1 Oktober 2011

catatan perjalanan umroh Ramadhon kami-11

Menjalani hari pertama di Mekah


Minggu 21 Agustus 2011. Rasanya baru saja membaringkan dan meluruskan badan sambil menarik selimut sampai menutup kepala karena menahan dinginnya AC kamar yang dinyalakan bungsuku. Brrrr! Apa nggak bisa dikecilin ya ACnya? Rasanya juga baru saja terlelap, karena meski sudah diusahakan tidur secepatnya dengan memejamkan mata tapi tetap saja di kepala dan hati masih terus dipenuhi keinginan. Tapi suara ketuk-ketuk pintu sambil bersuara “Ayo kemasjid, sudah hampir dhuhur” membuyarkan semua kenikmatan sesaat ini. Kami melipat selimut lagi dan mulai bersiap-siap. Kami bergantian mengantri mandi antara aku, Ibu dan bungsuku, secara terakhir mandi kan waktu mau berangkat ke Bir Ali kemarin, waktu mandi wajib umroh. Lagi-lagi Atik belum bisa ikut kami ke masjid, masih dalam kondisi yang sama. Moga saja cepat selesai dan bisa segera bergabung dengan kami, bersama-sama menyusuri jalan menuju masjid, melihat begitu banyaknya jamaah baik di sepanjang jalan, di selasar-selasar hotel sampai di halaman masjid dan didalam masjid sendiri. Bisa segera mengunjungi Ka’bah, towaf, sa’i lalu tahalul, dan terbebaslah dari larangan ihrom.

Kami sampai di lobby hotel, eh iya nama hotel kami Baity Bakkah, letaknya dibelakang Hilton. Ya nggak dibelakangnya persis sih, masih harus melewati jembatan layang yang belum jadi dan dua bangunan besar. Paling tidak kalau dilihat dari halaman masjid kearah Hilton masih keliatanlah bangunan Baity Bakkah dan tulisan besar dipuncak gedungnya. Hotelnya tak menghadap jalan karena sepanjang jalan dipenuhi kios yang buka sepanjang hari. Kios ini hanya tutup saat sholat tiba, itupun juga ditutup sekena-kenanya yang penting orang tahu kalau pemiliknya sedang tidak bisa melayani pembeli.

Kami buka pintu keluar lobby hotel. Wuss! Udara panas langsung menerpa wajah, seperti buka oven saja. Padahal kami belum sampai keluar ruangan. Kalau nggak ingat tujuan, sudah kami tutup lagi pintunya dan balik ke kamar. Memang tak boleh hanya sekedar niat ya. Tapi tekat, semangat, kemauan dan kesehatan harus jalan seimbang. Kami jalan dibawah terik matahari. Kalau teman di face book bilang mataharinya ada tiga, kali ini mungkin mataharinya ada sepuluh saking panasnya. Berkeringat saja tak sempat saking sudah langsung menguap. Jamaah begitu banyak datang dari arah yang lebih jauh dari tempat kami menginap. Kalau mereka kuat berpanas-panas menuju masjid, masak kami harus menyerah. Apalagi melihat jamaah yang sudah tua-tua dan gemuk-gemuk itu. Membawa badan saja mungkin berat, ini ditambah lagi jalan dibawah payung matahari yang sebentar lagi pas ditengah-tengah atas kepala. Inilah tantangan hari pertama di Mekah. Mampu nggak langkah kami sampai ke masjid.

Belum juga sampai halaman masjid, kami putuskan belok arah ke grand zam zam karena melihat begitu banyaknya manusia berjubel memadati halaman masjid. Ada yang sudah duduk dihalaman masjid, duh... mandi matahari mereka, kuat sekali. Ada yang terus berjalan ke pintu-pintu masjid mencoba untuk tetap masuk walau kondisi sangat berdesak-desakan. Wah, langkah kami kalah lebar dari mereka, kalau mereka jalan cepat kami seperti berlari. Ngos-ngosan yang ada. Tempat untuk jamaah perempuan terbatas, sempit untuk ukuran banyaknya jamaah, sekarang pakai pembatas pagar besi. Jamaah tak bisa berbaur seperti dulu. Pasti mereka dapat tempat duluan.

Lobby grand zam zam juga tak kalah padatnya, shaf-shaf sudah terbentuk. Kami menggelar sajadah menyambung shaf yang sudah ada. Meski dalam hati ingin rasanya sajadah kami tergelar di dalam masjid, namun apa daya. Lain kali ditebus dan semoga bisa masuk masjid. Amin.

Usai sholat dhuhur kami segera berkemas, kalau tidak petugas keamanan Grand zam zam akan mengusir jamaah yang masih duduk. Tak boleh ada yang duduk-duduk di area pertokoan ini. Iya juga sih, mengganggu pemandangan. Tapi nggak mau dong diusir-usir, emang kami apaan. Kami segera mengemasi perlengkapan sholat dan balik ke hotel menunggu saat sholat ashar tiba.

Terulang lagi deh kejadian dhuhur tadi. Saat kami baru keluar gang, kami sudah disambut jamaah yang rasanya tiada henti datang. Sepertinya tak akan dapat tempat lagi nih di dalam masjid untuk sholat ashar. Ini resiko kalau berangkat terlalu dekat waktu adzan. Walau jarak hotel dengan masjid dekat, pasti kalah cepat dengan jamaah yang datang duluan. Membawa remaja memang harus banyak toleran, dikencengin dikit takut nanti malah mogok nggak mau berangkat ke masjid. Kami kan mau mengenalkan dan memunculkan rasa cintanya beribadah, ya harus sabar-sabar nunggu dianya siap. Yang penting mau berangkat sholat berjamaah ke masjid, walaupun nanti entah dapat tempatnya dimana. Syukur-syukur bisa masuk masjid.

Benar kan..., kami kembali belok ke Grand zam zam, berbaur dengan jamaah yang sudah mengatur shaf lebih dulu. Kami coba lebih kedepan lagi, Alhamdulillah masih ada tempat. Kami menggelar sajadah dan duduk sampai adzan dikumandangkan, lalu iqomah. Kami berjamaah mengikuti imam masjidil haram. Lumayan, sudah lebih maju shaf kami kan, semoga kami segera bisa masuk ke masjid. Amin.

Usai sholat asharpun kami segera mengemasi perlengkapan sholat kalau tidak mau diusir. Terus mau ngapain ya? Mau jalan-jalan di mallnya? Ah, mending pulang ke hotel saja, istirahat dan mengumpulkan tenaga supaya nanti malam bisa ikut sholat tarawih. Dengar-dengar sholat tarawihnya baca suratnya panjang dan dua puluh rakaat pula.

Dua kali tak mendapat tempat di dalam masjid, dhuhur dan ashar. Masak sih kali ini kami tetep akan berada di Grand zam zam. Kami lalu berangkat satu setengah jam lebih awal. Berjalan lurus ke arah masjid hingga memasuki halaman masjid yang berlantai marmer putih, menembus lautan manusia. Belum juga sampai di depan pintu, ternyata memang susah sekali melewatinya. Kami berdesak-desakan, diantara jamaah perempuan dan pria yang besar-besar. Tenaganya bok... kuat sekali menggeser langkah kami. Apalagi mereka suka datangnya satu rombongan dan susah dipisahkan. Disisi kanan kiri banyak jamaah duduk menunggu bedug magrib tiba. Gak jadi masuk masjid lagi akhirnya. Kami berangsur-angsur bergeser ke tempat yang lebih leluasa bergerak. Akhirnya dapatlah satu tempat. Saat sajadah kugelar dan duduk diatasnya. Wadow... masih panas lantainya sampai menembus sajadah. Aku berdiri lagi, memandang ke Ibu dan bungsuku. Pindah? Kemana?

Yang paling dekat dari kami berdiri ya Grand zam zam. Lalu kami jalan ke Grand zam zam dari arah depan dan mengambil tempat diluar bangunan. Baru beberapa menit duduk sudah tak kuat menahan hawa panas. Padahal kami duduk sudah terlindung dari tingginya gedung, benar-benar panas hari ini. Hebatnya, jamaah yang duduk dibawah langit langsung, masih terkena matahari sore ini tetap bertahan ditempat. Dari negara mana saja sih mereka itu? Tak takut dehidrasi ya? Sekali-sekali terlihat mereka mengguyurkan air ke kepala mengurangi panas. Tak kuat menahan panas, kami masuk ke bangunan grand zam zam yang ber AC, kami duduk dekat pintu masuk. Angin yang berhembus membawa hawa panas, sekali-sekali masih terasa. Wuih, ACnya tak mempan. Ibu lalu bilang kalau sebenarnya di dinding masjid ada alat pengukur suhu udara, jadi bisa tahu berapa panasnya hari ini. Cuma disebelah mana ya alatnya, yang kami lihat cuma jam digital yang memberi tahu kami sekarang sudah jam 18.00, masih empat puluh lima menit lagi adzan maghribnya.

Menit-menit dari jam digital bisa kami lihat jelas, sebentar lagi sudah hampir buka puasa. Kami mulai menyiapkan bekal buka puasa, demikian juga jamaah disekeliling kami. Lalu adzan berkumandang, kami baca doa buka puasa dan segera menyantap bekal buka puasa yang kami bawa. Alhamdulillah, cles... basah sudah kerongkongan kami dan perut yang kosong... sekarang sudah terganjal sedikit. Sengaja kami tidak bawa bekal banyak, paling air putih dan beberapa butir kurma karena selesai sholat maghrib kami balik lagi ke hotel untuk buka puasa bersama jamaah lain.

Hafal sudah jalan yang kami lewati, jadi kami tak terlalu khawatir jika sampai terpisah diantara ribuan manusia. Ingin rasanya cepat sampai kamar dan mengguyur seluruh badan supaya badan kembali segar. Udaranya masih menyisakan hawa panas meski sudah lewat maghrib. Baru tahu setelah kami ngobrol-ngobrol di hotel, panas hari ini mencapai 54 derajat. Pantas saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar