Malam Dua Tujuhnya Lewat
Setelah beberapa hari mencoba bertahan tak mengkonsumsi obat batuk, pilek dan antibiotik yang ditawarkan Atik, ternyata akhirnya aku harus menyerah juga karena sudah nggak kuat lagi dengan kondisi ingus yang meler tiada henti seperti keran bocor dan kepala yang nyut-nyutan terus-menerus apalagi kalau dipakai rukuk dan sujud, rasanya dari dahi, mata sampai tulang pipi mau copot saja. Kalau orang jawa bilangnya “Cumleng”. Bukan kok menyepelekan sakit atau tak percaya sama obat yang dia berikan, ini karena ada sebab lain. Takut maagku belum kuat kena obat, beberap hari sebelum berangkat umroh sempat sampai limbung gara-gara kebanyakan obat. Yang dirasa adalah mual dan muntah berkepanjangan sampai berhari-hari. Tapi sekarang terpaksa harus mengesampingkan rasa takut itu karena memang aku benar-benar sudah nggak tahan lagi dengan flu yang menyerangku. Tadinya mencoba tetap bertahan dengan hanya mengkonsumsi vitaminnya saja sambil makan dan minum yang banyak dengan harapan bisa mengurangi flu dan berangsur-angsur sembuh sendiri tanpa obat, ternyata yang kulakukan tak membuahkan hasil malah semakin parah. Ya bagaimana lagi dalam kondisi puasa tentunya makan dan minumnya terbatas saat sahur dan buka puasa saja serta waktu untuk istirahatnya juga tak cukup karena harus bolak-balik ke masjid untuk sholat lima waktu dan berjuang mendapatkan tempat yang menguras tenaga. Walau dalam keadaan tak enak badan, rasanya kok ya sayang melewati hari-hari untuk istirahat saja dikamar apalagi mengingat begitu istimewanya Ramadhan di sepuluh hari terakhir, juga niatan dari awal untuk mengkatamkan qur’an yang tak habis-habis halamannya. Ini juga yang membuatku betah berlama-lama di dalam masjid seusai sholat subuh dan baru balik ke hotel setelah dhuha.
Malam lailatul qadar adanya di sepuluh hari terakhir Ramadhan, aku tahu itu dari beberapa ceramah agama yang pernah kudengar. Adanya di salah satu malam di malam ganjil dan nilainya sama dengan seribu bulan, itu juga yang kudengar. Siapa yang tak menginginkan mendapatkannya? Tentunya semua berharap mendapatkannya ya, tapi untuk mendapatkan lailatul qadar tentunya harus didahului dengan persiapan sejak awal Ramadhan dan selalu ada peningkatan ibadahnya, iya kan? Kalau dari awal sudah malas-malasan, ngaji juga ogah, tarawihnya kadang-kadang saja, sholat malamnya apalagi, bagaimana bisa berharap akan mendapatkan lailatul qadar ya? Ah, semua berhak berharap, makanya setiap datangnya 10 malam terakhir Ramadhan, masjid-masjid banyak yang mengadakan kegiatan i’tikaf bersama-sama di sepertiga terakhir malam. Qiyamul lail, tadarus, dzikir, dan ceramah biasanya menghiasi akhir malamnya.
Masih ingat yang dikatakan Pak Helmy waktu menjemput kami untuk ziarah Mekah, katanya nanti kalau malam dua tujuh, diperkirakan jamaah akan sampai jembatan Mizfalah padahal jaraknya sekitar satu kilo dari masjidil haram. Lalu saat usai tarawih Ibu bilang kalau nanti malam akan ada kataman tahajut. Kenapa aku jadi tulalit ya... yang dikatakan Pak Helmy itu malam dua tujuh sedang ibu bilang nanti malam kataman sedang sekarang ini masih hari Jum’at, tanggalnya 26 Agustus 2011. Yang benar gimana sih menghitungnya? Pas tanggal 26nya apa tanggal 27nya? Ini sepertinya akibat obat yang kuminum ini, kok jadi error gini. Heheheheh...
Jam dua dini hari ibu sudah siap-siap akan berangkat ke masjid untuk sholat lail, aku tahu itu karena aku juga terbangun cuma mataku ini susah melek. Terdengar juga Ibu menanyakan apa mau ikut sholat lail? Mulutku bilang “Nggih” tapi aku malah memperbaiki selimut dan mata tetap saja terpejam. Mungkin karena aku nggak bangun-bangun malah menutupkan selimut sampai ke kepala, Ibu berangkat sendiri dan datang-datang sudah waktunya mau berangkat ke ruang makan untuk sahur. Aku bangun tapi masih tetap mengantuk sekali, ini memang akibat obat batuk, pilek dan antibiotik yang kuminum sebelum tidur. Begini ini akibatnya... mata susah sekali dimelekkan. Terus Ibu bercerita diantara kantukku dan siap-siapku. “Wah, rugi kamu nggak ikut tahajut tadi. Semua yang datang ini mengharapkan doa dari imam masjid, doanya panjang sekali, imamnya sampai nangis, jamaahnya juga nangis. Wes pokoknya senang banget kalau tadi ikut” Ada rasa sesal juga, kenapa bela-belain ngantuk sedang yang lainnya rela berjalan jauh dari penginapan, rela berdiri dalam udara yang dingin, benar-benar kalah tekat dan semangat sama Ibu. Tapi kemudian Ibu bilang “Nanti tarawih terakhir masih ada kesempatan ikut kataman di masjid” Ya Allah, semoga masih bisa menjumpai kataman tarawihnya. Namanya juga perempuan yah, takut ada halangan sehingga tak bisa ikut tarawih terakhirnya.
Kami sudah berada di ruang makan hotel untuk makan sahur bersama keluarga dan jamaah travel. Ada keceriaan menghiasi wajah Ibu dan beberapa orang yang sedang makan sahur bersama. Ah, wajah-wajah ceria ini pasti tadi baru saja selesai mengikuti sholat lail berjamaah dan mendapat kesempatan ikut doa kataman seperti Ibu dan suamiku, pikirku. Ah... aku ngiri sama mereka semua, tapi mau apalagi... waktu tak bisa diulang. Dan sekarang baru sadar kalau di sepertiga terakhir malam tadi, dimana dibacakan doa yang panjang oleh imam masjidil haram, hingga iman dan jamaah yang mengikutinya sesenggukan itu... ternyata sudah masuk tanggal 27. Aih....! Berharap saja kedepannya akan mendapat kesempatan lagi menjumpai Ramadhan dan berkesempatan berada di tanah haram lagi. Ya Allah, penuhilah harapanku berkunjung kembali di rumah-Mu yang agung ini di Ramadhan berikutnya. Amin Allahumma Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar