagi dalam kondisi capek dan stamina agak keforsir, serta berharap akan bisa berpuasa sepanjang hari nanti. Pastilah sangat tidak enak kalau sampai mabuk. Kepala pasti akan terasa berat dan akan semakin berat dengan lamanya perjalanan, serta badan akan terasa lemas, dingin ditengkuk dan dipunggung. Benar-benar ini akan membuat tak nyaman sepanjang perjalanan. Meski sebenarnya diperbolehkan bagi kami untuk tidak berpuasa sebagai musafir, tapi kok ya sayang ya membatalkan puasa Ramadhan, berat nanti menggantinya dihari lain. Iya kan?

Habis sudah malamnya... tinggal menit merambat menjelang dini hari, menjelang tanggal 17 Agustus 2011. Alhamdulillah semua pekerjaan bisa terselesaikan, senyumpun sudah bisa mengembang tanda kepuasan dan kesyukuran. Kopor-kopor juga sudah tertata di ruang tamu berikut barang tentengan, siap diangkut ke mobil sewaan jika sewaktu-waktu datang. Bertumpuk-tumpuk kertas dalam beberapa map sudah tersusun di meja, siap diambil orang kantor besok pagi. Walau keadaan sangat melelahkan, tapi kami harus secepatnya bersiap diri. Pertama kami harus mandi tengah malam supaya besok tak begitu terlihat kucel, untungnya ada air hangat. Lalu mengecek kembali barang bawaan dan memastikan bahwa tak ada yang ketinggalan.

Jam telah melewati angka 2 dini hari, jasa transportasi yang kami tunggu belum juga datang. Ini yang bikin kami gelisah. Menurut kesepakatan awal, harusnya sudah datang. Nggak ada alasan macet. Nggak ada ceritanya Bontang macet. Beberapa kali suami buka pintu dan melihat keluar rumah, mengamati apa mobil sewaan sudah datang. Memastikan barangkali saja kami didalam rumah tidak mendengar suara mobil jemputan kalah gaduh dengan suara AC. Tapi beberapa kali juga suami kecewa, karena memang mobil jemputan belum datang. Jarum jam semakin bergeser, kecemasanpun semakin meliputi hati kami. Mau dijemput jam berapa ini, kok mobil tidak datang-datang dan tak ada kabar. Tak biasanya seperti ini, jika kami memakai jasa transportasi sewaan. Kalau ada apa-apa pasti memberitahu, bahkan sebelum berangkatpun biasanya sudah mengingatkan kami untuk siap dijemput. Tak ada juga telepon dari pos Security yang jaraknya kurang lebih satu kilo dari rumah kami yang memberitahukan bahwa ada mobil mau masuk komplek untuk menjemput kami. Akhirnya suami menghubungi Doni, memastikan posisi mobil jemputan yang kami tunggu sudah sampai dimana, dan setelah tersambung… Apa yang terjadi? Melihat ekspresi suami mendengarkan suara HP, kuyakin pasti ada yang tak beres. Benar saja. Haiyaaaahhhh… yang benar saja ! Doni salah jadwal! Dikiranya kami berangkat besok pagi. Walah-walaah Doniiii... Doniiii...! Kami sudah mrongos nungguin kendarannya.

Donipun mengusahakan akan mencarikan mobil pengganti karena mobil yang kami pesan sudah tidak ada atau sedang dipakai. Weladalah, apa ya ada ya mencari mobil sewaan mendadak. Kalau siang hari sih mungkin masih ada, lha ini dini hari. Masalahnya lagi adalah berapa lama kami harus menunggu mendapatkan mobil penggantinya?, lima menit.. sepuluh menit.. atau setengah jam? ini waktunya sudah mepet sekali. Keputusan yang terbaik adalah bawa mobil sendiri dan sampai Balikpapan nanti, mobil dititipkan di kantor PT Badak Balikpapan dari pada menunggu yang tidak jelas. Semoga saja perjalanan kami diberi kelancaran dan selamat. Secara badan sedari tadi sudah capek, sudah pegel dan mata juga belum terpejam sedari siang. Ya Allah, hanya kepada-Mu kami serahkan perjalanan kami dini hari ini, berikan kelancaran perjalanan kami.

Untung saja pasokan bensin di tangki mobil masih penuh, jadi bisa langsung jalan dini hari ini. Allah masih memberikan keberuntungan pada kami, semoga saja Allah juga akan memberikan kelancaran dan keselamatan perjalanan kami. Amin Allahumma Amin. Akhirnya mobil Kijang Krista kami melaju dengan penumpang 4 orang, aku, suami dan dua putri cantikku. Kami melewati perjalanan dini hari dengan kecepatan setengah cepat, setengah lambat… Ow, kalau yang ini harus dan hati-hati dengan setiap belokan, tanjakan, turunan, lubang di jalan, serta waspada dengan sesama pengguna jalan. Karena ini sangat berpengaruh dengan cara mengoperasikan kendaraan. Kalau ini dilanggar, berarti akan sering terdengar : awas... awas... ! hati-hati !, pelan... penan.... Penumpangnya emang cerewet sekali. Iya, karena semua sensitif, mabukan. Apalagi mata yang sudah berat ini dipaksa melek memelototi jalan, pasti akan lebih mempercepat pusing kepala dan mual, tanda-tanda mabuk darat menyerang. Nggak tanggung ya kalau sampai muncrat.

Obat anti mabuk! Itu senjatanya. Tapi efeknya... Rasa kantuk pastilah menyerang, iya.. jelas itu. Tapi tetap saja harus berusaha membelalakkan menemani suami. Sliur.. melek lagi, sliur.. melek lagi, berulang-ulang terjadi. Suami yang sedang dibelakang setirpun pasti juga tak kuasa menahan kantuk, sekuat tenaga berusaha melawan serangannya. Segala cara dipakai, menepuk muka, minum, membasahi muka, dan sesekali membuka jendela. Sedang dua putri cantikku sudah terlelap di jok tengah. Ini bahaya sekali, karena lelap sedikit saja... nyawa taruhannya. Tapi menghentikan mobil saat ini sepertinya bukan waktu yang tepat karena kami dikejar waktu, kami harus cepat sampai di Air Port. Lalu... saatnya sholat subuh datang. Kami lihat sebuah masjid sudah ramai dikunjungi jamaah yang mengenakan perlengkapan sholatnya. Mereka pasti akan mengerjakan sholat subuh berjamaah. Barulah kami menepikan mobil di pelataran parkir masjid. Mengambil air wudhu, sholat Subuh berjamaah dan setelah itu istirahat sebentar. Benar-benar sebentar, karena kami tak mau ketinggalan pesawat.

Beberapa kali HP berdering, menanyakan sampai dimana keberadaan kami. “sebentar lagi nyampai pak” itu yang dijawab suami. Alhamdulillah... Akhirnya setelah menempuh perjalanan kurang lebih 5 jam, kami tiba juga di Bandara Sepinggan Balikpapan. Begitu sampai di depan pintu keberangkatan dan melihat Pak Supartono, kawan yang mengurus tiket keberangkatan kami ke Jogjakarta, dan untungnya masih banyak tempat kosong di sepanjang jalan ini, suami langsung menepikan mobil mengambil parkir. Kami segera mengurus bagasi karena sudah waktunya cek in dan menitipkan kunci mobil kami ke Pak Supartono untuk mengurusnya dan menitipkannya ke kantor PT Badak selama kami tinggalkan di Balikpapan. Hampir sebulan akan kami tinggalkan, semoga tak ada kendala dan tak terjadi apa-apa. Pasrah saja.

Kami masuk ke ruang tunggu, memposisikan duduk. Menyelonjorkan kaki yang sudah tertekuk beberapa jam, menyandarkan punggung ke sandaran kursi dan memejamkan mata walau tak sampai lelap. Bagaimana bisa lelap? Posisinya tak nyaman, sebegitu banyaknya orang lalu lalang didepan kami, berisik, gemuruh mulut-mulut yang bersuara dan derik kopor-kopor yang ditarik. Belum lagi suara pengumuman yang rasanya lantang memenuhi ruang tunggu setiap menitnya. Tapi lumayanlah untuk memulihkan kondisi badan yang sudah seharian berpacu dengan kegiatan dan beberapa jam berada dalam mobil, tegang mengawasi jalan.

Panggilan penumpang untuk segera naik ke pesawatpun terdengar. Kami harus mengakhiri masa istirahat di kursi ruang tunggu bandara menuju pesawat dan terbang. Mata masih terkantuk-kantuk, kepenatan masih membelenggu, pasti lusuh banget keadaan kami ya... Tapi kami masih punya senyum, akhirnya kami akan mengarungi pulau mimpi di atas awan. Zzzz… kamipun terlelap cukup lama. Bangun-bangun setelah 1 jam 45 menit kemudian, saat kami mendarat di Bandara Adi Sucipto Jogjakarta. Segala puji bagi-Mu Ya Allah yang telah mengatur perjalanan kami.

Kami membawa barang bawaan keluar bandara Adi Sucipto Jogjakarta. Empat kopor, satu dus dan beberapa tas tentengan. Kami mencari-cari mobil tumpangan yang tepat yang akan membawa kami ke Solo. Naik apa ya? Taxi sedan pasti tak cukup mengangkut kami beserta bawaan. Dengan bawaan yang begitu banyak yang terbaik adalah memakai Inova, Avanza atau yang sejenisnya. Hayo, siapa yang punya? bisa disewain lhoh, hehehe... Saat sedang menimbang-nimbang mau pakai apa, samar-samar ada yang menyebut nama suami.

“Pak Henny! Pak Henny!”

Lhoh! Siapa ini? Apa ada yang menjemput kami?

“Pak Henny! TN, Magelang”

Weh, bukan jemputan kami kalau pake bawa-bawa TN Magelang. Tapi siapa? Kok tahu-tahunya nama dan tujuan yang biasa kami tuju disebut. Kami mendekat, baru tersadar kalau tahun lalu di Ramadhan yang sama kami pernah naik mobil Inovanya untuk mengantar ke TN-Magelang menjemput putri cantik kami, terus balik lagi ke Bandara mengambil barang titipan baru kemudian dilanjutkan ke Solo. Lha itu kan tahun lalu dan baru sekali-sekalinya naik, kok ya masih ingat dianya. Sambil mengingat-ingat siapa namanya, dan mengecek di layar HP, barangkali kami menyimpan nama dan nomor HPnya. Tiba-tiba suami menyebut,

“Pak Widodo ya?” dan sopir Inova mengiyakan.

Paslah kalau begitu… akhirnya kami bisa melanjutkan perjalanan ke Solo dengan tenang sambil istirahat, sepertinya pak sopir juga masih ingat tempat tujuan kami di Solo. Slamet… slamet! bisa istirahat lagi. Segala puji hanya untuk-Mu Ya Allah yang telah mengatur perjalanan kami, sehingga kami bisa beristirahat selama perjalanan sampai tujuan yaitu rumah Bapak-Ibu di Solo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar