14 Oktober 2011

catatan perjalanan umroh Ramadhan kami-18

Ada yang kurang, tapi apa ya?


Kukemasi barang-barang bawaan setelah sholat sunah ba’diyah maghrib sambil melihat-lihat keadaan sekelilingku. Dalam benakku, aku ingin sekali masih berlama-lama berada disini, duduk menghadap ka’bah dengan jari-jariku yang tak berhenti bergerak menghitung ruas-ruasnya sambil berucap tasbih, tahmid dan tahlil, menikmati perilaku orang-orang kebanyakan, mendengarkan sesama jamaah bercakap-cakap walau sebenarnya aku tak mengerti apa yang diperbincangkannya, hanya melihat ekspresi wajahnya dan tangan yang senantiasa bergerak saat bicara. Apalagi masih banyak jamaah yang duduk dengan khusuk berdzikir, berdoa dengan tangan menengadah serta mata terpejam, bahkan ada yang berlinangan air mata saking sungguh-sungguhnya bermunajat pada sang Khalik, serta masih banyak juga yang menikmati kembali bekal puasanya. Ada sih, tak sedikit yang berdiri lalu meninggalkan tempat dan menghilang ditelan kerumunan jamaah yang lalu lalang, tapi kulihat jamaah yang baru datang dan mengalir masuk ke tempat ini juga banyak. Pasti susana tempat ini akan tetap semarak. Apa boleh dikata, keadaan tak memberiku pilihan lain, aku harus kembali ke hotel selepas maghrib untuk buka puasa bersama keluarga. Lalu kulihat seseorang berbaju hitam dari ujung kepala sampai lantai tapi kulitnya nggak hitam, berdiri mengawasiku dari jarak dua meteran, lalu bicara dengan bahasa isyarat seolah menanyakan “apa kamu akan meninggalkan tempat sholatmu, kalau iya aku kesitu ya gantiin tempatmu....” Mungkin ini karena dia melihat aku mengemasi barang-barang dan memasukkannya ke tas. Aku mengiyakan tentunya juga dengan bahasa isyaratku, ya iyalah... masak mau ngomong pake bahasa tanah air. Kulihat dia tersenyum lalu buru-buru melompati orang-orang yang duduk menuju kearahku. Belum selesai kukemasi barang-barangku dia sudah berdiri persis didepanku hingga membuat gerakku sedikit terganggu “sukron! Sukron!” katanya, badannya yang lumayan besar, lebih besar dati akulah membuat lahan ini semakin sempit, ah... mungkin takut kedahuluan yang lain menempati tempatku ini. Kumaklumi saja karena semua sedang mencari tempat yang lebih longgar dari saat sholat maghrib tadi apalagi jamaah terus saja mengalir, jadi semakin cepat berebut tempat. Setelah semua beres kucangklongkan tas bordir warna pink pemberian bulek Yah ini ke bahu, aku berpamitan pada ibu yang sedari tadi ada disebelahku, kalau ini orang Indonesia asalnya dari Kalimantan Barat. Katanya mbak yang tadi memberi aku tempat (teman si ibu dari Kalimantan Barat) ini akan menemaninya sebelum maghrib, tapi sampai usai maghrib ternyata tak jua datang. Mungkin kejebak macet dan nggak bisa masuk masjid lagi. Maaf ibu, terpaksa harus kutinggalkan disini bersama jamaah dari berbagai negara, semoga saja teman ibu ini segera datang menemani. Lalu aku melangkah menjauhinya, kutinggalkan juga tempat yang sedari dhuhur hingga maghrib menjadi lahan ibadahku, semoga tempat dan seluruh yang ada disini menjadi saksi di akherat nanti dan memperberat amal ibadahku. Amin Allahumma Amin. Seorang wanita berbaju hitam dari kepala sampai lantai tapi kulitnya tidak hitam kini yang menggantikan tempatku.

Aku berjalan diantara jamaah yang begitu banyak, laki-laki dan perempuan berbaur jadi satu. Ini yang membuat langkah suka tak bebas. Ada yang berjalan searah denganku tapi banyak pula yang berlawanan arah hingga jalan menjadi semrawut, tersendat-sendat melangkah. Tapi aku berjalan lebih cepat dari biasanya (kok bisa?) iya, karena jarak yang ditempuh kali ini lebih jauh dari biasanya selepas sholat maghrib dan kini aku berjalan sendiri, jadi untuk cepat sampai ketujuan aku harus mempercepat langkah. Barangkali saja saat aku masih dijalan ini, yang lain sudah sampai di ruang makan.

Aku sudah sampai diluar masjid, sandal yang kusimpan di dalam tas segera kukeluarkan dan kupakai. Baru terasa “kok sepertinya ada yang kurang ya?” Tas yang kubawa ini kok ringan sekali, pasti ada yang kurang dan aku yakin ada yang kurang, tapi apa ya. Ada sesuatu yang sepertinya tertinggal di tempat shaf jamaah perempuan yang letaknya dekat sa’i tadi, iya sepertinya aku meninggalkan salah satu dari yang kubawa. Lalu mulai kuamati diri. Masih ada jam tangan di pergelangan tanganku, ada masker yang menutup hidung dan mulutku. Aku terus berjalan sambil mencari-cari kekurangan. Lalu kubuka tas bordir warna pink pemberian bulek Yah yang selalu menemani perjalanan ibadahku. Dompet masih ada, kaca mata baca, qur’an, handuk kecil, buku tulis, pensil, kaos kaki juga ada, bahkan botol air mineral yang isinya tinggal sedikit ada di tas juga, tak ketinggalan. Tapi kok tetap saja ada yang kurang ya. Karena tak juga tahu apa kekurangan aku lanjut saja berjalan menuju hotel.

Sampai juga aku di ruang makan hotel, begitu membuka pintu ruang makan bisa kulihat semua sudah berkumpul disana duduk di depan meja dengan sepiring nasi beserta lauk-pauk dan segelas minuman didepannya. Riuh suasananya, semua menikmati menu buka puasa yang dihidangkan dari biro, bahkan sudah ada yang selesai. Sendok beradu dengan piring dan gemuruh percakapan dari sekian banyak jamaah melengkapi ramainya suasana, entah apa yang dibicarakan tapi semua bicara bersahut-sahutan. Aku baru sampai dan kulihat masih ada kursi kosong. Tak mau kalah sama yang lain dong, segera kutaruh perlengkapan yang kubawa dikursi yang tadi kosong, ini tandanya kalau kursi ini sekarang ada yang menempati biar nggak dipake yang lain saat aku mengambil makan. Lalu aku beranjak ke buffe mengambil piring, nasi sambil memilih-milih lauk yang disajikan. Akan sempurna juga nih akhirnya buka puasaku hari ini. Aku kembali ke meja makan bergabung dengan keluarga. Disinilah kami bertemu semuanya, sambil makan sambil bercerita apa saja. Diruang makan inilah memang saatnya kami berbagi cerita, informasi dan rencana. Bercerita apa saja yang kami lalui seharian ini, atau bercerita omong kosong saja. Dan yang pasti diruang makan inilah juga saatnya atau jadwalnya minum obat dan vitamin yang tak boleh dilupakan. Hayo! Siapa yang harus minum obat?

Dari ngomong-ngomong di ruang makan inilah, kami tahu kalau setiap makanan yang disajikan baik untuk buka puasa maupun untuk sahur pasti baru. Jadi tak ada makanan sisa yang disajikan lagi. Padahal dari hari pertama makan diruang makan selalu berlebih masaknya dan sisanya banyak sekali, ya nasinya, ya lauk-pauknya. Cukuplah kalau untuk dimakan beberapa keluarga. Terus diapakan makanan sisa ini? Apa ada yang ngambil atau disumbangkan? Tidak, sisanya ya dibuang aja. Duh sayangnya... Jadi ingat masyarakat di tanah air yang tak bisa makan.. kalau saja dekat yah, bisa dibungkus dan dibagi ke mereka.

Hidangan buka puasa sudah kami nikmati, kami sudah punya tenaga lagi untuk mengikuti sholat isya’ dan tarawih di masjid. Kami segera berkemas meningalkan ruang makan dan kembali ke kamar sebentar untuk mempersiapkan diri. Ya kekamar mandi dululah kalau memang diperlukan atau untuk memperbaharui wudhu. Kuambil tas bordir warna pink yang ada disandaran kursi lalu kucari alas sholatku yang biasanya kuselempangkan di alas kursi jika sedang makan. Lhoh kok nggak ada, kucari dibawah kursi barangkali tak sengaja jatuh saat kubersandar waktu makan tadi. Tapi tetap tak ada. Yah... ternyata ketinggalan di masjid tempat shaf perempuan dekat sa’i. Ini mungkin karena orang yang mau memakai tempatku tiba-tiba sudah ada didepanku persis sehingga membuat gerakku terganggu saat beres-beres barang bawaanku. Makanya kok tadi seperti ada yang kurang. Ini toh yang ketinggalan. Mau diambil sekarang ya nggak mungkin lagi, jamaah di dalam masjid pasti sudah penuh sekali saat ini, lagian tempatnya jauh. Ya sudahlah diikhlaskan saja.

Ini lhoh Phasmina yang jadi alas sholatku yang ketinggalan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar