19 September 2011

catatan perjalanan umroh Ramadhan kami-3

Liku-liku perjalanan


Kami beserta rombongan jamaah umroh dari beberapa biro perjalanan masuk ke ruang kedatangan atau ruang tunggu yang cukup besar ukurannya setelah turun dari pesawat Saudi Arabian Airlines dengan nomor penerbangan SV 819. Pemeriksaan paspor belum bisa dimulai karena loketnya belum dibuka. Katanya penjaganya saja belum ada yang datang. Kami harus menunggu sampai loket-loket ini buka, entah untuk berapa lama kami harus menunggu. Ruangan berbentuk persegi empat ini dilengkapi berderet-deret kursi besi yang cukup banyak, menampung semua jamaah yang baru tiba. Kami duduk berkelompok dideretan kursi di sebelah pinggir agar mudah menghubungi bila ada yang perlu disampaikan. Beberapa kios yang ada sedang tak berjualan, padahal kalau lihat gambar dan promosinya ada ayam gorengnya lho, panas-panas pasti enak ya untuk buka puasa. Yah... karena tutup nggak bisa nyoba enak enggaknya. Terpaksa saat buka puasa tiba, kami bongkar tas ngeluarkan bekal makanan dari pembagian makanan di pesawat tadi, eh iya.. bungsuku kan bawa crispy puff yang dibelinya di bandara Soetta. Niat banget nih waktu belinya, katanya untuk buka puasa nanti. Bener juga yah, lumayan ada ta’jilnya meskipun crispynya sudah tidak crispy lagi, keadaannya sudah dingin dan agak-agak hancur kulitnya. Tapi tetap saja masih enak dinikmati. “Siapa yang mau?” kataku sambil menyodorkan kotak crispy puff ke yang lain.

Kini perut kami telah cukup terisi walau tak sampai kenyang, yang penting lapar dan dahaga tak lagi kami rasakan. Kami segera mengambil air wudhu yang terletak di belakang dinding ruang tunggu dan bergabung dengan jamaah lain untuk melaksanakan sholat Magrib dan Isya dijamak kosor. Pemandangan yang sama juga terjadi di sudut-sudut ruang tunggu, beberapa kelompok jamaah juga sedang melaksanakan sholat berjamaah. Setelah itu kami segera berkemas menuju ruangan yang sangat besar yang mampu menampung seluruh jamaah yang ada saat itu. Lokasinya dilantai bawah tapi kami dapat melihatnya saat kami jalan menuju ke tempat itu. Ow... itu yang namanya ruang imigrasinya. Kami terus berjalan menuju ruang imigrasi. Paspor kami akan diperiksa dan diberi stempel. Ada beberapa loket disediakan, kami akan mengantri diantara loket-loket itu.

Setelah melewati lift dan sampai ditempat, kami dihadapkan pada baris-baris panjang yang telah terbentuk di depan beberapa loket. Mata kami mencari-cari dimana kami harus mengambil antrian, tentunya yang baris antriannya sedikit supaya cepat maju dan cepat selesai urusannya. Tanpa aba-abapun kami ber 17 telah memisahkan diri dan mengambil antrian dibeberapa loket supaya tak lama menunggu dalam antrian walau sebenarnya pengecekan danpemeriksaan paspornya hanya sebentar. Petugas imigrasi yang duduk menghadap komputer membalik-baik halaman paspor, cek nama, tujuan dan mencocokkan foto yang ada di paspor lalu membalik-balik lagi, lalu paspor di scan dan kemudian petugas imigrasi memberi stempel, sudah.. begitu saja, selesai. Selanjutnya kami keluar dari ruang imigrasi menuju ke ruangan yang sangat besar lagi melewati pintu pemeriksaan. Gayanya saja pakai pintu scan, tapi petugas yang ada tak mengawasi komputer dihadapannya. Jadi apa yang diperiksa?

Kali ini kami telah ada ruang terbuka yang beratap tenda-tenda putih besar dengan tempat duduk yang jumlahnya sangat sedikit. Hawa panas berhembus membelai kami, deru knalpot dari berpuluh-puluh bus yang terparkir menyajikan aroma asapnya yang khas ke penciuman kami. Kegerahan langsung terasa, badan langsung lengket. Disini kami menunggu kendaraan yang akan mengantar kami ke Madinah.

Manusia sudah merencanakan dengan sebaik-baiknya, tapi tetap Allahlah yang menetapkannya. Ini pula kejadiannya. Meskipun katanya biro sudah menyiapkan kendaraan dan siap mengangkut kami, nyatanya saat melihat begitu banyaknya jumlah kendaraan yang terparkir untuk tujuan Madinah..., nyatanya tak satupun mengisyaratkan bahwa kendaraan kami ada diantaranya. Terus kendaraan kami ada dimana? Apa kami tak bisa memanfaatkan salah satu kendaraan yang disini? Wah, panjang urusannya nanti, harus nego harga lagi, sedang dengan kendaraan yang disewa kan sudah deal. Dari informasi yang kami terima kemudian, ternyata kendaraan yang akan mengantar kami sedang dalam perjalanan menuju bandara tapi tidak dijelaskan sudah sampai dimana keberadaannya. Menurut informasinya lagi, sebenarnya tadi kendaraan sudah siap di bandara dan sudah menunggu lama. Cuma karena kami belum datang-datang juga maka sopir membawa kendaraannya entah kemana, mungkin membawa penumpang lain menuju Mekah.. eh mungkin saja lhoh.. bukan suudzon. Yang jelas, saat ini terpaksa kami harus sabar menunggu sampai kendaraannya datang.

Menit demi menit berlalu, satu jampun telah terlampaui, kendaraan yang kami tunggu tak juga menampakkan diri. Beberapa orang sudah terlihat resah, gelisah, dan menunjukkan gejala-gejala emosi. Hmm... memang kuat-kuatan yah sabarnya, maklum saja kami ini sudah dalam keadaan capek tingkat berat. Kalau tidak kuat sabarnya ya pasti akan spontan menggerutu, entah sadar atau tidak. Satu orang mendesah sambil mata dan gelagatnya mencari-cari apa kendaraan sudah datang. Satu orang lagi melampiaskan kekesalannya menyalahkan biro perjalanan.

“Nggak profesional, mestinya kendaraan kan sudah siap saat penumpang sudah hampir sampai di bandara, jadi nggak nunggu-nunggu begini”

Yang lain hanya diam, takut salah kalau berkomentar. Tapi Alhamdulillah, masih banyak jamaah yang sabar dan pasrah menghadapi keterlambatan datangnya kendaraan. Yah, beginilah cerita rangkaian perjalanan ibadah , pasti ada saja kejadiannya yang tak diharapkan. Seperti perjalanan ibadah kami kali iniyang tak semua mulus kami lalui.

Ingin duduk tak ada kursi satupun, mau duduk dilantai sambil selonjoran kaki kok ya takut, karena lantai tak menjamin bersih dari najis. Eh, tapi kalau lantainya kering kan tak najis ya. Hanya debunya itu lhoh... tebel sekali. Hiks.. hiks… rasanya betis ini sudah keras dan tungkai cemut-cemut sakit sekali menahan beban tubuh. Walau berkali-kali lantai dibersihkan dan mungkin juga berkali-kali di pel, tetap saja akan tertutup debu lagi karena ruangan ini terbuka sedang disekitarnya adalah padang pasir yang sewaktu-waktu akan diterbangkan angin. Terpaksa kaki ini terus saja berdiri tegak sambil terus bergoyang-goyang mencoba mengurangi rasa sakit dan pegal. Pegal dimana-mana, di pinggang, leher, sampai kepala rasanya sudah mulai nyut-nyut. Butuh obat sakit kelapa nih rasanya. Sebenarnya ini juga menyiksa diri ya, hanya karena takut kotor kena debu kami bertahan nggak mau duduk dilantai. Salah! Duduk saja kenapa... atau karena kami masih jaim dengan teman jamaah ya, heheheh... nah kalau itu sih lain soal.

“Ayo bapak-bapak, ibu-ibu kita berangkat. Bus kita ada di ujung, di tiang 24” Entah siapa yang menyuarakannya, lupa. Lalu kamipun bersiap-siap menenteng barang bawaan sambil melihat sekeliling.

Tiang 24! Sekarang kami di tiang berapa ya? Aih aih... kami masih di tiang D4, dua puluh tiang harus kami lewati, untuk satu tiang saja rasanya... duh... makin lemes. Bagaimana ini? Badan sudah pegal, talapak kaki sudah panas menahan berat badan, sekarang harus jalan lagi. Berjalan terseok-seok membawa tas cangklong dan tentengan yang lumayan berat menjadikan semakin lambat saja jalannya. Keringat langsung mengucur deras di sekujur badan. Kepala yang terbalut kerudung menambah gerah. Kuatkan kami ya Allah, kami masih harus menempuh beberapa puluh langkah lagi. Nggak mungkin minta gendong ya....

Alhamdulillah.... akhirnya kami sampai juga di tiang D24, ada sebuah mini bus terparkir disini tanpa sopir. Kami tak yakin apa benar ini kendaraan yang akan kami tumpangi? “Iya, benar ini kendaraan yang akan membawa kami ke Madinah”, kata salah satu diantara kami entah siapa, lupa. Lalu katanya lagi “Nomor polisinya cocok seperti yang diinfokan jadi ini mobilnya”. Tapi mengapa ada beberapa penumpang sudah duduk manis didalamnya dan sepertinya tinggal menunggu berangkatnya saja. Rupanya sopir coba-coba ingin memanfaatkan kendaraan untuk mengantar penumpang lain. Untung saja kami segera datang, kalau tidak... kami bakalan akan menunggu kendaraan lebih lama lagi. Kami segera mengambil alih, penumpang yang sudah ada di dalam kendaraan kami minta turun lalu kami masuk dan duduk senyaman mungkin. Menyandarkan punggung yang sudah kaku, menyandarkan kepala yang mulai berkunang-kunang, melemaskan otot-otot, menikmati dinginnya AC mobil dan ingin segera memejamkan mata dan terlelap, pulas dalam deru mesin dan lajunya kendaraan sampai tujuan. Duh enaknya... Alhamdulillah ya Allah.

Kami telah berada di dalam kendaraan, kopor-kopor dan barang bawaan juga telah dimasukkan dari jendela paling belakang. Entah berapa harus membayar porter yang mengangkut kopor-kopor kami, ah ini semua sudah urusannya biro, kami hanya tahu beres. Lalu kami dibagi makanan dan sebotol air mineral. Ini makan malam ya atau jatah buka puasa kami yang datang terlambat? Yang benar saja, ini sudah jam sembilanan.

Jarak Jedah Madinah lebih kurang 450 km, butuh waktu beberapa jam untuk sampai ke tujuan. Dari pantauan jam digital yang ada di kendaraan, kami bisa melihat kalau kendaraan kami mulai meninggalkan Jedah menuju Madinah sekitar jam sembilan malam. Kendaraan melaju dalam kegelapan malam dengan kecepatan tinggi. Tapi kami nyaman saja di dalam kendaraan. Mungkin ini karena kondisi jalan yang luas, tak banyak belokan dan mulus serta lalu lintas yang tak ramai. Mungkin juga karena kondisi kami yang terlalu capek sehingga antara sadar dan tak sadar kami nyaman-nyaman saja dalam kendaraan selama perjalanan, tak ada rasa mabuk sedikitpun. Jadi perjalanan Jedah ke Madinah ini.. Aman! Selain itu mungkin juga karena sopirnya lihai mengendarainya.

Alhamdulillah tepat jam 02,15 sampailah kami di depan pintu hotel Al Fayruz Madinah. Lhah, ternyata kami menempuh waktu sekitar lima jam ya, lama juga. Pantas saja... meski dari segi permabukan bisa dibilang perjalanan aman dan nyaman tapi pinggang ini rasanya sakit juga, cekut-cekut. Berkali-kali harus membalikkan posisi tubuh untuk mengurangi rasa sakit. Bagaimanapun nyamannya duduk dikendaraan tetap saja tersiksa. Senangnya kini sudah sampai hotel, kami segera turun dari kendaraan lalu masuk ke lobby hotel, disinilah kami diberi kunci kamar. Yang terpikir saat ini adalah segera masuk kamar, merebahkan dan meluruskan badan ke tempat tidur. Yah, memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk istirahat karena sebentar lagi kami akan kembali berkumpul di lantai M untuk makan sahur yang menunya sudah disediakan oleh biro dan lanjut sholat subuh di masjid Nabawi. Ya Allah, berilah kesehatan dan keselamatan pada kami semua agar kami bisa menjalankan ibadah dengan sebaik-baiknya di rumah Rosulku ini. Amin Allahumma Amin. Kami hanya punya waktu dua hari saja di Madinah, itupun tidak full dua hari. Jadi kami harus bisa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Semoga Allah membantu kami semua menjalani seluruh rangkaian ibadah kami. Amin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar