5 Oktober 2011

catatan perjalanan umroh Ramadhan kami-13

Rencana besar kami

Kami sudah di atas tempat tidur masing-masing, bersiap-siap tidur dan berharap Allah masih memberikan kesempatan pada kami bertemu pagi, untuk mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan, juga untuk menikmati santap sahur bersama di ruang makan hotel dan melaksanakan rencana besar. Lalu alarm HP sengaja kami setel untuk membantu kami agar tak kesiangan bangun, tentunya juga tak lupa menyalakan AC supaya nyaman, agar kegerahan segera terganti dengan kesegaran dan kami bisa segera terlelap dalam buaian mimpi. Benar saja, baru beberapa menit berlalu... kami sudah tak ingat apa-apa, sudah berlabuh dipulau kapuk. Entah siapa yang duluan terlelap diantara kami berempat.

Rasanya baru saja terlelap, mata masih terasa berat dibuka. Alarm HP sepertinya juga belum bunyi soalnya tak kedengaran. Kalau memang benar belum bunyi, itu artinya kami masih bisa berlama-lama ditempat tidur menikmati empuknya bantal dan bisa memperbaiki letak selimut. Tapi kenapa masih terasa dingin ya walau selimutnya sudah menutupi sampai di kepala? Wah, hawa dingin kamar kok jadi menyiksa gini, padahal selimutnya juga sudah tebal. Awalnya sih memang biasa-biasa saja saat AC disetel sekenceng-kencengnya waktu baru beranjak ketempat tidur, malah terasa seger karena langsung menghilangkan kegerahan selepas pulang tarawih. Kami juga bisa langsung tertidur. Tapi setelah gerahnya hilang, yang ada jadi ngewel kedinginan meskipun sudah di dalam selimut. Akibatnya jadi ingin buang air kecil, duh... gak bisa ditahan lagi nih. Terpaksa harus disudahi berlama-lama ditempat tidur, harus buka selimut, cepet-cepet turun dari tempat tidur, mematikan AC dan buru-buru ke kamar mandi. Waktu masuk lagi ke kamar, jadilah kedinginan yang berlipat-lipat. Sudah kedinginan dari awalnya trus kena air, kini ditambah hawa dingin kamar lagi. Kalau sudah begini, susah buat bisa tidur lagi. Dari pada tiduran saja di tempat tidur dan tak melakukan apa-apa, lebih baik nyiapin barang-barang yang mau dibawa ke ruang makan dan ke masjid saja sambil menunggu yang lain bangun.

Kini kami sudah di ruang makan hotel menikmati santap sahur dengan menu nasi putih, opor ayam, peyek udang, sambel dan lalap timun, serta krupuk. Yang tidak mau nasi dengan opor ayam dan teman-temannya bisa mengambil roti tawar dengan selai coklat atau selai strowberry, atau mau dicelupin ke kopi susu juga bisa. Yang mau dua-duanya juga boleh. Silahkan dipilih-pilih saja menunya.

Inilah hari kedua kami di Mekah, 22 Agustus 2011. Harus ada target, harus lebih meningkat dibanding hari pertama, lalu apa ya... Kutawarkan pada bungsuku bagaimana kalau hari ini kita pegang ka’bah, syukur-syukur bisa ke hajar aswad. Alhamdulillah... bungsuku mengiyakan, lalu kuberitahu suami kalau kami punya keinginan mau pegang ka’bah hari ini. Suami menyetujui dan kami sepakat sehabis sholat Subuh kami bertemu di lampu hijau. Baiklah... lalu kusampaikan keinginan ini ke Ibu.

Selesai sahur kami langsung berangkat ke masjid. Keadaan jalanan masih seperti kemaren, padat. Dan keinginan kami juga masih sama, ingin sekali bisa masuk masjid dan bisa sholat didalamnya. Kami terus melangkah dengan keyakinan dan terus berdoa semoga kali ini kami bisa masuk. Ya Allah, bantulah kami, berikan kemudahan memasukinya dan mendapatkan tempat untuk sholat. Alhamdulillah, usaha kami tak sia-sia. Akhirnya kami berempat bisa masuk walau tak bisa satu tempat. Kami duduk berlainan shaf, tapi tak apa-apa kami masih bisa melihat satu sama lain. Jadi selesai sholat nanti kami masih bisa secepatnya bersama lagi. Lalu bagaimana sholat kami... Dimana-mana padat, sepertinya tak ada sela untuk duduk. Hingga banyak diantara kami duduk bertumpuk-tumpuk tak memikirkan shaf lagi. Berharap nanti setelah iqomah dan saat jamaah berdiri... mereka akan mendapat tempat dengan sendirinya. Ini yang mengakibatkan saat kami berdiri membentuk shaf, kami jadi berhimpit-himpitan. Lengan tertekan kanan dan kiri saat takbirotul ihrom. Jelas keadaan ini tak nyaman tapi ya beginilah keadaannya. Rukuk, sujud dan duduk jadi tak sempurna sampai salam.

Usai sudah sholat Subuh berjamaah, jamaah yang duduk berhimpit-himpitan segera berdiri. Ada yang pulang ada yang tetap di dalam masjid mencari posisi duduk yang lebih nyaman, ada yang langsung membaringkan badan, “tidur” judulnya. Masih teringat dengan rencana yang kami bicarakan di ruang makan hotel saat sahur tadi. Selepas sholat Subuh aku dan bungsuku akan bertemu suami di lampu hijau, maka kuputuskan untuk tetap berada di dalam masjid bersama bungsuku sedang Ibu dan Atik kembali ke hotel. Kami lalu berpisah disini. Nah sekarang saatnya beranjak dari tempat duduk dan segera menuju ke lampu hijau karena pasti suamiku sudah menunggu disana. Namun keadaan berkata lain, bungsuku minta agak nanti saja karena masih ngantuk. Wah, tak sesuai rencana ini. Bungsuku masih mau tidur. Ya sudahlah... dituruti saja dari pada bete. Tak butuh hitungan menit, dalam beberapa detik bungsuku sudah terlelap, pulas sekali. Sementara menunggui dia tidur, apa yang bisa kukerjakan... banyak! Aku bisa meneruskan bacaan Qur’anku yang masih hanya beberapa lembar, kalau mau Qatam ya harus ngebut mbacanya. Aku juga bisa dzikir sebanyak-banyaknya, sholat sunah atau menulis kisah perjalan umrohku ini sebelum lupa kejadiannya. Jadi ceritanya... kemana-mana aku bawa buku tulis dan pensil. Rasanya sayang tuk melewatkan semua peristiwa, ini bisa jadi kenanganku saat pulang ke tanah air nanti.

Cukup sudah tidur bungsuku, kini saatnya membangunkan. Untuk mengusir rasa kantuk yang masih melekat, maka kuulurkan sebotol air untuk membasuh mukanya. Memang sebotol air ini selalu ada dalam tas tentenganku. Bukan untuk diminum, ini untuk jaga-jaga kalau sewaktu-waktu kami batal wudhu. Kami bisa berwudhu minimalis dengan air ini. Setelah membasuh dan segar lagi, kami segera menuju ke lampu hijau. Setelah melewati jamaah yang begitu banyak dan menyusuri diantara tiang-tiang masjid yang tak terhitung jumlahnya, akhirnya kami sampai di tempat yang kami sepakati “lampu hijau”.

Mata kami mencari-cari diantara kerumunan orang yang lalu lalang. Tak ketemu, memang tak mudah mencari di tempat ini karena ini lalu lintas jamaah setelah mengerjakan towaf dan akan mengerjakan sa’i. Jelas penuh sekali jamaah disini. Baru berhenti sebentar sambil melihat-lihat apa ada suamiku diantara orang yang segini banyaknya, kami sudah disuruh menyingkir. Kami tak diijinkan berdiri lama-lama disini karena akan mengganggu kelancaran gerak jamaah lainnya. Kami terus mencari, tapi tak ketemu. Lalu kubilang ke bungsuku “mungkin Papa sudah pulang karena kelamaan nunggu kita, mungkin dikira kita nggak jadi kesini”. Yah, mungkin saja... itu perkiraan kami. Lalu mau apa sekarang? Bagaimana kalau kita jalan-jalan saja di dalam masjid, melihat-lihat keadaan sekitar, ke lantai dua terus ke lantai paling atas? Eh dia mengiyakan. “Hayuk dik, berangkat!”

Kami mengayun langkah melihat-lihat keadaan, kalau bisa dan kalau mampu... rasanya ingin sampai keseluruhan penjuru masjid. Itu kalau kami mampu melangkah. Kini kami sampai di lantai teratas dengan menggunakan eskalator. Inginnya menikmati pemandangan dibawah langit langsung, melihat ka’bah dari atas. Kalau kami bisa mengabadikan pasti menyenangkan sekali. Tapi saat kami sampai dilantai teratas, baru saja kami melangkah keluar, langkah kami terhenti oleh teriakan Askar yang sedang berjaga. Kami tak boleh berada disini, kami disuruh turun lagi. Kami berbalik tapi tak juga segera turun. Kulihat sekeliling, memang hanya jamaah laki-laki yang ada disini. Ah, kalau kami ada yang mengantar kesini mungkin dibolehkan. Lalu kulihat ada sepasang suami istri naik eskalator, aku tambah tak segera turun. Ingin kulihat apakah pasangan ini dibolehkan masuk. Kalau sampai diijinkan, nanti kami juga akan minta bapak-bapak mengantar kami. Oh, ternyata mereka tak dibolehkan. Berarti kalau kami diantar juga pasti tak akan diijinkan. Lalu kami turun, keliling-keliling di dalam masjid lagi sambil sesekali berfoto, untuk kenangan. Disalah satu tempat yang kami lihat, ini masih didalam masjid. Ada beberapa sejenis kendaraan terparkir, ada juga yang dikendarai oleh jamaah, yang kulihat saat ini anak-anak dan jamaah perempuan. Sepertinya kendaraan ini disewakan. Mungkin disewakan ke jamaah untuk bisa melihat-lihat seputaran masjid, mungkin saja ya... Kami tak sempat menanyakan ke petugas-petugasnya, walau dengan bahasa isyarat atau bahasa yang kami mampu. Kami melanjutkan melangkah menyusuri masjid.

Lalu kami sampai di tempat khusus jamaah perempuan, tempat yang dibatasi dengan pagar besi krawang. Keadaannya sangat lengang, tak seperti saat sholat subuh tadi. Enak nih kalau masuk sini, kami bisa menggelar dua sajadah dan sholat dengan leluasa gerak. Lokasinya apalagi, dekat pengambilan air zam zam dan ditempat pengambilan air zam zam ini kami bisa wudhu. Wah, pas banget. Lalu kuminta pendapat bungsuku bagaimana kalau kita tak usah kembali ke hotel tapi menunggu saja disini sampai dhuhur mumpung ada tempat kosong. Kalau capek bisa tiduran disini, toh kalau sampai hotel juga ujung-ujungnya tidur. Eh, ternyata bungsuku mau. Ya sudah, kami menggelar sajadah disini, kami bisa dhuha dan tadarus sepuas hati. Sekarang tinggal nunggu saatnya dhuhur, apamasih selengang ini, apa nanti kami masih bisa sholat dengan sujud dan duduk sempurna seperti sekarang?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar