20 September 2011

catatan perjalanan umroh Ramadhan kami-4

Sayang hanya sebentar


Sekarang tanggal 19 Agustus 2011. Hari pertama kami menyambut udara pagi di Madinah. Walau perjalanan yang sangat melelahkan baru saja kami lalui, tak menyurutkan langkah kami ke meja makan di ruang makan hotel untuk makan sahur bersama-sama jamaah di lantai M. Disebut lantai M karena di tombol liftnya tertulis M dan ini yang harus kami pencet untuk sampai ke lantai tersebut. Ruang makan ini cukup luas, mampu menampung beberapa biro perjalanan. Dari pantauan yang terlihat terdapat empat tempat buffe yang disusun mepet dinding ruang makan. Jamaah diarahkan untuk mengambil makan sesuai buffe yang disediakan biro. Salah mengambil buffe bisa jadi masalah, jamaah lain bisa tak kebagian makan. Jadi harus dipastikan mana buffe untuk biro kami. Selesai makan sahur kami langsung berangkat ke masjid untuk sholat subuh. Tapi kearah mana ya kaki ini akan melangkah setelah keluar hotel? Karena ini adalah hari pertama, jadi belum tahu letak masjid. Belok kiri apa kanan? Kami mencoba mengingat-ingat. Oh iya, waktu pak Helmy bilang masjidnya ada didepan, tangannya nunjuk kesisi kiri hotel, berarti kami harus melangkah ke kiri. Yang terlihat saat kaki-kaki ini melangkah... adalah bangunan gedung-gedung besar dan menjulang tinggi. Inilah pemandangan disekeliling kami, serta jalan-jalan jadi kelihatan sempit padahal bila beberapa kendaraan besar seperti truk bertumpuk dijalan inipun masih muat. Lampu-lampu yang sangat terang membuat suasana seperti siang hari cuma langitnya saja yang terlihat gelap. Lalu... di sebelah mana ya masjidnya? Apa dibalik gedung-gedung itu? Tapi saat diamati benar-benar, kami lihat orang-orang berduyun-duyun kearah samping bangunan hotel kami (Fayruz) trus ke belakang, jadi tak mungkin bila masjidnya di balik gedung-gedung besar itu. Ah, apa dibalik gedung hotel kami ya? Hayuk ikuti saja kearah mereka. Kaki ini terus melangkah sampai batas bangunan hotel lalu belok kiri. Dan... Subhanallah, iya, kami disuguhi pemandangan yang indah. Bangunan masjid yang kami rindukan ada didepan kami. Rindunya bisa menggelar sajadah didalam masjid. Bisa dapet tempat nggak ya? Bismillah... semoga kami masih kebagian tempat.

Usai sholat subuh kami kembali ke hotel. Menurut rencana yang kami dengar saat makan sahur tadi, hari ini kami akan melakukan ziarah, katanya sih ziarah keluar dan Jamaah diharapkan kumpul di lobby hotel jam 07.00. Nggak bisa dilewatkan kesempatan ini, akan kemana ya ziarahnya? Kami secepatnya bersiap-siap, jangan sampai jamaah yang lain sudah siap dan sudah duluan menunggu di bawah sedang kami masih belum apa-apa, jangan sampai ah. Kemon, kemon, kemon... Secepatnya kami bergantian mandi dan mempersiapkan segala sesuatunya yang kudu dibawa. Apa yang harus dibawa ya? Masker untuk menahan debu dan udara kering sudah kami siapkan, bahkan bawa cadangannya juga, kacamata hitam juga sudah, eh cameranya nggak boleh ketinggalan, ini penting untuk mengabadikan tempat-tempat yang akan dikunjungi buat kenang-kenangan. Yang paling penting kayaknya duwitnya nih duwitnya.., wuih... sajaknya. Kali-kali aja ada yang mau dibeli ya. Sip! Semua sudah lengkap. Saatnya menuju lift dan turun ke lobby.

Kini kami telah berada di lobby hotel, keadaannya masih sepi... ternyata yang lain belum turun, baru kami bertujuh (aku, suami, bungsuku, Bapak, Ibu, Atik dan Uul). Rencananya pagi ini kami akan berkeliling mengunjungi tempat-tempat bersejarah zaman kehidupan Rasulullah. Banyak tempat yang bisa dikunjungi di Madinah ini, seperti masjid Nabawi sendiri yang didalamnya terdapat rumah Rosul yang kemudian menjadi makam beliau, Raudah, dan mimbar Rosul, makam Baqi, masjid Quba, gunung Uhud, kebun qurma, masjid qiblatain, masjid tujuh dan masih banyak lagi.

Menit demi menit berlalu, tapi jamaah yang lain belum juga turun ke lobby. Apa memang nggak ada yang mau ikutan ziarah? Kalau tunggu-tungguan gini bisa kesiangan ini berangkatnya. Kami juga tidak tahu siapa yang akan membawa kami ziarah juga mau naik apa. Pak Galih atau Pak Helmy tak ada di lobby. Tapi kemudian ada satu bapak memakai jubah putih, berkopyah dan dibahunya terselempang sorban khas bintik-bintik merah mendekati kami, menjelaskan kalau dia dari biro lalu menanyakan apa kami yang akan pergi ziarah. Oh, ini ya yang akan mengurus ziarah kami? Lalu si bapak ini menanyakan lagi jamaah yang lainnya mana? Lhoh? Mana kami tahu? Kami tak janjian dengan mereka apa mereka mau ikut ziarah apa tidak, kami hanya mengikuti jadwal yang sudah disusun biro. Akhirnya kami diminta naik ke kendaraan sambil menunggu informasi selanjutnya. Sebentar kemudian bapak yang tadi, ikutan naik ke kendaraan dan memberitahu kalau yang lain memang tidak ikut ziarah. Owalah... mbok yo ngasih tahu kalau nggak ikut... kami kan nggak usah nunggu lama-lama.

Pintu kendaraan ditutup, kemudian mesin mobil dinyalakan begitupun ACnya. Si bapak lalu mengambil pengeras suara yang sudah disediakan, walau sebenarnya tak pakai pengeras suara sudah cukup wong kami cuma bertujuh, eh berdelapan ding sama sopir dan si bapak sendiri. Pertama-tama si bapak memperkenalkan diri. Nah, sekarang kami tahu namanya, “Khotib” namanya. Lalu menjelaskan bahwa dialah yang akan jadi pemandu ziarah pagi ini menggantikan Pak Helmy karena Pak Helmy sedang ada keperluan yang lain. Lalu memberitahukan mana-mana yang akan dikunjungi dan yang lainnya hanya dilewati saja karena terbatasnya waktu mengingat hari ini hari Jum’at. Jamaah harus kembali ke hotel secepatnya untuk persiapan sholat jum’at di masjid, cocok dah... kamipun sepakat.

Tujuan pertama perjalanan ziarah ini adalah ke masjid Quba, masjid pertama yang didirikan Nabi Muhammad setelah Hijrah ke Madinah. Kami diminta turun untuk melaksanakan sholat sunah. Dijelaskan bahwa masjid Quba ini punya keistimewaan, keistimewaannya adalah pernah dinyatakan Rosulullah dalam sabdanya, “Barang siapa berwudhu di rumahnya (tempat tinggalnya), kemudian berkunjung ke masjid Quba, lalu mengerjakan shalat, maka ia mendapat pahala seperti pahala orang yang mengerjakan umroh”. Tak boleh disia-siakan donk kesempatan ini. Kamipun segera turun dari kendaraan dan melaksanakan beberapa sholat sunah seperti yang dianjurkan. Kami lalu tahiyatul masjid, dhuha, sholat hajat, dan sholat taubat, masing-masing 2 rakaat. Walau susah mencari tempat yang nyaman untuk melakukan sholat apalagi waktu sujudnya karena penuhnya ruangan oleh jamaah, tapi Alhamdulillah kami bisa mengerjakan semuanya. Kalau tak ingat kalau kami masih perlu mengunjungi ke tempat-tempat lain, pasti aku akan berlama-lama di masjid ini. Tapi tak bisa, yang lain sudah menunggu di kendaraan, siap melanjutkan ziarah.

Tujuan selanjutnya adalah kebun kurma. Saat disebut “kebun kurma” yang kebayang dikepala adalah, akan seperti apa ya berjalan dibawah naungan dahan dan daun-daun pohon kurma yang rindang, sedang dalam sela-sela dahan terpencar berumpun tangkai yang menjuntai dan buah kurma siap petik. Kami akan memilih dan memetik kurma sesuai kematangan yang kami inginkan, pasti indah dan menyenangkan sekali. Kebayang pula kalau seandainya kebun itu milik kami atau kami punya pohonnya, terus pohon itu berbuah, terus kami mengunjunginya, terus kami mengamati perkembangan buahnya, terus kami memetiknya. Ah..., berandai-andai memang menyenangkan sekali.

Tapi saat kami sampai di kebun kurma Abdul Aziz, lalu dari dalam mobil terlihat pohon-pohon kurma yang sudah tinggi, daunnya tertutup debu sehingga hijaunya tak kentara dan sedang tak ada buahnya. Uuh... lain dari bayangan. Apa memang saat ini sedang tak berbuah ya, sedang bukan musimnya. Atau mungkin sudah berbuah tapi sudah dipanen, dan kami terlambat mengunjunginya. Ah, tidak tahulah. Yang jelas bayangan kurma-kurma menjuntai tak ada lagi. Kalaupun yang kami lihat pohonnya ada buahnya, tangan kami tak mampu meraihnya karena pohonnya terlalu tinggi. Tapi tetap saja kami ingin mengabadikan saat-saat seperti ini. Yah, kapan lagi berfoto dikelilingi pohon kurma, di tanah air tak mungkinlah… Dan selanjutnya kami menuju toko kurma yang menyediakan berbagai jenis kurma, manisan, coklat dan aneka oleh-oleh. Yuk belanja yuk…

Yang jadi pilihan pertama adalah kurma ajwa atau biasa disebut kurma nabi. Bentuknya yang mungil cenderung ke bulat dan warnanya hitam memikat menjadi mudah mengenalinya. Weh, tapi harganya bok! Selangit. Sekilonya delapan puluh real, kalau dikurskan ke rupiah saat ini kami harus bayar dua ratus rebu. Ck ck ck... dan kami belinya tak mungkin hanya sekilo, ada kerabat dan sahabat yang akan kami bagi. Kenapa harganya mahal banget yah?

Pilihan yang kedua masih kurma, kami mencari kurma ambar. Sesuai namanya “ambar” artinya paus, jadi kurma ini ukurannya lebih besar dibanding jenis kurma lainnya. Harga yang ditawarkan juga membuat kami membelalakkan mata, sama selangitnya. Sekilonya delapan puluh real. Hiks... hik...

Masih ada yang mau dibeli, bungsuku mau coklat. Ya... ya... ya... mumpung masih disini dik, ayo cepat dipilih tapi jangan banyak-banyak ya. Eh ini untuk apa ya, dimakan sendiri apa untuk oleh-oleh? Katanya untuk oleh-oleh ke teman-temannya. Oke!

Tak terasa hari telah semakin siang, terpaksa kami harus menyudahi ziarah di kebun kurma ini kalau tak mau terkuras isi dompet. Tapi memang kami harus menyudahi ziarahnya kok karena sebentar lagi masuk waktu sholat jum’at. Jangan gara-gara ziarah kami terlambat ke masjid Nabawi. Kami segera kembali ke mobil dan balik ke hotel. Masjid Qiblatain, Gunung Uhud, makam Uhud, dan masjid tujuh tak jadi kami kunjungi. Kami hanya melintas saja, menyaksikan dari jauh, mendoakan syuhada-syuhada Uhud dari kendaraan saat melewatinya. Semoga lain waktu Allah masih mengijinkan kami mengunjunginya lagi dan lebih dekat. Amin Allahumma Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar