13 Oktober 2011

catatan perjalanan umroh Ramadhan kami-17

Kembali ke Masjid, Nikmatnya...


Tunai sudah yang kami rencanakan, malah lebih dari rencana semula. Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji kami panjatkan atas karunia yang tak terkira ini. Kami bisa pegang ka’bah, bisa pegang multazam, bisa lebih dekat ke hajar aswad dan memegangnya walau hanya bingkainya saja, lalu kami bisa sholat di hijir ismail dan ke makam ibrahim. Perjuangan yang berat dan menguras tenaga terbayar sudah. Keletihan, cucuran keringat dan kehausan menjadi satu kepuasan telah mengalami semuanya. Kalau nurutin kata hati, sebenarnya masih ingin berlama-lama di masjidil haram. Duduk ditangga bersama orang-orang kebanyakan sambil memandangi ka’bah, memandangi orang-orang yang tawaf dan segala aktifitas di pelataran ka’bah sambil sekali-sekali mengguyur air zam zam ke wajah. Ada kenikmatan tersendiri mengalami ini semua dan ingin terus saja menikmatinya. Tapi jika memandangi bungsuku yang kelihatannya capek sekali dan tadi sempat kesakitan saat menuju hajar aswad. Katanya kerudungnya sempat ketarik hingga agak tercekek, lalu waktu aku terbalik karena orang yang keluar dari mencium hajar aswad berbalik kearahku, bungsuku juga ikutan terbalik parahnya lagi dia sampai terjatuh, kepalanya membentur ka’bah. Untung saja bisa segera ditarik hingga segera bisa diselamatkan... kasihan kalau maksain diri tetap berlama-lama disini. Kami pandangi lagi ka’bah sebelum kami melangkah meninggalkannya untuk kembali ke hotel.

Sepanjang perjalanan ke hotel tak henti-hentinya kami bercerita kejadian di multazam dan di hajar aswad. Bagaimana sesaknya nafas saat berdesak-desakan, bagaimana sakitnya tangan untuk bertahan, bagaimana beratnya menggeser badan untuk lebih maju lagi, bagaimana membentengi diri dan membentengi bungsuku yang ada ditengah kami. Lalu kami mencoba mengoreksi kenapa perjuangan ke hajar aswad berat sekali. Ah... seharusnya tadi cukup mengantar satu orang saja, mengantar aku saja atau mengantar bungsuku saja pasti akan lebih mudah dan lebih fokus membentenginya. Kami bercerita juga saat di hijir ismail dari mulai masuk mencari tempat sholat sampai keluarnya. Hehehhe... padahal kami mengalami ini semua bersama-sama, tapi tetep saja kami bercerita, mengurai kenikmatan yang masih membekas. hahahhaa.... aneh!

Kami sudah sampai di hotel, ada Ibu dan Atik di kamar. Ingin bercerita banyak pada mereka tapi tempat tidur sudah mengiming-imingi dengan busanya yang empuk. Seakan melambai untuk minta segera dinikmati. Kenapa ketika kaki ini melangkah ke kamar, badan langsung terasa loyo sekali dan nafas kelegaan langsung terhembus “heeh...”, pasti akan terasa enak sekali bila diluruskan di tempat tidur. Ah dasar tempat tidur yang menggoda, apalagi ruangan yang dingin melengkapi suasananya. Benar-benar langsung pengen rebahan dan menarik selimut. Selamat tidur semua...

Entah berapa lama kami tidur hingga kemudian salah satu diantara kami sudah bangun duluan, membuat yang lain juga ikut bangun. Sudah saatnya berangkat ke masjid lagi rupanya. Kami mulai siap-siap sambil menunggu bergantian kamar mandi. Usai mandi kami langsung berangkat. Ada keinginan menikmati kembali indahnya berada didalam masjid. Bagaimana ini, siapa yang mau ikutan masuk masjid? Ternyata tak ada yang mau. Ya sudahlah kami berpisah arah, aku terus masuk masjid sedang bungsuku dan Ibu kearah lain.

Entah magnet mana yang membuat langkah ini terus menyusuri petak-petak lantai masjid dan daya tarik apa yang membuat hati ini ingin sekali berada ditempat shaf jamaah perempuan yang letaknya dekat sa’i padahal ini berseberangan dengan arah hotel. Tidak tahu, yang jelas hati ini ingin sekali berada disana. Kaki terus melangkah dan akhirnya sampai juga ke tempat yang jadi tujuan. Wow! Padat sekali. Kerkali-kali melangkahi jamaah yang sedang sholat maupun yang hanya duduk saja. Keadaan tak seperti waktu bersama bungsuku kemaren. Memang tak bisa diprediksi setiap waktu sholat datang. Hinggak kemudian langkah ini terhenti saat mendengar ada yang memanggil “mbak, cari tempat ya” aku mengiyakan, terus dia menggeser duduknya, aku mendekatinya. “mbak, pake tempatku ini ya, tapi aku titip Ibu ini” kulihat seorang ibu yang sedang tidur, kupikir pasti ibunya. Kemudian katanya lagi “Minta tolong temani Ibu ya, nanti saya balik lagi ke sini habis maghrib, tolong jagain tempat ibu kalau nanti ibu ambil wudhu”, aku mau membantu tapi aku tak bisa janji menjaga tempatnya karena jamaah yang begitu banyajnya tapi aku akan usahakan. Habis maghrib aku harus balik hotel untuk buka puasa bareng keluarga jadi juga tak bisa menemaninya lebih dari itu. Kalau mau ya sebelum maghrib sudah ada disini lagi. Dia setuju, katanya lagi dia harus mengantar adiknya ke rumah sakit dulu.

Segera kugelar alas sholat selebar yang kubutuhkan. Alhamdulillah, aku sudah dapat tempat untuk sholat dhuhur dan rencanaku memang ingin lama-lama berada disini sampai maghrib jadi paslah kalau mbak yang tadi memberi tempat duduk minta tolong untuk menemani ibunya, pucuk dicinta ulam tiba.

Masih belum sadar kenapa rasanya ingin sekali berada disini, tolah-toleh ke sekeliling kok rasanya sama saja dengan tempat lainnya, padat dan desak-desakan. Bedanya disini lebih dekat kalau mau ngambil air zam-zam dan mudah kalau mau wudhu lagi bila batal. Tapi... saat mau sholat tahiyatul masjid, saat pandangan ini menatap kedepan, ternyata aku bisa langsung menatap ka’bah. Owh, ini ternyata daya magnetnya, bahkan saat dudukpun ternyata masih bisa melihat walau tak utuh. Semakin ingin duduk lebih lama disini sambil mandangi ka’bah, sesuai sudah dengan harapan, bisa memandangi ka’bah sepuasnya sambil mengerjakan yang lain-lainnya. Jadi menemani ibu yang sedang tidur yang sewaktu-waktu bangun kemudian meninggalkan sajadahnya untuk mengambil wudhu tak masalah. Kuusahakan jagain sajadahnya bu supaya tempatnya nggak diambil orang. Heheheh....

Dhuhur dan ashar sudah berlalu, alas sholat masih tergelar disini dan aku masih duduk diatasnya menunggu bedug magrib tiba. Puas-puasin doa, puas-puasin dzikir dan baca qur’an mumpung ada kesempatan. Jamaah yang ada disekelilingku juga tak ada yang beranjak dari tempatnya sejak dhuhur tadi. Apa ini kebetulan mereka juga punya rencana yang sama denganku ya?. Ini baru sekali-sekalinya aku di dalam masjid dalam waktu yang lama, dari dhuhur sampai maghrib walau yang kubawa cuma sebotol air zam zam tuk buka puasa nanti, tak apalah. Tapi waktu kutanyakan ke ibu yang kutemani, dia bilang biasanya kesini dari dhuhur sampai tarawih setelah itu pulang nanti malam jam dua berangkat lagi ke masjid untuk tahajud. Wuih! Hebat bener. Mungkin orang-orang yang berada di masjid ini juga begitu ya. Aku saja yang tidak tahu. Memang ada beberapa yang datang pergi silih berganti, tapi bisa dihitung jari saja. Yang kuperhatikan dari sesiang tadi banyak yang tiduran, mungkin menghimpun tenaga untuk tarawih dan tahajut nanti malam dan istirahat dari kegiatan malam sebelumnya.

Semakin mendekati maghrib semakin banyak saja yang datang. Sudah tahu tak ada tempat untuk duduk, tetap saja tak peduli berseliweran, kadang berhenti tepat didepan dan berharap ada tempat untuknya sambil senyum-senyum dan ngomong entah apa, mungkin bilang “sedikit.... saja”. Lhoh sedikit saja itu kalau badannya kecil, langsing, imut... lha ini gedenya nggak ukuran. Yang dimintai tempat badannya separonya... ya bisa dimakan semua ini tempatnya. Hehehehe... ada-ada saja. Si ibu yang ada disebelah ini suka marah-marah yang sebenarnya nggak perlu, hanya gara-gara sajadahnya tersibak atau qur’an yang ditaruh didepannya dilangkahin orang yang lewat. Yah ibu... kalau nggak mau dilangkahin orang ya qur’annya dipangku saja terus sajadahnya digulung dari pada marah-marah terus tiap ada yang lewat. Namanya juga orang-orang ini mencari jalan ditempat yang sempit.

Mungkin karena perut dalam keadaan kosong inilah yang menjadikan emosi cepat meninggi. Tersenggol sedikit saja meluap apalagi terinjak, pasti ingin membalasnya padahal yang menginjak juga tak sengaja. Saling bersitegang berebut tempat, marah-marah karena tempat sujudnya diduduki. Sebenarnya kalau memang tempat tak memungkinkan untuk sholat dengan gerakan sempurna kan bisa saja dikerjakan dengan isyarat, bisa dengan duduk saja, menggerakkan kepala dan badan sedikit untuk isyarat ruku’ sujudnya seperti sholat di kendaraan atau bisa juga dikerjakan dengan berdiri. Allah pasti akan memaklumi keadaan ini. Kadang ini tak terpikir untuk mengerjakan sholat dengan keadaan duduk atau berdiri.

Waktu semakin sempit dengan bedug maghrib tapi jamaah terus saja mengalir tanpa henti. Semua mencari tempat sedang keadaan tak memungkinkan, jamaah lebih banyak dari ruang yang disediakan hingga duduk bertumpuk-tumpuk. Ini yang jadi sebab berantem, bersitegang, marah-marah. Tak sadar kalau sekarang mereka sedang berpuasa. Si ibu ini juga bolak-balik tak membolehkan orang duduk disebelahnya padahal kalau mau dipaksakan juga masih bisa sebenarnya, cuma si ibu ini nggak mau desek-desekan saat sholat nanti. Jadi tiap ada orang yang mau duduk disebelahnya dia suka ngerenggangin kakinya. Tapi tak berkutik juga saat ada orang besar tahu-tahu duduk didepannya, menghalangi tempat sujudnya dan nggak mau pergi walau sudah diomeli. Owalah bu... bu... ngomel sedang yang diomeli nggak ngerti bahasanya.

Adzan magrib berkumandang, saatnya kami semua membuka bekal seadanya lalu sholat maghrib berjamaah. Seperti rencanaku sebelumnya, usai sholat magrib aku balik ke hotel. Segera kuberdiri dan mengemasi barang bawaanku. Seseorang tahu kalau aku mau meninggalkan tempat langsung berdiri didepanku mau menggantikan tempatku. Kupikir karena mbak yang tadi ngasih tempat nggak datang-datang ya kuberikan tempatku ini pada yang ada saja. Monggo silahkan dipake, saya pulang dulu ya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar