18 Oktober 2011

catatan perjalanan umrah Ramadhan kami-20

Ziarah dan jalan kaki, wah... mantab


Setelah ditunggu-tunggu akhirnya ada kabar juga kapan biro akan mengajak kami ziarah ke tempat-tempat bersejaran di Mekah. Walau sebenarnya pernah mengunjunginya tak ada salahnya kalau ikut lagi, apalagi sekarang ada bungsuku yang baru sekalinya kesini. Pasti akan ada cerita dan kenangan buat dia setelah pulang nanti. Semoga saja cerita dan kenangannya akan menjadikannya lebih semangat dan lebih rajin beribadah. Amin.

Hari ini Kamis 25 Agustus 2011, rencananya kami berangkat dari hotel jam 08.00. Paslah waktunya, tidak kepagian dan tidak kesiangan. Tepat jam 08.00 kami sudah berada di lobby. Kali ini kami cuma berempat yaitu aku, suamiku, bungsuku, dan Atik yang ikut ziarah. Ibu tak bisa ikut karena kondisi batuknya agak berat dan sepertinya juga sudah mulai terserang flu. Sebaiknya memang istirahat saja karena perjalanan ibadah kami masih ada lima hari. Sayang kalau sampai ambruk terus nggak bisa ngelaksanain jamaah di masjid. Bapak juga tidak ikut karena memang harus istirahat, kondisi kesehatannya memang mengharuskan tidak boleh kecapekan. Tapi kenapa juga Uul nggak ikutan ya? Ee... ternyata dia juga mulai terserang flu. Aku sebenarnya juga sudah kena dan udah meler-meler, kepala juga sebenarnya nyut-nyutan tapi sayang kalau nggak ikut. Sepertinya fluku ini gara-gara kalap buka puasa beberapa hari lalu, semua masuk mulut, hi hi hi... dasar drembo. Gak tahan sih ngelihat soft drink dingin, ice cream, orane juice dingin dan air putih dingin. Gimana lagi, udara memang benar-benar panas waktu itu. Sebenarnya sudah ada persiapan obatnya cuma untuk meminumnya harus kutunda dulu, takut lambungku terserang lagi. Ketakutan ini ada sebabnya karena beberapa hari sebelum berangkat umroh lambungku bermasalah cukup berat akibat kebanyakan minum obat. Cerita terserangnya lambung nanti aja ya...

Tak berapa lama pak Helmy dari biro datang berpakaian ihrom. Weh, pak Helmy mau umroh sunah hari ini. Setelah memberi salam pak Helmy duduk disalah satu sofa yang beradapan dengan kami. “Nggak ada yang mau umroh sunah?” katanya begitu melihat suami berpakaian biasa. “Nggak ada Pak” terus katanya lagi “ Saya juga cuma siap-siap saja kalau memang ada yang mau umroh nanti saya antarkan, kalau tidak ada ya tidak apa-apa”. Sebenarnya sayang juga kalau waktu yang ada ini tak kami gunakan untuk umroh sunah, mumpung sudah sampai di tanah haram. Kalau sudah sampai tanah air lagi kan harus biaya lagi. Paling juga Cuma beberapa jam saja menyelesaikannya, tapi gimana lagi kondisi kami saat ini memang kurang siap untuk melaksanakan umroh sunah, eh... kurang siap atau kami saja yang kurang semangat ya..., he he he... dengan kata lain malas. Ah, enggak juga kalau dibilang malas. Buktinya setiap datang waktu sholat wajib, kami tetap semangat berangkat untuk berjamaah. Tapi kalau umroh memang butuh tanaga yang besar untuk towafnya dan untuk sa’inya. Kurang vit sih kesehatan kami, jadi kami harus benar-benar jaga kesehatan untuk melampaui hari-hari yang tersisa di tanah haram ini, masih ada lima hari lagi lhoh.

Bus yang kami tunggu tak juga datang padahal sudah lewat dari waktu yang dijanjikan. Pak Helmy lalu menghubungi seseorang lewat hand phonenya, entah siapa yang dihubungi. Yang jelas setelah hand phonenya ditutup dia jelaskan kalau busnya belum bisa masuk, kami diminta menunggu saja di hotel dan akan dihubungi lagi. Sambil menunggu bus jemputan kami ngobrol macam-macam. Tentang jamaah Zidni Silma yang harus pindah apartemen karena saat ada pemeriksaan ternyata tak memiliki alat pemadam kebakarannya, maka secepatnya jamaah harus dipindahkan. Padahal untuk mencari tempat di sepuluh hari terakhir Ramadhan susahnya bukan main apalagi ini butuhnya banyak. Otomatis biro kerja keras mendapatkannya. Meski akhirnya dapat tempat tapi kasihan, tempatnya lebih jauh dan agak naik bukit padahal jamaahnya banyak yang sudah tua. Katanya lagi, Jamaah kalau ditanyain dimana menginapnya. Jamaah akan menjawab “Disana” sambil jarinya menunjuk ke atas membentuk sudut 60o. Sehingga untuk bolak-balik ke masjid benar-benar perjuangan. Kami bincang-bincang juga mengenai menu buka puasa dan sahur, ternyata kami bisa order masakan selama ada bahannya dan sesuai biayanya. “Sebutin aja beberapa menu yang dimaui mbak, nanti catering akan mengusahakan kalau bahan-bahannya ada. Mereka suka kok kalau ada masukan dari jamaah” kata pak Helmy. Terus kata Atik nih, dia pengen dimasakin sayur asem, lodeh sama ikan asin, kalau bisa ikan asinnya tiap hari. Haiyah Tik... Mau jadi pus?. “Nggak apa-apa mbak, nanti bilang saja ke masnya yang di ruang makan, nanti saya juga akan sampaikan mudah-mudahan saja mereka bisa menyediakan” Jawab pak Helmy. Kami juga bincang-bincang tentang kemungkinan jamaah yang akan datang ke masjid besok Jum’at. Kebetulan Jum’at besok itu malam 27 Ramadhan, diperkirakan jamaah akan sampai di jembatan Mizfalah. Wao! Kurang lebih sekiloan itu jaraknya dari masjidil haram. Banyak banget!

Sudah jam sembilan kurang seperempat, belum juga ada kabar kapan kami berangkat, semakin siang berangkat semakin panas dan sempit waktu ziarahnya. Bisa-bisa hanya beberapa tempat saja yang bisa kami kunjungi, nggak asik donk. Pak Helmy lalu telpon lagi. “Busnya sekarang ada dimana, kalau memang nggak bisa masuk biar kami saja yang kesana” lalu telpon ditutup. “Mari Pak, mbak... kita jalan kesana saja, sepertinya busnya nggak akan bisa masuk”

Begitu kami sudah sampai dan masuk ke dalam bus, ternyata sudah banyak penumpangnya. Mereka dari biro yang sama dengan kami juga sih cuma beda tempat menginapnya saja. Kami kembali bertemu pak Khotip yang dulu mengantar kami ziarah di Madinah dan sekarang dia juga yang akan mengantar kami ziarah Mekah. “Kita kemana aja Pak?” “Banyak yang bisa kita kunjungi, ada Jabal tsur yang ada gua tsurnya, Jabal Nur yang ada gua Hironya, Jabal Rahmah, masjid Taneem, dan masih banyak lagi. Kalau waktunya nggak cukup ya nanti kita lewat saja”. Setelah semua oke, buspun melaju, tujuan pertama ke Jabal Tsur.

Kami sudah berada di kaki gunung Jabal Tsur, minibus lalu menepi. Kami dipersilahkan turun dan melihat-lihat. “Sepuluh menit saja ya kita disini, masih banyak tujuan kita” kata pak Khotib. Memandang dari bawah bersama orang-orang yang juga sedang menikmati Jabal Tsur yang tingginya mencapai 1.400 meter ini benar-benar membuat takjub. Bagaimana tidak, ini berkaitan dengan sejarah perjuangan Rosulullah. Dipuncak itu terdapat gua yang tidak besar ukurannya, untuk mendakinya dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam. Selain berat pendakiannya, untuk masuk kedalam gua tersebut harus dengan posisi tiarap dan setelah masuk hanya dapat duduk saja. Di gua itulah Rosulullah dan Abu Bakar pernah berlindung dan bersembunyi dari kejaran kaum Quraiys. Tapi upaya kaum Quraiys untuk menemukan Rasulullah gagal walau mereka sudah berada di depan gua karena pintu gua telah tertutup jaring laba-laba dan sarang merpati. Tak ingin melewatkan kesempatan mengenang tempat bersejarah ini, kuambil camera dan berfoto sebelum melanjutkan ziarah ketempat lainnya. Ah, ini juga fotonya dari bawah bukan naik ke guanya.

Setelah puas berfoto kami kembali ke minibus, perjalanan dilanjutkan. Kami melewati satu daerah yang sangat luas bernama Muzdalifah. Tempat mabitnya jamaah haji setelah wukuf di Arafah dan mengambil kerikil untuk melempar jumroh di Mina. Ada juga kami melihat proyek monorel yang dibangun dengan tujuan untuk mengangkut jamaah dari Mekah ke Arafah. Kebetulan lagi kok ya pas kereta apinya lewat. Sayangnya sopir bus tak mengurangi kecepatan jadi foto-foto yang kami ambil ya sekenanya saja dan hasilnya kurang bagus, begitu juga saat melewati masjid Namira, mina dengan tenda-tenda tahan apinya dan Jabal Nur yang ada gua Hira. Gua dimana Rosulullah mendapat wahyu pertama kalinya melalui malaikat Jibril. Bus terus melaju sampai akhirnya berhenti di satu tempat di Arafah, di jabal Rahmah. Dibukit inilah Adam dan Hawa bertemu setelah beberapa tahun berpisah. Ada sebuah monumen dibangun dipuncaknya. Sayang kami tak sempat naik keatasnya dikarenakan waktu yang sempit dan kami puasa. Kami hanya mengambil foto dari bawah saja tapi lumayanlah masih kelihatan tugu monumennya dan sempat juga foto onta berhiasnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10.30, kami harus segera kembali ke kendaraan karena diantara kami ada yang akan melaksanakan umrah sunah. Kami harus ke Taneem dulu mengantarkan jamaah untuk mengambil miqat. Taneem, tempat miqat terdekat dari Mekah. Setelah dari Taneem kami kembali ke Mekah. Cuma sayangnya saat sampai di Mekah didepan ada polisi yang jaga yang sedang memblokir jalan. Sopir sudah panik dan minta pak Khotib turun, minta supaya kendaraan kami bisa lewat karena membawa jamaah. Pak Khotibpun turun dan bicara dengan polisi sebentar kemudian balik lagi kekendaraan. Katanya “Kita harus memutar”, Kalau memutar berarti jauh lagi perjalanannya. Sopir lalu mengambil jalan lain, sebelum masuk terowongan bus ditepikan kekanan lalu atret. Tapi tak bisa jauh karena kondisi jalan yang ramai. Disinilah kami turun dan kembali ke penginapan dengan jalan kaki dibawah terik matahari yang menyengat walau matahari belum tepat ditengah-tengah. Tapi panasnya luar biasa dan jauhnya itu loh, lebih jauh dari waktu mau berangkat tadi. Mau gimana lagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar